"Duuh yang udah gajian." Guyon Angga yang membuat Nisa terkekeh. "Traktir atuh."
"Boleh." Sahut Nisa yang memang berniat mentraktir Angga. Karena menurutnya Angga adalah orang yang memberi ia jalan mendapat pekerjaan ini.
"Bener?"
"Iya bener. Asal jangan mahal-mahal, gaji aku baru gaji pokok belum ada pernak perniknya." Tutur Nisa.
"Hahaha kamu." Angga tergelak. "Traktir cilok aja atuh kalau gitu mah."
"Emang boleh secilok itu." Ujar Nisa. Mereka pun tergelak.
"Boleh, apa sih yang nggak boleh buat kamu. Ehh ngomong-ngomong besok kamu ada acara nggak?"
"Nggak ada."
"Ikut aku yuk?!"
"Ke mana?"
"Ke tempat wisata yang baru di Puncak."
"Hah?!"
"Tenang aku yang bayarin."
"Dalam rangka?"
"Pengen aja ajak kamu."
"Hehehe...." Nisa nyengir.
"Mau ya?!"
"Aku harus izin dulu."
"Ya izin aja."
"Tapi nggak janji ya?!"
"Lho...?!"
"Takutnya nggak diizinin."
"Masa nggak diizinin."
"Hmmmm...." Nisa bingung menjelaskan mengenai kondisi dirinya di rumah. Beruntung Angga tidak lama kemudian mengakhiri sambungan teleponnya.
"Abis nelepon gebetan kok malah bete." Seloroh Ida sembari menghampiri putra sulungnya itu.
"Dia nggak yakin diizinin atau nggak katanya."
"Ya udah besok biar Mama yang langsung mintain izin ke orangtuanya." Ujar Ida.
"Bener, Ma?"
"Iya."
"Makasih, Mama." Ucap Angga sumringah.
"Sama-sama."
Dan saat pagi menyapa, betapa terkejutnya Nisa saat mendapati Angga juga keluarganya datang menjemput. Ida, mamanya Angga benar-benar berbicara pada Winda agar mengizinkan Nisa pergi bersama mereka. Winda pun mau tidak mau memberi izin, terlebih Ida berjanji akan pulang tidak lebih dari pukul sembilan malam dan ia yang akan mengantar Nisa pulang kembali nanti.
***
"Nisa ke mana? Perasaan nggak liat dia." Ujar Eza sembari mengedarkan pandangan ke seluruh ruang sepulang dari lari pagi keliling perumahan.
"Main ke Puncak."
"Hah?! Sama siapa?"
"Sama pacarnya kayaknya."
"Nisa punya pacar?"
"Kayaknya."
"Kok diizinin?"
"Soalnya tadi yang minta izin mamanya laki-laki itu, Ibu nggak enak kalau ngelarang. Nggak ada alasan kuat."
Tanpa Winda sadari putra semata wayangnya itu mengatupkan rahang kuat sembari mengepal. Ia pun melahap sarapannya dengan cepat.
***
"Ihh kok nggak bilang-bilang sih perginya sama...." Protes Nisa pelan saat mereka baru saja turun dari mobil. Maklum ia tidak mungkin protes di mobil, Angga bertugas menyetir tadi ditemani papanya. Sedang di bangku belakang, ada Nisa, mamanya Angga juga adik perempuan Angga.
"Nggak apa-apa, mereka juga pengen kenal kamu soalnya."
"Malu tau."
"Kenapa mesti malu?!" Ujar Angga. Nisa tersenyum kecut.
Duuh seumur-umur baru kali ini aku jalan sama cowok lengkap sama keluarganya gini. Batin Nisa.
***
"A... Lagi ngapain?"
"Nunggu Nisa."
"Bentar lagi juga kayaknya nyampe, barusan Nisa kirim pesan soalnya, udah sampe Sukaraja."
"Ohh..."
"Udah biar Ibu aja yang nunggu. Kamu mending istirahat. Sebelum subuh udah harus berangkat kan?"
"Iya. Tapi mending Ibu yang istirahat. Pintu biar aku yang jaga dan nanti sekalian aku kunci-kunci."
"Ehh..."
"Lebih aman cowok yang jaga pintu." Pungkas Eza.
"Ya udah Ibu ke kamar dulu."
"Iya."
Harusnya Eza kembali ke Jakarta tadi sore tapi berhubung Nisa keluar kota bersama orang lain, ia memutuskan mengundur kepulangannya ke Jakarta jadi esok hari. Tepatnya sebelum azan subuh berkumandang nanti. Itu ia lakukan karena ia ingin memastikan terlebih dahulu Nisa pulang dengan aman dan selamat dan ingin tahu Nisa diantar pulang oleh siapa dan jam berapa sampai rumah.
"Assalamu'alaikum." Ucap Nisa juga Ida dan Angga.
"Waa'alaikumsalam." Jawab Eza yang langsung bangkit dari duduknya di kursi teras, menghampiri Nisa dan dua orang yang tidak ia kenali.
"A Eza?!" Nisa cukup terkejut melihat keberadaan Eza malam ini di mana biasanya Minggu malam Eza sudah tidak berada di Sukabumi.
"Duuh maaf tadi agak macet." Seloroh Ida.
"Iya, Bu. Makasih sudah antar Nisa pulang ke rumah." Ujar Eza berusaha sopan.
"Sama-sama, Ibu Winda...?"
"Ibu kebetulan sudah istirahat di kamarnya." Mendengar jawaban Eza. Nisa meringis.
Aku kan seharusnya pulang sebelum Ibu istirahat. Batin Nisa.
"Ohh ya udah, titip salam buat ibu ya." Ujar Ida yang langsung diangguki Eza. "Nis, kita pulang dulu." Pamit Ida.
"Iya, Tante. Makasih."
"Nis." Angga mengangguk tanda pamit. "A..." Eza ikut mengangguk, mempersilakan tamunya itu pergi.
"Bye..." Nisa melambaikan tangan sekilas. Angga dan Ida pun berlalu kembali naik ke dalam mobil mereka yang kini dikendarai Papanya Angga. Beliau memang izin tidak ikut turun tadi, sehingga menunggu di dalam mobil beserta adiknya Angga.
Saat Eza mengunci pintu pagar rumahnya, Nisa yang benar-benar tidak enak hati itu pun segera masuk ke dalam rumah.
Pulang telat banget emang ya aku sampai Ibu udah tidur pas aku pulang? Batin Nisa yang segera cek ponselnya. Telat lima belas menit. Gumamnya.
"Dari mana?" Tanya Eza.
"Ehh.." Nisa terperanjat saat mengetahui Eza ternyata mengikutinya dari belakang. "Dari Puncak, A."
"Mereka siapa?"
"Yang laki-laki Angga, kakak kelas aku pas SMA. Yang ibu-ibu itu mamanya."
"Ngapain aja di Puncak?"
"Main, A. Ke tempat wisata yang baru itu."
Karena Eza tidak lagi bereaksi atau pun merespon, Nisa berpikir Eza sudah selesai bertanya dan berbicara dengan dirinya. Maka dari itu Nisa berlalu ke kamarnya.
Saat pintu kamar hendak ditutup, Eza langsung menahannya. Nisa kebingungan, kerutan di dahinya tampak nyata.
"Kenapa, A?" Tanya Nisa.
Eza tidak menjawab. Ia hanya menatap tajam Nisa. Lalu dengan agak memaksa ia membuka pintu lebar-lebar. Eza melenggang masuk ke kamar Nisa.
Nisa mulai tidak enak perasaan terlebih saat melihat Eza duduk di pinggiran tempat tidur. Setelah sebelumnya berhasil menutup pintu dan mengunci pintu kamar Nisa.
Ada apa? Mau ngapain? Batin Nisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Jodohmu
RomansaKalau sudah jodoh, bagaimana pun ceritanya pasti akan bersatu. Tapi benarkah kamu jodohnya aku? Happy Reading ❤️