[DUA PULUH]
TIDAK ada yang menyenangkan dari aroma rumah sakit.
Selain baunya yang menusuk hidung, kenangan gelap akan masa lalunya saat tengah menjalani proses operasi seakan datang menghantui. Bahkan bayangan rasa sakit dari pisau yang menggores kulitnya, mampu membuat bulu kuduk Azel berdiri.
Apalagi saat ia tengah ditinggalkan seorang diri karna Ayana mendadak memiliki kepentingan perihal pekerjaanya. Ditambah wanita itu yang bersikeras untuk membawakan perlengkapan Azel agar menginap beberapa malam diruang VVIP ini.
Terlalu berlebihan, tentu saja. Namun saat dirinya mendapati tatapan sendu dengan manik memohon itu, bagaimana mungkin Azel menolaknya?
"Udah makan?"
Tak diragukan lagi, sebuah suara yang tiba-tiba datang saat dirinya tengah melamun diatas ranjang rumah sakit itu mengejutkan Azel.
Suara yang segera membawa gadis itu untuk berpaling, menatap Azka yang kini tengah berdiri di depan pintu masuk, sembari menenteng sesuatu di tangan kanannya.
"Azka?" Balas Azel gugup sembari merapihkan rambut panjangnya.
Tak pernah menyangka jika Azka akan menghampirinya seperti ini, jadi ia tak mempersiapkan penampilannya secara maksimal.
"Gue bawain salmon, kata Tante Ayana, lo suka salmon." Tambahnya sembari meletakkan paperbag yang ia bawa diatas pangkuan Azel.
Menghadirkan bau yang menyengat dari makanan dihadapannya. Satu lagi perbedaan Azel dan Elsa selain dirinya yang tak pandai menari balet; yaitu dirinya yang membenci Salmon.
"Mau makan sekarang?"
Dengan segera, Azel menggeleng. Berusaha mencari alasan bagus sebelum maniknya disambut oleh kantong sampah berisikan kotak makan siang milik Om Tedy.
"Tadi udah sempet makan, sampahnya bahkan belum dibuang," katanya berbohong, "Nanti aja."
"Oke."
Dan ya, situasi canggung itu mulai tercipta disaat Azka selesai mengatakan kalimat terakhirnya. Mematung dengan kedua pandangan yang sama-sama berpaling menatap sekitar, mencari objek lain yang bisa mereka pandangi.
"Gue—" sesak karna situasi disekitar, akhirnya cowok itu memulai, "Minta maaf."
Pengalihan perhatian yang kembali membuat manik Azel berpaling menatap cowok yang tengah duduk dikursi samping ranjangnya.
"Maaf? Untuk?"
"Semuanya. Sifat gue, kelakuan gue dan omongan gue," tambah Azka sembari menunduk tipis, "Gak seharusnya gue kayak gitu."
"Kamu gak salah. Emang aku yang terlalu ikut campur."
Tentu, cowok itu menggeleng. Tak menyetujui ucapan Azel, "Gue juga gak tau kenapa bisa se-sensitif itu. Mungkin karna gue juga lagi ada masalah, ditambah mood gue yang emang lagi gak baik."
Mendengar perminta maafan tulus itu, membuat Azel menaikan senyumnya. Nyatanya, ia sudah memaafkan Azka jauh sebelum cowok itu meminta maaf.
"Aku gak pa-pa, Azka." Dan sekali lagi, Azel menjawab manis.
Membuat Azka tanpa sadar mendengakkan kepalanya. Menatap manik indah gadis yang saat ini tengah mengenakan pakaian rumah sakit yang kebesaran dibadannya.
Hingga di detik berikutnya, keduanya sama-sama berpaling canggung. Bahkan Azka sempat berdeham.
"Gue balik dulu, kalo perlu apa-apa bisa bilang gue." Kalimat terakhir yang sosok itu ucapkan, sebelum dirinya berlalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatiful
Teen Fiction[NEW VERSION] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Elsana Kiantara. Seorang gadis biasa yang memiliki wajah dibawah rata-rata dengan ta...