𝟐𝟏 : 𝐊𝐞𝐜𝐮𝐫𝐢𝐠𝐚𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐩𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧

140 14 0
                                        

Suara benturan sepatu dengan lantai menemani senyap nya suasana lorong ruangan kelas yang sepi karena tiba pelajaran siap untuk dimulai. Sekolah Menengah Atas Bintang Nusantara dengan kedisiplinannya yang sangat ketat, setelah bell masuk berbunyi tak ada alasan lain untuk berada di depan kelas walau itu sekadar melamun.

Sekolah ini adalah sekolah yang terakreditasi A dan penuh dengan siswa siswi yang berprestasi entah itu dalam bidang Akademik maupun Non-akademik. Sekolah ini mendapatkan rangking 6 ditingkat Provinsi dan Rangking 1 pada tingkat kabupaten, dengan nilai kelulusan yang tinggi membuat para masyarakat memandang bangga bangunan dengan tingkat 5 lantai ini dan lapangan luas disamping kanan, kiri.

Diluar tampak sangat megah dan impian para anak kelas 9 SMP, tapi ternyata sekolahan ini dahulu harus berperang dengan terror yang menentang untuk sekolahan ini terus berjalan. Kembali pada awal, murid disini sangat berprestasi jadi untuk menjadi sang juara mereka harus saling bersaing secara sehat. Tapi terkadang ada yang tak sesuai dengan ekspektasinya dan bunuh diri di sekolahan ini, bukan hanya itu kejadian mengerikan lainnya.

"Bunuh diri, dibunuh, atau bahkan arwah yang punya rasa balas dendam dengan para guru disini semakin marak, 95% para siswa diganggu oleh 'mereka'." Kata perkata terucap keluar dari mulut kepala sekolah yang sedang mengadakan rapat antar guru diruang rapat secara tiba-tiba.

"Kita tau bahwa mereka berada disini mendengar pembicaraan kita, saya sebagai kepala sekolah menegaskan untuk tetap mempertahankan sekolahan ini. Apapun yang terjadi, pasti ada jalan," Ketegasan nya dan keseriusan nya membuat para guru setuju dengan nya.

"Saya meminta bantuan dari Pak Wisnu untuk mengumpulkan data para anak-anak, karena saya tau tentang identitas Bapak." Mata Pak kepala sekolah menatap dengan mantap kearah Pak Wisnu guru Matematika dengan kumis tipisnya.

"Baik Pak, saya akan kumpulkan semuanya," jawabnya.

Dari kejadian beberapa tahun silam itu, penerus dari Pak Wisnu adalah Pak Vano Wardhana, seorang guru Bahasa Daerah yang sangat tegas dan berwibawa. Selain menjabat sebagai guru Bahasa, beliau juga menjabat sebagai guru kesiswaan. Dirinya telah lama menangani para anak-anak 'spesial' disini, dan telah mengurus semua cerita gelap pada sekolahan ini untuk tidak sampai ke pendengaran para masyarakat.

Para Alumni? Para siswa siswi yang ceroboh dalam berucap bagaimana? Tanpa ada yang memberitahu, Pak Vano sudah tau dengan sendirinya dan bertindak tegas untuk kembali menutup para mulut yang berhasil tau akan cerita gelap itu. Hingga sampai saat ini cerita sekolahan hanya di ketahui oleh semua warga sekolah saja.

..✎✐..

Kembali pada masa sekarang, Pak Vano berjalan kearah kelas XI-2 tempat dimana para teman-teman ketua osis berada, benar Pangeran lah orang dicarinya.

Tapi sesaat sampai disana bukan kabar baik didengarnya tapi kabar yang membingungkan membuatnya menautkan alisnya didepan kelas menatap seorang ketua kelas yang menyampaikan informasi.

"Iya, Pak. Pangeran, Sera, Arum, Prabu sama Ian. Mereka absen secara bersamaan dengan keterangan sakit semuanya," ucap Resa, ketua kelas dengan parasnya yang coklat manis.

"Ada surat izin nya?" tanya Pak Vano, beliau telah izin untuk menyita waktu pelajaran kelas ini sejenak.

"Tidak ada Pak, mereka tadi izin secara online lewat grub kelas." Jujur Resa menunjukan pesan teman-teman nya itu pada Pak Vano.

Anggukan kepala pelan dari guru Bahasa ini membuat Resa kembali menyimpan ponselnya dan duduk kembali setelah menerima perintah. Pak Vano tanpa berpikir panjang dirinya langsung berpamitan kepada guru pembimbing dan para siswa untuk kembali pada rutinitasnya.

Jam semakin berlalu, waktu Pagi telah tergantikan oleh waktu Sore dengan warna jingga nya di langit ujung barat sana. Pak Vano masih berkeliling untuk mengecek beberapa kelas dan ruangan lain nya untuk keamanan sekadar membantu ketiga satpam disini.

"Ian gak latihan kemana ya?" Suara pemuda duduk di pagar tembok depan aula menatap pada seseorang yang mirip dengan nya.

"Gak tau," Suara datar dibarengi dengan suara 'Ceklikkan' kunci pintu aula dari pemuda dengan alis tebalnya, berbalik sembari menyimpan kunci itu pada saku celana abu-abu nya.

"Gak izin lagi di grub," gumam lawan bicaranya.

Kedua orang yang saling menunggu itu adalah saudara kembar yang bersekolah disini, dengan beratas namakan Abinawa dan Abirama. Mereka adalah kedua orang dengan tinggi badan sama, bentuk wajah yang sama. Jadi apa yang membedakan keduanya?

Alis nya dan sifatnya, Nawa adalah saudara pertama yang lahir terlebih dahulu dibanding Rama, pemuda beralis Tipis dengan sikapnya yang ramah tamah. Tidak dengan sebaliknya, Rama pemuda dengan alis yang tebal memiliki sifat yang acuh tak acuh, dan kerap menjadi siswa yang sering menjadi bahan perbincangan para guru karena keseringannya datang dalam kondisi yang berantakan.

Pak Vano lah guru yang menjebloskan Rama kedalam ekstrakulikuler Silat disekolahan sini, hingga sikap itu perlahan berubah.

Kali ini keberuntungan memihak mereka berdua, ke empat mata itu menatap punggung Pak Vano keluar dari ruang Lab. Komputer 2, dengan langkah cepat mereka menyusul berniat untuk menanyakan kawan yang mereka bahas tadi.

"Pak Vano," Panggil Nawa saat mereka semakin dekat dengan langkah dipanggilnya.

Punggung itu bereaksi, sedikit menegang saat panggilan itu terdengar. Memutar badan nya dan menatap kedua siswa duta hukuman ini.

"Ada apa?" tanya nya.

"Ian absen, Pak?" Rama bertanya dengan nada datarnya, memandang tajam kearah Pak Vano yang membalas tatapannya.

Nawa pun berani bertaruh jika saudaranya ditempeleng oleh Pak Vano secara sadar dan disengaja ia akan terjun dari lantai ini, karena sikap kurang ajarnya.

"Iya, bukan hanya Ian tapi beberapa temannya itu juga absen dengan keterangan yang sama," jawab Pak Vano sukses membuat alis mereka berkerut, kedua orang ini tau kelima sahabat itu secara dekat.

"Saya tidak tau apa yang terjadi, tapi besok akan saya interogasi mereka secara bersamaan di ruangan saya," lanjut nya.

Rama dan Nawa hanya mengangguk-anggukan kepalanya paham dengan yang dimaksud oleh Pak Vano.

"Ian saya chat tadi juga gak dibalas, Pak." cibir Nawa dengan helaan sebal.

"Dia sedang sakit, Abinawa Sagara."  Dengan penyebutan nama lengkap itu membuat sang pelaku hanya bisa cengengesan saja dengan tangan yang menggaruk tengkuknya.

"Setelah saya berbicara dengan mereka besok, saya akan manggil kalian ke ruangan saya untuk membahas tentang eskul Silat Bintang Nusantara, setelah istirahat pertama kalian dispen sebentar dan bawa Alvian itu buat bertemu lagi sama saya dan kalian nanti," Perintah Pak Vano dengan suara tegasnya.

"Iya Pak," jawab dari kedua bersaudara dengan patuh.

.
.
.
.
..✎✐..
BERSAMBUNG
Tampaknya hampir sampai ya?🥺

Jangan lupa Vote dan komennya manis!

HUTAN GHAIB [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang