[TUJUH BELAS]
"TIDAK ada luka serius, hanya tergores. Itupun tidak harus sampai di jahit."
Selesai menutup luka di kaki kanan Azka dengan sebuah perban, Dokter Daviro terlihat bangkit dari tepi ranjang. Berdiri menghadap Azel yang kini tengah memandanginya cemas.
"Tapi untuk satu minggu ini, kamu tidak bisa bergerak dengan normal karna rasa nyeri yang cukup mengganggu," lanjutnya dengan wajah serius, "Jadi saya harap, kamu bisa istirahat total."
Sembari mengangguk paham, Azka yang kini tengah terbaring di atas ranjang besar dengan kondisi punggung yang bertumpu pada tumpukan bantal itu, terlihat memperhatikan lukanya.
"Terimakasih banyak, Dok. Dan maaf karna udah telfon malam-malam." Kata Azel dengan merasa bersalah.
Namun saat laki-laki tampan itu tersenyum sembari mengusap bahu kirinya, tersirat sedikit kelegaan dalam benak gadis itu.
"Saya Dokter keluarga kamu, jadi ini sudah merupakan kewajiban saya." Ucapnya hangat, "Saya permisi dulu, ya."
"Terimakasih, Dok." Ikut Azka dalam menyuarakan salam perpisahannya.
Nampak memandangi punggung laki-laki berjas itu yang berjalan menjauh dan berakhir menghilang keluar pintu. Meninggalkan helaan napas panjang Azka yang kini memburu.
"Nyokap lo udah tidur?"
Berbalik pada pasien malam hari-nya, perhatian Azel kembali sepenuhnya Azka dapatkan.
Namun bukannya menjawab, wajah murung ditemani rasa bersalah Azel-pun yang justru menjadi respon.
"Maaf. Karna aku, kamu jadi gak bisa jalanin aktivitas selama seminggu," ucapnya dengan nada lemah.
Namun belum sempat Azka menyuarakan pikirannya, gadis itu kembali berucap panik, "Terus Om Zion gimana? Kamu gak mungkin bohong, kan? Apalagi kamu harus istirahat full selama seminggu. Nanti schedule kamu gimana? Setau aku, batalin acara tiba-tiba bisa buat kamu dituntut atas ganti rugi. Nanti—"
"Ini gue bisa ikut ngomong, gak?" Potong Azka gemas disaat telinganya sudah mulai panas.
Membuat Azel mengatup mulutnya sempurna, membiarkan sosok tampan itu mengambil alih suasana.
"Gue bisa urus semuanya, gak perlu lo pikirin," ucapnya diakhir, "Sekarang mending lo tidur."
Tentu, bukan jawaban ambigu seperti itu yang ingin Azel dengar. Namun karna wajah lelah Azka kini terpancar jelas, mau tak mau gadis itupun menyerah untuk mengganggunya lebih jauh malam ini.
Membiarkan Azka beristirahat sejenak karna jam sudah mulai menunjukan pukul 1 dini hari.
"Aku ke kamar, panggil kalo ada apa-apa."
•••
Dengan tertidur secara tak pulas, manik Azel tanpa aba terbuka kala secercah sinar matahari yang masuk melewati celah tirai itu mengganggu mata terpejamnya.
Padahal Azel rasa, dirinya baru saja memejamkan mata selama semenit, namun pagi sudah menjelang.
Segera beranjak duduk dari tidur tak nyamannya sebelum menyibakkan selimut tebal miliknya. Tak perlu waktu lama untuk melompat turun dari ranjang besarnya, Azel berlari kacil menuju pintu kamarnya.
Berniat menghampiri kamar Azka dan menanyakan seputar kondisinya pada pagi hari ini, sebelum sosok yang ingin ia temui itu terpampang nyata saat pintu kamarnya terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatiful
Jugendliteratur[NEW VERSION] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Elsana Kiantara. Seorang gadis biasa yang memiliki wajah dibawah rata-rata dengan ta...