29

1K 28 13
                                    

Zeno tiba di rumahnya. Ia keluar dari mobil dan masuk ke rumah. Mamahnya yang sedang duduk di ruang keluarga terkejut melihat Zeno yang menangis. Zeno seketika itu langsung memeluk mamahnya.

"Kenapa nak?"

Zeno menggeleng, ia terus memeluk mamahnya.

Mamahnya mengangkat kepala Zeno kemudian memegang pipinya.

"Zeno sayang, ada apa? Cerita semuanya sama mamah, ya?"

Zeno masih menangis, ia menggeleng.

Tak lama papahnya datang, setengah berlari. Zeno dan mamahnya melihat kedatangan papahnya.

"Zen... papah..."

Zeno gak mau denger apa-apa lagi dari papah!" Zeno membenamkan wajahnya di pelukan mamahnya.

"Seperti yang sudah aku duga," ucap mamahnya Zeno. "Siapa yang kau ajak tidur?"

"Mah...."

Mamahnya mengangkat tubuh Zeno.

"Siapa nak?"

Zeno menggeleng.

"Laki-laki?" tanyanya sekali lagi.

Zeno mengangguk. Mamahnya kemudian ikut mengangguk, " ya aku sudah tau, ya, sudah tau." Ia akan berkata namun terhenti kemudian kembali terseyum, "aku sudah tau ini dari saat Zeno dan Zeto umur tiga taun, ternyata sekarang terjawab sudah. Lalu... lalu... mengapa kamu sangat menentang hubungan Zeto dengan Faza sedangkan dirimu pun begitu? Kamu kan punya kaca, ngaca makanya!"

Papahnya diam seribu bahasa.

"Jadi ini semua salahmu, salahmu Zeto dan Zeno menjadi gay, ini hukuman buatmu karena kamu orang munafik! Kamu mati-matian melarang anak kita untuk berhubungan dengan sesama laki-laki tapi nyatanya kamu kan yang takut aibmu sendiri terbongkar?"

"Mah...."

"Lalu kenapa kamu tidak mau bercerai? Bukannya dengan bercerai kamu akan bebas tidur dengan laki-laki manapun tanpa khawatir ketahuan selingkuh? Aku sudah membebaskanmu untuk menceraikanku tapi mengapa kamu tidak mau? Kamu senang menyiksaku? Kamu senang?" mamah Zeno menangis.

"Maafkan aku...."

"Cukup! Aku tidak ingin mendengar apapun darimu. Aku lelah."

"Aku janji, aku tidak akan menghianatimu lagi, mah, maafkan aku... maaf...." ucap papah dengan bergemetar sambil menangis. Ia mendekati istrinya.

"Diam! Jangan dekat-dekat!"

"Maafkan aku mah, maafkan aku, aku tidak ingin kehilanganmu, aku tidak ingin kehilangan Zeno, tidak ingin..."

"Aku ingin kita bercerai!"

"Tidak, tidak, jangan mah, jangan.... Aku tidak bisa hidup tanpamu, jangan biarkan aku sendiri...."

"Kamu sendiri yang memilih jalan ini, aku sudah tidak tahan atas perlakukanmu padaku, kau membohongiku pah, sakiiit...."

"Maafkan aku, mah, maafkan...." Pak Jonah mengelap air matanya, "aku siap kau perlakukan apa saja, aku siap. Aku ingin aku berbuat apa aku siap, atau... atau... atau kau ingin aku mati? Tidak apa-apa, asal kamu tidak meninggalkanku, sayang..."

"Mati saja kau!" teriak istrinya.

Pak Jonah berdiri, "ok, ok, aku akan mati asalkan kamu mau memaafkan aku mah, aku sayang sama kamu, mah." Pak Jonah pergi ke dapur. Istrinya melirik dan melihat suaminya pergi ke dapur.

"Tuan mau ngapain tuan?" ucap pembantu.

Istrinya bangkit bersama Zeno dan berlari ke arah dapur.

"Papah apa-apaan! Jangan melakukan itu, aku mohon," ucap Zeno.

GrappleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang