Earlene mengatur nafas berusaha tenang. Dia sibuk berfantasi dengan seluruh film action ketika perkelahian sengit terjadi di depan matanya. Astaga! Dia memang ingin menjadi agen IMF, tapi bukan sekarang, tanpa pelatihan apapun. Sparring dengan Arven beberapa bulan saja belum pernah menang, pria itu tidak berniat mengalah!
Earlene tidak tahu apa yang harus dia lakukan, orang-orang di depan sana tidak terlihat seperti preman jalanan. Mereka semua memakai jas, oh, yang benar saja!
Apakah penjahat ada fitur premiumnya?
Satu-satunya jalan adalah mundur, jika dia melewati orang-orang itu, mungkin hal terakhir yang ingatnya adalah panas hebat mengerikan besarang di tempurung kepala.
Mereka saling banting-membating, tinggi dan jangkung. Ini Earlene Edzzard, bukan Ilsa Faust! Pikirannya kosong dengan mata membola tak percaya. Satu sosok tinggi di sana menodongkan pistol, Earlene tidak berharap itu benar-benar pistol! Pikirannya tadi tadi kenyataan?! Ya ampun, jika dia maju dan menyelamatkan orang itu …
Bukan tidak mungkin dia ma—
Dorr!
Earlene terperanjat. Pria tinggi di sana membuktikan ucapannya. Pistol itu tidak hanya menjadi pajangan, tapi melihat gerak-gerik mereka, lebih seperti sebuah ancaman. Earlene menginjak pedal gas dalam-dalam, menabrak setidaknya dua sampai tiga orang. Satu pria lain melayang, terguling dan jatuh ke belakang mobilnya.
Prakk!
Dia menunduk bertepatan dengan kaca mobil bagian sampingnya di tembak pecah. Earlene gemetaran, peluru melesat menggores dahinya. Ada garis tipis darah segar di sana, telat sedetik saja, timah panas itu benar-benar akan bersarang pada tempurung kepalanya! Astaga, demi tuhan!
Apa dia baru menjemput malaikat maut!
Earlene etakutan, sungguh! Dia hanya menonton ini, dan suara tembakan di dunia nyata mengerikan! Nafasnya tersenggal hebat dan dadanya sesak. Apa dia punya riwayat panik attack sekarang! Tidak lucu
Tidak mengharapkan ini lebih jauh! Saat dia mengangkat kepala setelah di tolehkan di sisi, hal pertama yang di jumpainya adalah peluru! Earlene kaku, tubuhnya seolah menjadi batu karena mata Medusa!
Pistol ini lebih mengerikan dari Medusa!
Bukk!
Brakk!
Earlene bersyukur dalam-dalam. Pria itu! Wajahnya babak belur, cipratan darah memercik di kemeja abu-abunya. "Pria toko bunga!" pekik Earlene tak percaya.
Tapi ini bukan saatnya terkejut.
Dia beralih ke sisi sebelah, ada pria lain mencoba membuka pintunya. Earlene melepaskan kunci, menendangnya kasar, persetan dengan mobil mahal atau si pria toko bunga. Nyawanya kini lebih utama!
Brakk!
Bukk!
Pria itu terpelanting. Tidak! Bukan karena tendangan Earlene, tapi benturang rahang dengan kepalan tangan Arven. Ada juga gunanya pengawal satu itu mengikutinya setiap saat seperti penguntit. Arven tidak langsung melanjutkan menghajar pria tadi, dia menarik Earlene keluar dari mobil yang di penuhi puing-puing pecahan kaca.
"Nona, masuklah, saya akan mengurus ini." Dia memberikan kunci mobil lain, mobil hitam terparkir tepat di belakang mobilnya yang keadaannya mengenaskan.
"Tuan Muda!" panggilan Arven di ujung ssan menghentikan langkah Earlene. Oh, dia baru menyadari si pria toko bunga, orang yang menyebabkan kejadian ini!
Tapi, bukankah dirinya yang memutuskan untuk menyelamatkan pria itu sejak awal?
Earlene berlari maju tanpa pikir panjang, menyampirkan tangan pria itu ke bahunya, membawanya ke mobil Arven. Alasannya menuju jalan ini saja sudah dilupakannya.
Ada lebih banyak tombol dan tuas dalam mobil Arven. Dia menggaruk tengkuknya canggung, mobil Arven kelihatan lebih canggih, dengan hal-hal yang tidak dia pahami. Dia melirik pria di sampingnya, yang juga balas memandangnya. Earlene malah teringat pertemuan sialan mereka.
Earlene menekan-nekan tombol kecil di setir kemudi, karena biasanya itulah yang dia gunakan untuk menghidupkan. Tapi mobil tetap diam, tuas dan pedal gas juga tidak membantunya hidup dalam hal ini.
"Sabuk pengaman."
"Sempat-sempatnya!" hardiknya. "Lebih baik khawatirkan kepala kita lebih dulu!"
"Mobilnya tidak akan menyala jika tidak memakainya." Earlene menipiskan bibir dengan tampang muram. Menarik sabuk pengaman pria itu dan memasangkannya. Desisan rendah membuat Earlene menoleh pada tangannya yang terasa agak basah.
Darah …
Cairan pekat itu memenuhi hampir seluruh telapak tangannya. Dia menoleh ke depan meminta pertolongan, Arven dengan antek pengawalnya yang lain sibuk berkelahi, kadang kalah, kadang menang. Earlene melepas sabuk pengaman si pria, lalu membuka kancing jasnya dengan cekatan.
"Mengambil kesempatan, eh?" Earlene memukul mulutnya tidak sabar, melupakan fakta wajah itu sudah babak belur penuh lebam dan garis-garis darah memenuhinya.
Posisi mereka lebih seperti berpelukan saat Earlene menarik lepas jas hitam itu. Perut bagian kirinya sangat mengenaskan, darah mengalir dengan tidak sopannya. Earlene menutup matanya rapat-rapat, segera dia mengambil sapu tangan—sudah berada di dalam mobil, siapa tahu itu milik Arven.
"Aku kira kau ditembak."
"Juga ditusuk." Dia menunjuk pahanya yang tertutup celana panjang. Earlene menyentuhnya, dan darah singgah pada telunjuknya. Tidak memiliki phobia darah, tapi jika darah posisi yang sama, siapa yang bisa tahan! Darah dimana-mana!
"Tekan itu." Dia menarik tangannya ketika pria itu mengambil alih sapu tangan pada pinggang kirinya. "Harusnya kau tidak boleh mencabut pisaunya, dasar bodoh!"
"Biarkan itu menancap di pinggangku?"
"Dan lihat sekarang! Kau akan segera mati kehabisan darah!" Earlene terisak, si pria menoleh antara percaya dan tidak padanya.
"Hei, tidak perlu menangis, ini—"
"Aku tidak menangisimu! Aku menangisi diriku sendiri!" balasnya cepat! Mendelik garang dari balik genangan embun di mata cantiknya. Tatapan biru cemerlang beralih pada masing-masing tangan yang masih menyimpan bercak darah, dia mengambil jas si pria tanpa izin, mengelap tangannya.
"Tempat tinggalku beberapa blok—"
"Rumah sakit!" Earlene memasang sabuk pengaman miliknya dan pria itu, mobilnya berhasil menyala. Dia memundurkannya ke belakang sebelum berbelok di tikungan.
"Hanya peluru dan luka tusuk." Earlene berlagak pura-pura tuli. Hanya?! Dia bilang! "Bisa memanggil dokter kelu—"
"Jika peluru dan pisau tak membunuhmu, Tuan. Aku yang akan melakukannya!"
———
Vote and comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Antagonist
Fantasía"Jangan percaya siapapun." Ingat itu sampai akhir. Base jumpingnya tidak berjalan lancar. Earlene masuk dalam novel 'Infinity Words, You' yang secara misterius muncul dalam ranselnya. Sialnya! Dia masuk dalam tokoh antagonis kedua yang hanya masuk...