AJ-40

76 11 6
                                    

"Nis, aku ini udah di lobi." Ujar Angga saat sambungan teleponnya pada Nisa terhubung.

"Bentar." Sahut Nisa yang baru saja keluar dari lift. "Yuk?!" Seru Nisa saat ia sudah berada di hadapan Angga. Laki-laki itu langsung mengangguk dengan seulas senyum manis.

"Ayo." Sahutnya.

Akan tetapi di detik lain Angga mengernyitkan kening saat tidak mendapati Nisa balik badan menuju lift yang baru saja membawanya turun itu, tapi Nisa malah berjalan ke arah lain. Meski begitu Angga tetap ikut juga, tidak banyak berkomentar terlebih saat langkah Nisa terus terayun menuju sebuah kantin. Angga sedikit menggelengkan kepalanya, berhasil menemukan jawaban.

"Makan di sini, nggak apa-apa kan?" Tanya Nisa dengan wajah tanpa dosa.

"Nggak apa-apa." Sahut Angga lemas.

Bukan ini dan bukan seperti ini yang diharapkan Angga. Jelas-jelas tadi ia meminta izin untuk menumpang makan di unit bukan mengajak makan di kantin apartemen. Angga menghela nafas diam-diam sembari ikut memesan seperti Nisa.

Sederhana tapi Angga sudah terbiasa, sehingga ia menikmati betul makan malamnya terlebih ditemani Nisa seperti ini. Nasi rames dan es jeruk. Nisa menghabiskan makan tanpa banyak kata, begitu pun Angga. Mereka baru bersuara saat makan malam mereka habis.

"Nis, nanti bisa ngobrol sebentar nggak?"

"Mau ngobrolin apa?"

"Ya nanti, masa di sini?!"

"Emang mau ngobrol di mana?"

"Di unit kamu aja gimana? Biar nggak ada yang denger juga. Soalnya ini tentang kita." Angga sengaja menurunkan volume suaranya di akhir kalimat.

Nisa tampak berpikir. Menimbang baik dan buruknya menerima Angga di unit. Terlebih ia tengah malas membahas apa pun itu saat ini. Pikirannya masih kacau, perasaannya masih tidak karuan, moodnya masih hancur lebur akibat perceraiannya dengan Eza.

"Aku belum sempat beresin unit. Lagi mager berat. Nggak enak, kamar kayak kapal pecah nerima tamu." Nisa meringis, mencoba mencari alasan. "Kalau ngobrol di titik kopi gimana?"

"Titik kopi?"

"Iya di mini market depan. Kan ada tempat ngopinya. Enak kok tempatnya." Ujar Nisa meyakinkan.

"Nggak sekalian ngafe aja?! Aku yang traktir."

"Duuuh lagi mager banget, asli. Kalau ke titik kopi pake baju gini aja aku berani. Kalau ngafe, masa iya pake piyama ngafe."

"Nggak ngaruh. Kamu pake baju apapun tetep cantik."

"Yaiyalah kan cewek." Timpal Nisa asal.

"Kamu...." Angga tersenyum lebar. "Jadi kita ke titik kopi aja?"

"Iya kamu ngopi, aku nge-es krim"

"Iya boleh."

Mereka pun kini tengah berjalan menuju mini market yang dimaksud Nisa. Sebuah mini market yang tepat berada di pintu keluar parkir apartemennya.

"Nis, soal Papa...." Angga langsung bersuara saat mereka sudah duduk di sebuah meja dengan ditemani satu cup kopi dan satu cup es krim coklat. Kalimat Angga langsung dipotong Nisa.

"Ga, sebelumnya aku mau ucapin makasih banyak atas bantuan kamu. Tapi maaf.... Kayaknya mending nggak usah dilanjut." Putus Nisa.

"Kenapa?"

"Aku lagi nggak mood serius-seriusan sama orang. Lagian kayaknya ini terlalu jauh. Nikah kan nggak bisa sembarangan, yang aku tahu nikah itu butuh banyak faktor untuk bertahan."

"Tapi kalau orang-orang jadi berasumsi kita itu emang settingan, gimana?"

"Terserah mereka yang penting aku saat ini bukan istri siapa pun kan?!" Angga diam-diam menelan saliva. "Enaknya bikin kabar apa ya? Aku jujur nggak enak banget sama Om Alam kalau kita nggak secepatnya beresin ini."

"Nanti aku cari momen yang pas."

"Makasih ya, Ga. Maaf selalu repotin kamu."

"Nggak, kamu nggak pernah repotin aku." Sahut Angga. "Sebentar ya, Nis." Angga pamit ke toilet. Nisa mengangguk.

Saking tidak fokus karena mendengar ucapan Nisa dan terburu-buru ingin menghindar dari Nisa sejenak, Angga lupa membawa ponsel yang semenjak tadi tergeletak di atas meja itu.

Angga beranjak ke toilet, sedang Nisa matanya tergoda oleh camilan yang ada di rak tak jauh dari posisi duduknya saat ini. Ia lantas beranjak dari posisi duduknya hendak membeli camilan itu. Saat berdiri ia baru menyadari ada ponsel Angga tertinggal di meja. Karena khawatir hilang, ponsel itu pun ia ambil. Dan saat berada di genggamannya, ponsel tersebut bergetar. Refleks Nisa mengintip layar ponsel tersebut.

Mama
A, itu kamu di mana? Udah ngomong sama Nisa? Mama mohon jangan bikin Papa emosi. Papa udah diam aja selama ini kamu banyak bantu Nisa dan keluarganya, sampai kamu harus kehilangan asset. Ayolah ini mah nyangkut nama baik keluarga. Masa iya udah tunangan gede-gedean ehh cuma prank, demi bantuin Nisa.

Nisa mengernyitkan kening. Banyak bantu Nisa dan keluarganya. Kehilangan asset? Dahi Nisa benar-benar berkerut.

Jika acara pertunangan, memang ia tahu dan merasa dibantu Angga tapi yang lainnya ia merasa tidak tahu menahu. Ada apa? Itu yang jadi pertanyaan.

Mama
Jangan kayak anak kecil, kabur-kaburan. Hadapin Papa, ajak ngomong Nisa. Misal Nisa belum siap sekarang-sekarang ya bicarakan Nisa siapnya kapan. Takut keburu si Papa ngamuk. Mama denger, Papa mau out katanya dari usaha Bu Winda kalau kebukti gosip di luaran sana, kamu sama Nisa cuma ngeprank kita-kita.

Out dari usaha Ibu?! Nisa membulatkan mata.

Aku Jodohmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang