chapter 24

3.4K 265 71
                                    

6.723 words, semoga kalian tidak mual wkwk























Perkara kecil bisa menjadi kerikil yang menghancurkan semuanya -

.

.

.

Paris.

"How the progress?" Suara bariton milik sang ayahanda beriringan dengan dentingan gelas yang baru saja bergesekan dengan engraved wine bottles. Dipandanginya si sulung yang baru saja selesai menyuguhkan segelas wine.

"Sudah Shani urus, Pa," Sulungnya menjawab dengan landai. Selanjutnya ia tuangkan cairan wine di gelasnya sendiri lalu membawanya ke dalam genggaman. Si jangkung itu berdiri di bibir jendela. Kunjungan dadakan Kinal ke dalam ruangan kerjanya ini sedikit membuatnya canggung.

"Polisi di Paris tidak seperti di Indonesia. Mereka jarang bisa di bayar. Lain kali, kamu harus selektif lagi memilih kolega. Jangan terjebak dengan provit yang besar, kalau ujung-ujungnya kamu yang akan kerepotan seperti sekarang." Shani paham. Sejak Awal, sebenarnya tidak ada yang mau hal ini terjadi. Tapi siapa yang tahu rencana semesta yang akhir-akhir ini membuatnya sedikit sering bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan.

Ya, baru-baru ini perusahaan yang dipimpinnya harus tersandung kasus yang cukup bikin panas dingin. Salah satu koleganya berbuat ulah dan membuat nama perusahaannya sedikit banyak tercoreng.

"Bukan hanya perusahaan, tapi juga namamu yang terancam. 10 karyawan kamu terbukti mengkonsumsi drugs. Papa sudah bilang agar kamu berhati-hati dengan Erick. Dia juga andil dari masalah ini. Bajingan itu jelas sengaja mengedarkan barang sialan itu di tempat kita,"

Shani menghela nafas berat. Akhir-akhir ini kepalanya seakan ingin pecah, "Iya, Pa. Ini nggak akan berjalan lama. Sudah 90 persen, dan semuanya akan segera selesai. Shani juga sudah nyuruh Krisna untuk segera mengadakan konferensi pers dengan media." Ada gejolak emosi yang jelas Shani tahan dalam tampungan dirinya. Tanpa meninggikan suara, ia menjawab Kinal dengan jawaban yang begitu diplomatis dan bijaksana. Lagi pula, ini bukan masalah yang bisa di bilang fantastis. Hanya kerikil kecil. Sangat mudah bagi Shani untuk menyelasaikan bajingan-bajingan kelas teri yang mengganggu. Ya, meskipun sejatinya juga ia sempat di buat sedikit kedadapan.

Di luar pekerjaan, pun sebenarnya ada sesuatu yang lebih menganggu perasaan. Shani memandang nanar ke sebuah bingkai foto pernikahannya dengan sang istri yang sengaja ia letakkan di pojok kiri kusen jendela. Dari luar, terlihat langit cerah dan gulungan awan yang berak-arak mengitari gedung pencakar langit Paris. Dari gedung lantai 12 ini, tempat Shani berdiri-diam dengan gelas berisi wine di tangan kanan.

Keheningan ini pun menyadarkan Kinal akan adanya sesuatu yang tengah sulungnya pikirkan. Sudah sejak tadi si sulung tampak lebih diam dari biasanya. Sejak rapat bersama yang lain, sejak itu-ketidak-fokusan Shani membuat Kinal tahu ada suatu hal lain yang mungkin tengah anandanya pikirkan.

Saat sebuah sentuhan ringan menyentuh pundaknya, Shani mengangkat kepala dengan tarikan nafas lirih. Ia berpaling-menatap lurus ke arah jendela.

"Bagaimana kabar menantuku?"

Shani menyunggingkan senyum, "Baik. Gracia baik."

Kinal turut terkekeh pelan, "Pulanglah. Nanti jatahmu menginap, kan? Sudah lama sekali Papa tidak bertemu dengan Gracia dan calon cucu Papa." Berdiri di samping si sulung, Kinal ikut menatap bingkai foto pernikahan anak dan menantunya itu.

Stay, and Love Me! (Greshan Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang