27° Peringatan

1 1 0
                                    


Tutup mulutmu atau ku robek dengan paksa!!

☘☘☘

"Tunggu gue dibelakang gedung olahraga!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Harley menutup telponnya. Sembari bersiul pelan, ia melangkahkan kakinya dengan santai menuju kelas.

Harley tersenyum saat melihat targetnya ada didalam kelas.

"Arinda!" panggilnya dengan ramah.

Arin yang baru saja selesai memasukan buku ke dalam tas pun mendongak. "Harley?" lirihnya heran.

Arinda merasa senang. Dengan wajah sumringah ia menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. "Kenapa Harley?" tanyanya semanis mungkin.

Harley menahan rasa ingin tertawa melihat keantusiasan perempuan yang sering dianggap menyebalkan oleh teman-teman sekelasnya itu.

"Boleh gue minta tolong?" tanya Harley dengan hati-hati dan nada tak enak.

Arinda mengangguk antusias bahkan sampai berdiri dan mendekat ke hadapan Harley. "Apa? Minta tolong apa?"

Suara kekehan sontak keluar dari mulut Harley dan hal tersebut berhasil membuat Arinda merona.

Dengan wajah penuh rasa ragu, Harley menatap Arinda dan memilah kata-kata yang hendak diucapkannya.

"Jadi begini, gue sebenernya lagi ada problem sama Marko ketua kelas kita. Cuman kesalahpahaman sih. Jadi rencananya gue mau minta maaf dan ngejelasin suatu hal sama dia. Tapi..." Harley menjeda ucapannya. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal dan tersenyum canggung. "Tapi gue yakin kalo Marko gak akan mudah buat diajak ketemu. Jadi gue minta tolong sama lo boleh?"

Arinda mengangguk dan merasa iba saat melihat raut wajah Harley yang terlihat sendu. Ia tau si peringkat pertama dan ketua kelas memang berteman dekat. Meskipun ia sedikit sebal dengan kedekatan keduanya karna ia merasa Marko tak pantas untuk menjadi teman dari orang sesempurna Harley, tapi jika kerenggangan keduanya membuat Harley sedih ia pun ikut merasa sedih.

"Apa yang Arin bisa bantu?" tanya Arinda dengan ekspresi mengiba.

Mendengarnya membuat Harley menahan diri untuk menyeringai lebar. Ia berusaha mati-matian untuk tetap mempertahankan raut wajah sendunya.

"Bisa tolong bilangin Marko buat ke belakang gedung olahraga?" tanya Harley. "Tapi jangan bilang kalo gue yang minta. Bilang aja atas nama Hema. Karna setau gue dia juga deket sama Hema." tambahnya.

"Ohh iya jangan biarin dia ngehubungin Hema, bilang aja urusan urgent jadi ditunggu secepatnya sama Hema."

Arinda mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Oke, kebetulan tadi Arin liat Marko lagi ke ruang foto copy sendirian."

Harley memberikan dua jempolnya. "Good!"

"Thanks Arin!" ucap Harley yang kemudian melangkah pergi setelah mengacak puncak kepala Arinda.

Arinda mengerjapkan matanya. Ia lalu memegang puncak kepalanya yang tadi dipegang si peringkat pertama. Pipinya merona. "Andai Arin bisa jadi pacar Harley, pasti sangat menyenangkan. Dan orang-orang bakal iri sama Arin!" ia berkata dengan senyuman yang lebar dan disertai oleh kekehan gemas.

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang