13° Arjuna Delaga Zahair

3 1 0
                                    


Menjadi alat dari sebuah obsesi orang tua itu begitu melelahkan

☘☘☘

"Sudah selesai mengunyah?"

"Keluarkan!"

"Berapa kali kau mengunyah?"

Gege yang tengah sibuk dengan beberapa kertas ditangannya sontak mengernyit dan mendongak menatap anaknya yang tak menjawab.

"Berapa kali kau mengunyah?"

"Kau tak mengingatnya?"

Gege berdecak saat masih tak mendengar jawaban. "Kenapa kau susah sekali untuk fokus?"

"Apa kau hanya makan sepanjang malam dan tidur tanpa melakukan apa-apa?"

Anak lelaki berusia 8 tahun itu menunduk dalam.

Gege menghembuskan napas berat. "Masuk kamar dan belajar! Jangan tidur sebelum jam 10 malam."

☘☘☘

Arjuna melambaikan tangan pada teman-temannya lalu kemudian masuk kedalam mobil jemputan. Ia memasukan sepotong sushi kedalam mulutnya dan mengunyahnya dengan mata berbinar.

"Kau bahkan masih bisa makan saat nilai mu jelek?"

Arjuna sontak menghentikan kunyahannya. Kepalanya menunduk dalam dan melanjutkan kunyahannya dengan pelan.

"Nilai mu bahkan tidak masuk rata-rata, dan kamu masih bisa bercanda dan tertawa bersama teman-teman mu?"

Gege memicingkan matanya dengan tatapan tajam. "Ini keenam kalinya nilai mu dibawah rata-rata."

"Kalau begini terus kamu akan dipindahkan ke kelas reguler. Kamu tau kalau masuk kelas unggulan itu sulit?"

"Kamu akan turun kelas jika nilai mu tak pernah stabil seperti ini!!"

"Dan kamu masih bisa hidup meski dalam keadaan seperti ini hah??"

Arjuna hanya diam menghadapi kemarahan mamanya. Meski kemarahan sang mama bukanlah apa-apa dibanding papanya, namun perasaanya tetap saja terasa sakit. Ia lelah.

"Masuk ke kamar dan belajar. Jangan sampai papamu tau nilaimu kembali turun atau kamu akan kembali dihukum!!" Gege memberi perintah mutlak saat mobil telah berhenti dihalaman rumah.

"Maaf ma. Maaf karna tidak mendapat nilai yang sempurna. Maaf karna Juna tak pernah bisa mendapat nilai yang stabil."

"Juna tau papa dan mama membenci Juna karna Juna tak pandai belajar."

"Juna juga tak pandai dalam olahraga karna kesehatan tubuh Juna yang buruk."

"Juna tau kalian telah mengeluarkan banyak uang untuk Juna tapi Juna tetap tidak bisa apa-apa."

"Juna minta maaf, Juna memang anak yang bodoh."

Gege terdiam mendengar ucapan lirih anaknya. Ia menatap kedepan dengan raut wajah yang sama sekali tak dapat dipahami. "Masuklah dan kunci pintu kamarmu. Biar saya yang menghadapi papamu nanti."

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang