AJ-35

81 13 2
                                    

"Maaf tapi cuma itu yang terlintas di pikiran saya untuk saat ini." Ujar Angga.

Baik Nisa maupun Winda hanya bisa menelan saliva mendengar usulan yang disampaikan Angga itu. Sedang Eza semenjak tadi nafasnya pendek-pendek, rahangnya terkatup keras dan tangannya mengepal.

"Kalau nggak salah tiga bulan lagi kan, Nis?" Tanya Eza sembari melirik Nisa. Ya mereka berempat kini tengah duduk di ruang tamu rumah Winda. Eza, Nisa, Winda, dan juga Angga.

"Iya." Angguk Nisa.

"Ya udahlah biarin aja. Ntar juga berhenti sendiri." Pungkas Eza.

"Maaf, A. Kalau berhenti, kalau malah semakin menjadi-jadi?" Tanya Angga yang tidak setuju dengan Eza. "Namanya orang nggak suka, biasanya pasti ngelakuin semua hal sampai ia ngerasa berhasil dan puas." Sambungnya.

"Siapa ya yang jahil?" Tanya Winda.

"Ahh namanya juga dunia kerja, Tan. Sama aja kayak dunia usaha. Sama-sama kejam dan keras." Sahut Angga diplomatis.

"Iya." Winda mengangguk setuju.

"Jadi gimana?" Tanya Angga. Nisa meringis.

Angga memang sengaja pagi-pagi buta bertandang ke rumah Winda. Itu ia lakukan karena hendak menawarkan opsi pada Nisa untuk pura-pura berhubungan dan hendak melakukan pertunangan untuk meredakan isu yang tengah terjadi. Sontak Eza menentang. Ia tidak terima meski hanya pura-pura.

"Kabarin aja kalau berubah pikiran." Ujar Angga yang akhirnya pamit. Nisa mengangguk pelan.

Sepeninggal Angga, Eza dan Nisa pun bersiap kembali ke daerah perantauan masing-masing. Tidak seperti biasa, kali mereka berpisah tepat di teras rumah Winda.

"Sabar ya?! Kalian lagi diuji kekompakannya, kedewasaannya, emosinya pokoknya lagi dipantaskan." Nasihat Winda. Keduanya mengangguk pelan.

Nggak lama kok, tiga bulan lagi aja. Batin Eza saat kendaraannya kini memasuki pintu tol Bocimi.

***

Nisa diam-diam menelan saliva saat mendengar apa yang Feri katakan pada Angga memang benar. Ia akan dikenakan sanksi double jika terbukti melanggar aturan. Bahkan meski tiba-tiba ia tidak memperpanjang saat kontrak kerja selesai, tetap sanksi itu melekat.

"A, aku takut."

"Nggak usah takut. Kan ada Aa."

"Selain ada denda, juga ada kurungan." Ujar Nisa pelan.

"Hah?! Penjara?" Eza terperanjat.

"Iya."

"Gitu amat?"

"Soalnya katanya kalau sampai kejadian teh kayak yang nyepelein aturan makanya...."

"Nis...."

"Apa kita ikut usulan Angga aja ya?!"

"Nisa?!"

"Selama kita gini, ya orang bakal terus mantau. Beda cerita kalau salah satu dari kita tunangan sama orang lain. Kesannya kayak mutus mata rantai mereka pantau kita terus nggak sih?!"

"Bilang aja pengen tunangan sama si Angga." Sela Eza tidak suka.

"Nggak. Tapi mau gimana lagi. Mau Aa yang tunangan? Sama siapa? Suci? Kalau Suci baper?"

"Kalau si Angga baper?!" Eza balik bertanya.

"Nggak akanlah, A." Tekan Nisa. "Lha dia yang ngusulin ide ini. Kan di depan Ibu sama A Eza ngusulinnya juga."

"Nggak tahu ahh...." Timpal Eza antara sebal, kesal dan lainnya.

***

"Pak Dhani?" Sapa Angga saat ia berpapasan dengan Dhani di sebuah pintu masuk kafe.

"Ehh, Pak." Balas Dhani yang memang mengenal Angga.

"Apa kabar?"

"Baik. Gimana sebaliknya?"

"Alhamdulillah."

"Kemarin dengar-dengar kecelakaan. Maaf nggak sempet jenguk, soalnya saya baru pulang kemarin."

"Iya nggak apa-apa. Lagian cuma lagi apes aja kemarin itu. Nih udah baik-baik aja. Ehh iya, gimana lancar honeymoon keduanya?"

"Lancar."

"Pengen ihh kayak Pak Dhani."

"Ayo atuh cari calonnya."

"Hehehe iya." Cengir Angga. "Ehh Pak, kalau misal. Misal nih ya, acara engagement gitu biasa kena berapa?"

"Ehh..."

"Misal..." Cengir Angga.

"Dimana dulu lokasinya. Kalau di rumah bisalah kita atur. Tapi kalau di ballroom hotel gitu agak sudah kalau mau pangkas-pangkas biaya."

"Ballroom yang enak buat acara biasanya di ballroom hotel mana?"

"Hotel Sukabumi langganan kita sih. Recommended."

"Berapa dan dapat fasilitas apa aja?"

"Nanti saya kirim ke email aja, gimana? Biar enak bisa baca-baca dulu. Soalnya ada beberapa paket yang bisa dipilih." Tutur Dhani.

"Ohh gitu?! Ok, ditunggu banget lho."

"Siap. Sebentar saya kontak bagian marketingnya. Dia yang bakal email. Saya nggak punya filenya."

"Bos sih ya?!"

"Bos kecil." Mereka pun seketika terkekeh bersama.

***

"A, kasian Nisa." Ujar Winda saat ia berhasil menelepon putranya malam ini.

"Tapi, Bu....."

"Cuma pura-pura. Angga sendiri yang menawarkan diri untuk berpura-pura. Ibu yakin Angga tulus. Sama seperti saat dia bantu ibu."

Tapi aku nggak yakin dia setulus itu, batin Eza namun ia malas mengucapkannya. Merasa percuma.

"Nis..." Sapa Eza.

"A..." Isak Nisa.

"Kamu kenapa?" Sontak membuat laki-laki itu khawatir.

"Katanya bulan depan mau ada tes keperawanan. Nggak tau beneran, nggak tau gosip. Aku takut banget emang bakal ada."

"Hah?!"

"Gimana dong?!"

"Kamu tenang dulu."

"Nggak bisa A Eza." Eza menarik nafas panjang. Jika sampai benar ada, tamat riwayat Nisa. Begitu pikirnya. "Kalau aku pura-pura tunangan sama Angga, mereka masih ngurusin hidup aku nggak ya?!"

"Kamu mau terima usulan si Angga itu?!"

"Kalau emang itu jalan keluarnya."

"Emang kamu yakin?"

"Ya dicoba aja dulu, kan belum tau."

"Kalau ternyata nggak ngefek?" Tanya Eza.

"Bikin berita putuslah." Ujar Nisa. Eza kembali menarik nafas panjang sembari berpikir keras.

"Ya udah siniin nomor telepon si Angga-nya. Biar Aa yang ngomong." Ujar Eza akhirnya.

Aku Jodohmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang