24° Tak Tahu Malu

2 1 0
                                    


Bisakah berhenti bersikap menjijikan dan tak tahu malu seperti itu?

☘☘☘

Mina yang tengah menyiapkan sarapan menoleh pada anak gadisnya yang telah rapi dengan seragam sekolah elit tempatnya bekerja. Tak dapat dipungkiri bahwa perasaan bangga menjalar dihatinya.

"Pagi Ayin!" sapa nya sembari tersenyum hangat.

Arinda menoleh sejenak dan membalas senyuman ibunya sebelum kemudian duduk untuk sarapan. "Pagi bu." balasnya.

"Pagi ini ibu bikin katsu kesukaan kamu." kata Mina sembari memberikan piring dengan beberapa potong katsu di atas nya. "Dimakan ya! Ibu sengaja bikin untuk kamu."

Wajah Arinda sumringah seketika. "Makasih ibu."

"Sama-sama. Yaudah sarapan cepet."

Arinda mengambil nasi dan chicken katsu kesukaannya. Rasanya selalu enak. Masakan ibunya memang tak beda jauh dengan orang-orang yang ahli memasak diluaran sana.

Mina tersenyum hangat melihat betapa lahapnya anak satu-satunya itu. "Itu semua buat Ayin. Abisin ya!"

Arinda mengangguk sembari terus memakan makanannya.

"Ayin?"

Arinda yang tengah sibuk makan berdehem untuk menyahuti panggilan ibunya.

Mina terlihat ragu. Namun ia harus melakukannya karna dirinya adalah ibunya dan satu-satunya orang tua Arinda. "Ayin, bisa ibu minta tolong?"

Mengernyit bingung. "Minta tolong apa?" tanyanya.

"Ayin ibu minta tolong kamu buat jangan ikut campur urusan orang lain lagi."

Arinda menghentikan pergerakan tangannya yang hendak kembali menyuapkan nasi. "Maksud ibu apa?"

Mina tanpa sadar menggenggam tangannya sendiri dengan kuat. "Tolong berhenti untuk terus ikut campur urusan orang lain."

Selera makannya menghilang. Arinda berdecih pelan. "Pasti Lona ngadu lagi kan?"

"Bukan, ibu yang tanya Lona. Ibu juga yang minta tolong sama Lona buat cerita tentang kamu dan keseharian kamu."

"Bu!" sentak Arinda kesal. "Bisa gak jangan ikut campur urusan Ayin. Apa yang Ayin lakuin itu adalah cara bertahan hidup Ayin di sana."

"Ayin gak suka kalo orang-orang ngeremehin Ayin dan melakukan tindakan yang semena-mena."

"Ayin-"

"Berhenti ikut campur!" potong Arinda menghentikan ibunya yang hendak kembali menasihatinya.

"Bu, di EHiS tuh keras. Kalo Ayin cuma duduk diem dan belajar, Ayin cuma akan jadi anak cupu beasiswa yang jadi bulan-bulanan yang lain."

Mina bersedih. Ini yang ia takutkan selama ini. Dengan karakter keras dan ambisius anaknya, dia akan melakukan segala cara untuk hidup seperti apa yang dia inginkan. Bahkan tanpa peduli jika harus menyakiti orang lain.

"Orang miskin kayak kita, kalo gak berusaha memikirkan cara bertahan hidup dengan ekstrem, tempat kita akan selalu berada dibawah kaki orang lain." ucap Arinda dengan lugas.

"Arin pamit bu!"

Mina menghela napas berat melihat punggung kecil anak satu-satunya itu. "Maafin ibu karna kamu harus hidup seperti ini." lirihnya.

☘☘☘

"Heh cewek set*n!" sentak Shasha menoyor kepala Arinda dengan kasar.

Arinda mengerjap polos. "Kenapa Sha?"

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang