25° Mantan Teman

2 1 0
                                    


Rasa iri memang bisa menghancurkan segalanya, termasuk hubungan pertemanan

☘☘☘

Willona berdiri didepan toilet perempuan setelah memberikan seragam ganti untuk Arinda. Ia menghela napasnya dengan sedikit berat.

"Lona, kamu janji kan akan selalu jadi teman Ayin?"

"Iya janji. Lona akan selalu jadi teman Ayin."

"Yeayyy!"

Mengingat kata-kata itu, Willona masih merasakan sakitnya. Nyatanya lo yang ingkar Ayin!

Ceklek

Willona menoleh pada Arinda yang baru saja keluar dari toilet.

"Kenapa masih disini?" tanya Arinda acuh tak acuh.

Tanpa memperdulikan pertanyaan yang dilontarkan padanya dengan nada acuh itu, Willona meraih tangan Arinda dan menariknya menuju taman belakang sekolah yang selaku sepi.

Arinda mencoba berontak dan menarik tangannya namun itu terlalu kuat. Akhirnya dirinya hanya bisa pasrah mengikuti kemana Willona membawanya pergi.

Willona baru melepaskan tangan Arinda setelah sampai di taman belakang sekolah.

"Kenapa tarik-tarik?" sentak Arinda dengan keras setelah memastikan tak ada siapa-siapa disana kecuali mereka berdua.

"Gue perlu ngomong sama lo."

Arinda berdecak dan memutar bola matanya malas. "Ngomong apa lagi?"

Willona mencoba bersabar karna ia sangat hapal dengan tempramen Arinda yang belum lama ini menjadi semakin buruk. "Yin, stop bertingkah. Lo tau kan kalau anak-anak kelas unggulan itu berisi anak-anak yang gak bisa dengan sembarangan lo usik?!"

"Ya terus kenapa?" sentak Arinda bersungut-sungut. "Apa karna gue orang miskin jadinya gue gak berhak hidup sesuai dengan apa yang gue mau? Apa karna gue gak punya kekuasaan jadinya gue berhak hidup dibawah kaki orang lain?"

"Gue berhak ngelakuin cara apapun buat bertahan hidup disini! Gue juga berhak atas segala hal istimewa yang diberikan ke orang-orang macam lo!"

"Gue berhak Lona! Gue berhak!"

Dada Arinda terlihat naik turun karna emosinya yang tak terkendali. "Gue juga gak pernah ingin dilahirkan dari orang tua miskin kayak ibu dan bapak!" cibirnya.

"Arinda!" Willona menaikan nada suaranya. Arinda benar-benar sudah melewati batas.

Arinda tersentak. Ini pertama kali Willona meninggikan suara padanya setelah dua tahun mereka hidup layaknya orang asing dan dia yang selalu menghindari apapun yang bersangkutan dengan gadis itu.

"Lo udah terlalu jauh Arinda. Dengan lo bertingkah menyebalkan dan mengusik orang-orang dikelas unggulan, itu gak akan bisa menjamin lo bisa bertahan hidup dengan baik. Lo terlalu naif. Lo gak tau betapa kotornya dunia orang-orang kayak mereka. Meskipun di permukaan mereka keliatan baik, tapi kalo mereka udah merasa muak mereka bisa lakuin apa aja sama lo dengan mudah. Dan kalo hal itu terjadi, gue bener-bener udah gak bisa bantu lo." Dengan tatapan tajam Willona berusaha menyadarkan orang yang pernah menjadi bagian dari hidup nya yang kosong. "Lo harus ingat tujuan lo masuk EHiS buat apa? Dan lo juga harus mikirin perasaan nyokap lo."

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang