"Nduk cah ayu, cah bagus..."
Suara itu membuat mereka terlonjak kaget, menatap kearah sumber suara dari seorang kakek-kakek yang sedang membawa beberapa kayu berdiri tak jauh dari mereka. Pangeran berdiri tersenyum lalu membalas sapaannya.
"Nggeh Mbah, enten nopo?" balas Pangeran dengan aksen jawa lugunya.
"Ngopo eneng kene Le? Nduk?" tanya nya sembari mendekat kearah mereka, Sera dan Arum hanya bisa menyimak mereka tidak terlalu tau artinya, jadi hanya bisa tersenyum.
"Kulo kaleh rencang-rencang nembe mawon kena bencana, Mbah." jawab Pangeran.
"Kui kancamu sikil'e lagi loro? ngasi biru koyo ngono, Le?" tanya Kakek itu menatap kaki Sera yang membiru.
Pangeran mengangguk dan duduk kembali, "Nggeh Mbah, wau kebentur wit." ucapnya, menjelaskan kronologi kejadian yang menyebabkan kaki Sera dapat membiru, sedangkan sang empu semakin merasakan nyeri itu menjalar.
"Ran kaki ku makin sakit," lirih Sera didekat Pangeran, membisik.
Kakek itu seakan mendengar nya lalu dengan senyuman lebar pun menjawab, "Nduk, tak tambani melu aku yo? Seko elor mau langit'e wes peteng iki mengko bakal enek angin gede seko elor, dadi ayo melu aku. Yen jek arep ning kene bakal bahaya." sahut kakek membuat Sera bingung.
Pangeran menatap kearah kedua teman nya, menatap nya meminta persetujuan mereka, Bagaimana?
"Maksudnya apa? aku gak paham." Arum bertanya.
Bunyi plak terdengar dari suara tepukan jidat Pangeran dengan telapak tangan nya, "Kakek itu minta buat kita ikut dengan nya, disini bakal ada badai dari utara. Kalau kita disini terus, bisa-bisa kita semakin dalam bahaya. Mau ikut ndak?" tanya Pangeran menjelaskan.
"Boleh buat neduh dulu kalau disini ada pedesaan," Setuju Arum diikuti oleh Sera.
Pangeran tersenyum dan mengangguk, "Nggeh Mbah, tak tumut sampean." balas Pangeran diangguki oleh kakek itu.
Berhubung Sera tidak bisa berjalan karena kakinya semakin membiru alhasil perempuan itu digendong oleh Pangeran di punggung. Membiarkan Kakek itu berjalan terlebih dahulu memimpin jalan menuju tempat yang aman. Arum merasa sedikit lega karena dapat pertolongan oleh seseorang, walau ada sedikit keresahan memikirkan kedua teman nya yang terpisah...
"Aku baru tau kalau ada desa disini," ucap Sera dipundak nya, membuat Pangeran dan Arum mengangguk.
"Tapi syukur ada yang mau nolong kita," sahut Arum mengusap keringat di dahinya.
Matahari sudah lama terbit dari ufuk timur, menyinari dan memberikan kehangatan untuk para makhluk hidup. Perjalanan mereka diisi oleh keheningan, kakek itu berjalan didepan mereka dengan pelan sering juga menoleh kebelakang untuk memastikan ketiga orang itu mengikutinya. Sedikit aneh, tapi senyuman kakek itu membuat pikiran negatif mereka sirna. Bahkan Pangeran dan Sera juga tidak melihat beberapa penampakan disetiap perjalanan mereka, begitupun juga hawanya yang sudah tak terasa berat seperti tadi.
Tibalah mereka di gerbang pintu desa ini, terpampang dengan jelas bertuliskan 'DESA CANDIWANGI' diatasnya. Terlihat juga disisi kanan-kiri gapura ini terdapat patung dengan bentuknya yang menyerupai seekor naga yang besar. Dibawahnya terdapat beberapa jenis sesajen membuat mereka kaget, sesajen didepan gapura desa? untuk apa? tapi rasa penasaran itu mereka pendam saat kakek itu segera mengajak mereka untuk masuk.
Diam-diam tanpa mereka sadari, ada sebuah benda yang menolak mereka masuk kedalam desa ini.
"Ayo gek mlebu..." ucap Kakek itu dengan suara lembut nya.
Setelah beberapa meter mereka masuk gapura itu, terlihat lah beberapa perumahan yang rata-rata rumah para penduduk itu menggunakan dinding yang berbahan dasarkan bambu yang dianyam sendiri, atap yang masih menggunakan daun kelapa dan penerangan di pinggir jalan serta perumahan masih menggunakan obor. Udaranya sejuk, suara riuh jual beli juga menghiasi mereka berjalan, melihat beberapa ibu-ibu didepan teras rumah itu sembari ngobrol dan anak-anak yang bermain di depan rumah, senyuman bahkan terlempar pada mereka.
"Tempatnya asri ya," gumam Arum.
"Iya, gak nyangka ada pedesaan disini. Kalo gitu mah kita dari kemarin kesini gak sih?" tanya Sera, Pangeran hanya terdiam dan mengangguk.
Benar juga, mending disini dari pada di tempat danau itu.
Pangeran menghembuskan napas nya gusar, memikirkan tentang tempat danau tadi dirinya langsung teringat akan keadaan kedua sahabat nya itu. Bagaimana mereka sekarang? Apa mereka baik-baik saja? Semua pertanyaan tentang mereka memenuhi pikiran Pangeran, hingga membuatnya tenggelam dalam lamunan.
"Iyakan, Pangeran?" Suara Arum membangunkan Pangeran dari lamunan nya dan menolehnya bingung.
"Hah?" tanya Pangeran gelagapan.
"Kamu melamun ya?" tanya Sera kepada pria yang menggendong nya ini.
"Yudis sama Iyan pasti selamat, Ran. Mereka itu yang terkuat loh diantara kita." kata Arum menepuk pundak Pangeran, sebenarnya dirinya juga sangat khawatir tapi ia tutup-tutupi.
Ingin sekali Pangeran menyela tapi pasti mereka mungkin akan semakin khawatir, finalnya Pangeran hanya bisa mengangguk.
Ketiga pendatang baru itu masih mengikuti Sang Kakek yang terus berjalan menuju sebuah bangunan yang tampak lebih indah dari yang lain nya, bahkan bangunan itu berdiri dengan dominan kayu yang penuh ukiran. Pangeran dan kedua teman nya berhenti, menatap pendopo yang bertuliskan "Balaidesa Candiwangi". Pantas saja bangunan nya berbeda dari bangunan rumah yang lain nya, ternyata pendopo Balaidesa.
"Nduk, Le... Doan iso istirahat ning pendopo kui sek yo? Simbah tak menyang omah e Pak Kades, ngandani enek tamu." ucap Kakek itu mempersilahkan mereka untuk istirahat disana.
"Nggeh Pak, Matur sembah Nuwun nggeh." Angguk Pangeran sedikit menunduk memberi hormat lalu berjalan diikuti oleh Arum.
Pangeran menurunkan Sera dan disandarkan nya di tiang pendopo ini, meluruskan kaki dan punggung mereka. Perjalanan dan kejar-kejaran tadi menguras banyak energi serta keringat mereka. Sembari menunggu Kakek dan Pak Kades ke pendopo ini. Pangeran membuka tas nya, mengambil biskuit dan air mineral untuk mengganjal perut mereka yang sudah bernyanyi sedari tadi.
Duduk setengah lingkaran menghadap kearah perumahan warga. Iya, pendopo ini sedikit lebih tinggi diatas para perumahan para warga. Jadi mereka bisa melihat dengan jelas aktifitas para warga diatas sini.
"Jelas ya dari atas sini, pasti ramai kalau ada acara." ucap Arum memandangi pedesaan asri ini dan ayem ini.
"Iyaa, tapi mereka jauh sekali dengan kota. Pemerintah harus tau sih desa ini masih kurang maju," celetuk Sera.
"Iya, disini pun juga kayaknya belum ada yang pakai listrik ya? bahkan mereka rata-rata juga gak punya alat transportasi." sambung Pangeran.
"Dilihat dari warga penduduk desa... Eh desa mana?" tanya Sera lupa dengan nama desa ini.
"Desa Candiwangi."
"Iya, cara berpakaian mereka bahkan masih menggunakan lurik dari jawa ya? Pedesaan jawa itu rata-rata masih menggunakan lurik gak Ran zaman sekarang?" tanya Sera menoleh kearah yang ditanyainya.
"Jarang-jarang sih di desaku, kalau didekat kawasan keraton mungkin mereka masih menggunakan baju seperti itu." jawab Pangeran.
Sudah beberapa menit mereka mengobrol akhirnya kakek dan laki-laki paruh baya yang mungkin itu adalah Kades yang Kakek tadi maksud. Mereka menghampiri ketiga pendatang itu, dengan membawa sebuah kotak yang berisikan obat untuk Sera. Pangeran, Arum dan Sera menyalami bapak Kades itu yang tersenyum ramah kearah mereka.
"Namane sinten?" tanya Kades itu duduk di pendopo diikuti oleh si Kakek.
.
.
.
.
..✎✐..
BERSAMBUNG.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUTAN GHAIB [SELESAI]
Ужасы"Jangan mati, oke?" . . Hanya sebuah tragedi Horor yang dialami oleh 5 sekawan yang tak sengaja masuk ke dalam hutan asing hingga membuat mereka tersesat disana. Lalu bagaimana akhir dari kisah mereka? Hidup atau Mati? Mari ikuti kisah menegangkan m...
![HUTAN GHAIB [SELESAI]](https://img.wattpad.com/cover/353180820-64-k699000.jpg)