20° Murid Baru

1 1 0
                                    


Nice to meet you!

☘☘☘

Melihat Hema masuk kedalam ruangan, Yemma pun beringsut bangun. "Gue keluar dulu deh Hem. Nyebat dulu oke!" pamitnya dan langsung melenggang pergi setelah menepuk pelan pundak Hema.

Mengerjap dengan polos, Hema ngeleg sebentar. Nyebat? Ngerokok? Lantas seketika matanya terbelalak. Kucing imutnya merokok? Sialan!

Namun belum sempat mencegah, Yemma sudah tak nampak lagi dalam pandangannya. Hema mengusap wajahnya dengan kesal. Seberapa jauh kucing imut nya berubah?

"Hema? Are you okay?" tanya Marko yang sedari tadi memperhatikan raut wajah temannya yang semula terlihat linglung tiba-tiba berubah kesal.

Hema menghela napas sejenak lalu memberi tanda oke dengan jari-jarinya. "Kalian tadi ngobrol?" tanyanya sembari melangkah mendekat dan duduk di kursi samping brangkat setelah menyimpan makanan milik Yemma ke atas nakas.

Marko mengangguk ragu. "Ehh sebenernya dia yang ngomong sendiri sih." ujarnya diam-diam merasa tak enak karna tau bahwa perempuan tadi adalah teman Hema.

"Dia gak ngomong aneh-aneh kan?" tanya Hema karna setelah beberapa hari ini bersama, ia jadi tau tentang hal-hal baru tentang Yemma. Gadis itu akan blak-blakan tak peduli meskipun kata yang diucapkan kasar dan tak manusiawi sekalipun.

"Gue tau lo miskin dan gak punya kekuasaan, tapi jangan pernah hidup dibawah kaki orang lain."

"Dunia gak sebaik itu, kalo lo gak berusaha untuk hidup dengan baik, lo gak bakal bisa bertahan lama."

"Gak perlu takut sama kekuasaan, meskipun lo mati sekalipun, setidaknya lo gak mati dalam keadaan terhina."

Marko termenung mengingat ucapan perempuan tadi. Meskipun sedikit kasar, namun ia sama sekali tak merasa sakit hati. Apa yang diucapkannya benar, sangat-sangat benar. Hanya saja untuk melakukan apa yang dikatakan itu rasanya sedikit sulit.

"Mark? Malah ngelamun lo!"

Marko gelagalapan saat Hema kembali menyadarkan nya. "Ehh kenapa tadi?"

Hema berdecak pelan. "Yemma gak ngomong aneh-aneh sama lo kan?"

"Ahh enggak kok." Marko terdiam sejenak. "Tapi tadi dia sempet bilang soal Harley-"

"Saudara kembarnya?" potong Hema.

Marko mengerjap. "Jadi bener? Kok bisa? Bukannya Harley anak tunggal kan?"

Hema terkekeh pelan. "Gue gak bisa cerita sih, intinya mereka emang saudara kembar. Real nihh no fake-fake Mark."

Marko mengangguk mengerti. Tak semua hal bisa diceritakan secara gamblang.

"Jadi kenapa lo bisa dihajar Harley?" tanya Hema memastikan kebenarannya.

"Kebetulan sih Hem. Tadi gue nganter makanan ke tempat mereka. And then yahh lo pasti tau hal selanjutnya." Marko menjeda ucapannya. "Jujur gue bener-bener gak nyangka."

"Gak nyangka kalo si anak emas yang sering dipuji-puji itu ternyata bobrok?" kekeh Hema.

Marko mengangguk. "Lo tau sendiri selama di kelas unggulan, gue cukup deket sama dia. Haje selalu memperlakukan gue dengan baik. Dia bahkan gak segan buat berbagi ilmu."

Hema menahan senyumnya melihat wajah lesu dan kusut Marko. Dirinya paham perasaan temannya itu. Ia sendiri juga melihat bahwa Harley memang memperlakukan Marko dengan baik selama ini. Bahkan mungkin Harley menjadi satu-satunya orang yang sangat menghargai Marko selain ia dan kedua teman kecilnya.

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang