15. A Painful Past

127 32 2
                                    

"Kau bukan adikku!! Kau tahu, appa dan eomma mati karena mu?!!"

"Kau menghancurkan keluargaku!! Andai saja kau yang mati waktu itu, bukan appa!!!"

"Benar kata appa, kau adalah pembawa sial. Selamanya kau akan membawa kesialan itu."

"ARRRGHHH!!!"

Jaemin berteriak kencang sembari meremat rambutnya. Frustasi? Sedih? Marah? Entahlah dia tidak tahu bagaimana untuk mendiskripsikan perasaannya saat ini.

Hancur? Tentu saja.

Bertemu kembali dengan Jaehyun membuatnya harus mengingati masa lalunya yang menyakitkan.

Masa lalu yang dipenuhi dengan luka.

Luka dimana dia harus mengingati kematian kedua orangtuanya yang membuatnya trauma hingga ke hari ini.

Setelah sekian lama, dia mencoba untuk melupakan masa lalunya. Masa lalu yang perit sekali.

Kenapa dia harus bertemu semula dengan kakak lelakinya? Dia tidak mahu mengingati hal paling menyakitkan itu. Sungguh, dia tidak mahu.

Untuk kesekian kalinya, cecair bening meluncur bebas dari pelupuk matanya.

"Tolong, aku tidak mau bertemu dengannya lagi. Jebal..."

"Aku tak mau mengingati masa lalu ku. Semua itu terlalu sakit buatku."

"Cukuplah aku merasakan semua penderitaan ini sendirian. Tolong jangan menambahkan penderitaan ku dengan mengingati masa lalu ku."

"Aku lelah, hiks.. aku lelah. Sangat lelah."

Untuk kesekian kalinya tangisannya pecah dan sebisanya berusaha meredam suara tangisannya.

Ada seseorang yang memegang pundaknya secara tiba-tiba.

"Kau sudah banyak menangis, Jaemin~ah."

Jaemin mengangkat kepalanya menatap lelaki itu.

"Hae-Haechan?"

Haechan tersenyum menatapnya lalu duduk di samping Jaemin.

"Apa yang terjadi, hm?" Haechan bertanya dengan nada suara yang lembut.

Jaemin menunduk seraya menghapus air matanya yang sudah membasahi seluruh wajahnya.

"Jangan sungkan untuk menceritakannya, Jaemin-ah. Aku ini sahabatmu, bukan?" Ucap Haechan sembari mengelus punggung rapuh lelaki itu.

Jaemin masih lagi sesenggukan. Dadanya terlalu sesak untuk menceritakannya.

"A-aku bertemu semula dengan kakak lelaki ku..."

Haechan terkejut, namun dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Haechan tahu, sangat tahu pertemuan itu membuat Jaemin harus mengingati masa lalunya yang menyakitkan.

"Heol, bagaimana bisa?"

Jaemin menggeleng pelan. "Aku tidak tahu..."

Haechan tersenyum meskipun dibalik senyuman itu dia merasa sendu.

"Sudahlah, jangan menghindar dari masa lalu mu."

"Mungkin ada baiknya jika kau berdamai dengan masa lalu mu."

Haechan menatap Jaemin sebentar lalu tersenyum.

"Jangan menangis. Kau sudah banyak menangis akhir-akhir ini."

"Ayo tersenyum, dan katakan kau sudah melakukan yang terbaik hingga ke tahap ini."

Jaemin mengerutkan keningnya.

Him || NA JAEMIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang