Aluna 32

34.5K 2K 110
                                    

𝖿᥆ᥣᥣ᥆ᥕ ძᥲһᥙᥣᥙ sᥱᑲᥱᥣᥙm mᥱmᑲᥲᥴᥲ 📖

ȷᥲᥒgᥲᥒ ᥣᥙ⍴ᥲ 𝗍іᥒggᥲᥣkᥲᥒ ȷᥱȷᥲk👣

(Buat yg penasaran bajunya)

•••









Aluna merenung diatas tempat tidur yang didudukinya, tatapan matanya seolah kosong menatap kakinya yang berbungkus kan selimut tebal yang berusaha menghangati nya walau tangan Aluna masih terasa dingin apalagi ia hanya sendirian diruang tertutup ini.

"Gue... Udah kotor," gumam Aluna menyentuh bibirnya dengan jari yang bergetar, isakan keluar dari bibir yang bengkak dan sedikit terluka itu, bisa dibayangkan se brutal apa Samuel pada Aluna. "Gue harus keluar dari tempat ini bahkan sebelum bantuan datang."

Dengan tenaga yang mulai terkumpul, Aluna menyibak selimut dari tubuhnya lalu mendekati sisi kasur sampai kaki putihnya menapaki lantai berkarpetkan bulu-bulu beruang kutub, ia berdiri perlahan kemudian berjalan menuju meja tempat lampu tidur yang memiliki beberapa selok.

"Semoga ada yang bisa berguna disini, gamungkin kan si Samuel gak ninggalin apa-apa disini?" Aluna dengan cepat mengobrak-abrik selok yang hanya berisi buku-buku tak penting, gadis itu terus menoleh kearah pintu berharap Samuel masih berlama diluar. "Ayolah masa gaada apa-apa?! Misalnya pisau kek buat gorok leher tu cowo sinting! Ck, Buku-buku gak penting doang. Please... Gue gabisa jamin kalo gue gak bakal gila kalo terus dikurung disini, seandainya ini Aluna yang dulu kemungkinan besar dia bakal jingkrak-jingkrak kesenengan."

Aluna mendesah kecewa setelah melempar semua buku didalam sana, gadis itu berjongkok memukul pelipisnya agar bekerja.
"Fikir-fikir gimana caranya bisa keluar dari sini, lewat jendela!"

Ia berdiri dengan senang akan pemikirannya, namun setelah sampai didepan jendela Aluna terdiam menatap nanar jendela besar yang terkunci rapat itu, bahkan goden putih yang menutupinya dipasangkan diluar hingga menutupi pemandangan, Aluna memegang kaca jendela itu.
"Samuel bangsat! Mati aja lo bajingan! Apa salah Aluna sampe harus berurusan lagi sama cowok gila kaya lo!... Harusnya... Setelah semua permintaan lo buat batalin pertunangan ini gue ikutin adalah akhir dari pertemuan kalian, harusnya lo bahagia! Gue gapernah ngusik ketenangan lo lagi selama ini tapi kenapa lo buat gue seakan-akan boneka yang bisa lo semena-menain!"

Aluna memukul kaca dingin itu namun tak ada retakan apapun, satu hal yang terlintas dalam benak Aluna saat ini.
"Apa lo mau balas dendam dengan berpura-pura terobsesi ke Aluna karena dulu perempuan ini juga yang buat hidup tenang lo hancur karena obsesinya?"

Aluna berdiri tegak namun bahunya tampak melesu, matanya memejam menghela nafas pelan dengan telapak tangan masih menempel pada kaca jendela.
"Gue gak mau berurusan lagi sama dia, Lun. Gue bukan lo yang bisa sekuat itu hadapin hinaan sama perlakuan nya dulu yang keterlaluan."

Aluna fikir di dunia ini tak ada namanya obsesi, mafia tampan ataupun psychopath yang jatuh cinta, dirinya hanya menyangka itu semua hanya berada dalam cerita fiksi saja tapi begitu melihat Samuel. Luna jadi takut bertemu dengan orang-orang gila lainnya yang bisa saja membuat nyawa gadis itu menghilang lagi.

"Gue--eh?" Aluna membeo dengan mata terbuka saat merasa telapak tangannya mendingin, segera Aluna menarik tangannya dan melangkah mendekati untuk meneliti bulir-bulir bayangan sebuah salju yang terun dari gorden putih itu. "Salju? Gue lupa kalo musim salju bakalan dateng, itu berarti ujian udah dimulai dari kemarin... Dan, gue masih terjebak disini."

Aluna ingin melihat dan menyentuh dinginnya udara luar juga membuat boneka salju seperti dalam film masa kecilnya, bibir itu melengkung sedih kebawah dengan mata berkaca-kaca.
"Daddy... Mommy... Siapa aja tolong gue lebih cepat..."

My Aluna (Ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang