AJ-9

105 15 6
                                    

Winda yang tidak sengaja lewat depan kamar Nisa akhirnya mengulas senyum lega saat melihat Nisa bisa terbuka pada Eza. Terlihat olehnya Nisa juga lebih tenang dan kembali ceria.

Si paling bisa nangani Nisa, batin Winda sembari tersenyum saat teringat momen pertama Nisa dan Eza bertemu.

***

Kala itu tengah libur sekolah, Herman, suami Winda sekaligus ayah kandung Nisa, meminta Eza berlibur di Sukabumi. Winda yang sempat khawatir setengah mati akhirnya bisa bernafas lega, baik Eza maupun Nisa ada ketergantungan satu sama lain. Dan ia juga bisa melihat jika suami keduanya itu sayang pada Eza. Membuat Winda benar-benar lega dan bahagia. Terlebih Eza juga tampak nyaman dengan status barunya, kakak dari Nisa.

Lama mereka terpisah, karena Eza tetap di Bandung melanjutkan sekolah juga kuliah. Sedang Nisa dan Winda menetap di Sukabumi. Baru pasca meninggalnya Herman, Eza yang sudah diterima bekerja di Jakarta, lebih sering pulang ke Sukabumi daripada ke Bandung. Itu karena ia merasa harus memastikan Ibu dan adik sambungnya baik-baik saja.

Meski sempat jarang bertemu, Nisa dan Eza tampak biasa saat kembali dipertemukan. Tidak ada kecanggungan luar biasa antara mereka. Membuat Winda merasa bersyukur, putra kandung dan putri sambungnya itu dekat dan akur.

***

"Kenapa katanya, A?" Tanya Winda penasaran saat melihat Eza keluar kamar Nisa.

"Biasa Bu. Temen kerjanya pada rese. Nisa dikatain macem-macem."

"Macem-macem gimana?"

"Ya gitu, simpanan bos lah, ini lah, itu lah." Jawab Eza yang membuat bola mata Winda membulat.

"Nggak sekolah apa itu mulut?!" Geram Winda. Eza angkat bahu.

"Nisa udah tenangan. Katanya dia mau keluar aja. Tapi emang bagus keluar sih soalnya toxic gitu lingkungan kerjanya. Biar dia cari kerjaan lain."

"Padahal jangan keluar, panas-panasin aja biar..."

"Kasian, mental Nisa nanti yang kena." Potong Eza. "Nisa belum sepenuhnya siap terjun ke dunia kerja kayaknya." Sambungnya.

"Terus kalau di tempat baru juga dia dapat temen kerja yang kayak gitu?"

"Nanti Eza ajarin dia pelan-pelan soal dunia kerja. Kalau memang dia masih mau kerja." Ujar Eza menenangkan kegundahan hati sang ibu yang mana kegundahan itu terlihat dari sorot matanya.

"Ohh iya atuh kalau gitu mah." Angguk Winda mulai tenang. "Ehh mumpung kamu pulang lebih awal, besok kita ke Bandung yuk?! Nggak usah kamu yang nyetir, kita pakai sopir aja." Ajak Winda tiba-tiba.

"Eza yang nyetir juga nggak apa-apa." Sahut Eza.

"Bener nggak apa-apa?"

"Bener."

"Ya udah atuh. Udah lama Ibu nggak ke Enin sama Pak Aki soalnya."

"Sama." Sahut Eza. "Ajak Nisa tapi kan, Bu?!" Ujarnya kemudian.

"Iya, ajak aja. Tapi kalau nggak mau ikut, nggak apa-apa jangan dipaksa." Eza mengangguk paham.

"Coba Eza ajakin dulu." Ujar Eza sembari balik badan.

"Emang Nisa belum tidur?" Tanya Winda saat melihat putranya hendak beranjak.

"Belum. Barusan ditinggal mah masih main hp." Jawab Eza sembari terus berjalan kembali ke kamar Nisa. "Nis." Panggil Eza sembari membuka pintu kamar Nisa lebar-lebar.

"Iya, A."

"Besok ikut yuk?!" Ajak Eza sembari berjalan mendekat.

"Ke mana?"

Aku Jodohmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang