9| Pertemuan Kedua

14.7K 1.6K 16
                                    

[SEMBILAN]

SUARA ketukan pintu yang berasal dari luar pintu kamar tidur milik Azel ini, secepat kilat Elsa sambar dengan membukakannya. Segera mendapati sosok Tedy yang saat ini sudah berdiri tepat di depan pintu sembari menenteng sebuah totebag berwarna cokelat muda di tangan kanannya.

Tersenyum samar saat maniknya bertemu dengan laki-laki berparas tampan itu, "Sudah siap semuanya?"

Sekali lagi, Elsa menolehkan kepalanya. Mendapati kamar besar peninggalan Azel yang entah mengapa terasa nyaman untuknya, "Sudah, Om," kembali menatap sosok yang ada di depannya, "Tante Ayana udah tidur?"

Pertanyaan yang sempat Tedy respon dengan melirik jam tangan hitamnya, "Sudah jam satu malam, pasti dia sudah tidur."

Elsa mengangguk singkat, "Besok pagi, kira-kira apa yang bakal terjadi kalau tante Ayana tau, aku udah pergi?" masih terasa mengganjal karna harus meninggalkan wanita cantik itu secara tiba-tiba, Elsa memilih bertanya.

Mendengar pertanyaan khawatir yang Elsa lontarkan, jelas saja membuat Tedy menampilkan senyum manisnya, "Saya sudah berkonsultasi dengan Dokter Daviro dan beberapa Dokter lainnya," ucap Tedy sembari menepuk singkat bahu Elsa, "Kamu tidak perlu khawatir, kehadiran kamu hari ini sudah sangat membantu kita semua. Dan saya sangat berterimakasih dengan hal itu."

Sempat memberi jeda untuk sesaat, membiarkan Elsa menarik napasnya dalam-dalam untuk menenangkan rasa gelisahnya, sebelum Tedy nampak memberikan totebag yang sedari tadi dirinya genggam kepada Elsa, "Ucapan terimakasih dari Oma Anida, beliau hanya dapat menitip salam karna malam ini harus pergi keluar kota."

Dalam diam, Elsa sempat tersenyum singkat, tidak menyangka kalau Anida masih dapat mengingat keberadaannya, "Aku titip salam juga buat Oma, makasih udah nerima kehadiran aku dengan baik."

Gantian Tedy yang melambungkan senyuman, "Mari, saya antar pulang." ucapan terakhir yang terdengar dari bibir Tedy sebelum kedua orang itu nampak beranjak dari tempatnya.

Berjalan menuju halaman depan dengan Tedy yang memimpin, sementara Elsa hanya mengekor dengan raut sedih sembari menyempatkan matanya untuk memandangi sekitar.

Baru dapat menyadari beberapa hal lainnya yang ia temukan di dalam rumah mewah ini, karna tadi ia hanya bisa melihatnya secara singkat. Tidak pernah berhenti untuk takjub akan dekorasi yang tertata cantik di sekelilingnya.

Berakhir dengan menapakkan kakinya tepat disamping mobil porsche yang tadi pagi jugalah yang membawanya untuk sampai ketempat asing ini, nampak terkejud singkat saat suara ponsel itu terdengar nyaring ditengah heningnya malam.

Sempat menautkan alisnya bingung karna merasa kalau suara ponsel yang kini terdengar jelas dari dalam tasnya itu, bukanlah suara yang berasal dari ponsel miliknya mengingat dirinya yang tak pernah memasang nada dering senyaring itu.

Meski begitu, Elsa tetap memilih untuk membuka tas kecil yang tergantung di lehernya sebelum mengambil benda pipih berwarna hitam yang kini tengah menyala itu. Menampilkan sebuah nomor asing dilayar, membuat keningnya semakin berkerut penasaran.

"Silahkan, angkat saja. Saya tunggu di dalam mobil." dari tempatnya, Tedy mengeluarkan suaranya, tak lama nampak menghilang ke dalam mobil berwarna merah itu.

Memberikan waktu agar Elsa dapat mengangkat nomor asing itu meski di awal, gadis itu sedikit enggan melakukannya karna seumur-umur, ia tidak pernah mendapatkan telfon dari siapapun selain dari kedua orang tuanya.

"Halo?" sesaat setelah menggeser tombol hijau di layar, Elsa memilih untuk mengeluarkan suaranya terlebih dahulu.

"Ini siapa?" dahi Elsa jelas mengernyit saat suara bariton yang terdengar tidak asing itu masuk ke dalam telinganya.

FatifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang