7° Kaivan Rodra Vijendra

9 1 0
                                    


Menjadi anak tunggal dari duda kaya raya adalah hal paling indah

☘☘☘

Seorang bocah berusia 7 tahun menatap datar acara ijab kabul dihadapannya. Lalu kemudian ia menoleh sinis pada pria dewasa disampingnya. "Papa kurang ganteng sih. Liat kan mama ninggalin papa buat si tutup botol itu! Harusnya papa gantengnya kayak Kai biar mama gak pergi."

Pria dewasa yang dipanggil papa itu berdecih pelan. "Mama kamu aja yang buta! Jelas-jelas papa itu ganteng dan kaya raya."

"Cihhh Henric duda sombong!"

Mendengar hal tersebut membuat Henric Vijen meraup wajah bocah sipit itu hingga anaknya kesal.

"Arghh papa menyebalkan!"

"Udahlahhh kita pulang yuk! Gak guna juga kita disini."

Kaivan tersenyum lebar sampai matanya menyipit lucu. "Papa kita belum ambil makan!"

"Heh kita lebih dari mampu untuk makan makanan yang lebih enak dari makanan yang ada disini!"

"Papa kata pak ustadz makanlah makanan yang ada. Jangan mubadzir, diluar sana banyak orang yang mau makan aja susah!"

Henric mendengus pelan. "Kamu terlalu sering gaul dengan Hema si bocah ajaib."

Mendengar nama Hema sontak membuat Kaivan seketika berwajah masam. "Besok enggak lagi kok!"

"Lohhh kenapa? Papa gak masalah kamu main sama Hema sama Aksa."

"Hema besok pindah, dia mau tinggal sama neneknya di Bali."

"Lahh makin item dong temen mu itu main dipantai!!"

"Papaaaaa! Gak boleh gitu, Hema gak item cuman gelap doang."

Henric terbahak mendengarnya. "Sama aja bocah!"

"Yaudah pulang yuk! Kita jalan dulu trus beli hadiah buat Hema sebelum dia pergi."

"Ayokk let's gouuuuuuu"

☘☘☘

"Arghhh kenapa si Hema susah banget di hubungin sihhh?"

Aksa menghembuskan napas lelah melihat betapa frustasinya teman masa kecilnya itu hanya karna telponnya tak diangkat oleh Hema.

"Ya lo pikir!! Hema aja baru setengah jam yang lalu terbang, gimana bisa dia ngangkat telpon lo?"

Kaivan mencebik kesal. "Tapi dia bener kan berangkat? Dia udah janji mau masuk ke SMA yang sama kek kita."

"Iya Kaivan bacot!"

"Arghhh gue kangen banget sama si bocah tantrum itu!!!"

Mendengar hal itu sontak membuat Aksa mendelik sinis. Pasalnya setiap bulan keduanya pasti pergi ke Bali untuk mengunjungi Hema dan neneknya.

"Nanti kalo dia sampe, lo kekepin tuh anak sampe kempes!"

"Aiyoooo jangan sampai kempes lahhh! Entar pipinya gak bisa gue cubitin lagi."

"Serah lo lahh bangkai serahh lo!"

Kaivan cengengesan karna sadar kalau rasa frustasinya itu telah membuat Aksa si bocah mageran itu kesal.

☘☘☘

"Kaivan, aku suka sama kamu! Kamu mau gak jadi pacar aku?"

Kaivan yang tengah memakan bakso di kantin bersama Aksa sontak tersedak. Anj*ng ganggu banget!

Aksa dengan sigap memberi minumnya pada Kaivan. "Jangan terlalu sarkas, Kai!" peringatnya yang sudah terlalu hapal dengan mulut pedas Kaivan saat berhadapan dengan cewek-cewek yang mengejar temannya itu.

Setelah minum hingga tandas, Kaivan langsung mendelik sinis pada gadis cantik yang berdiri disampingnya dengan memegang buket bunga.

"Ngapain bawa bunga? Lo mau ziarah atau apa?"

"Kai!"

Kaivan tak menggubris peringatan yang diberikan Aksa. Ia terlalu sebal karna acara makannya harus terganggu. "Lo tuhh gak bisa mikir apa? Udah segamblang apa gue kasih peringat ke anak-anak cewek disini terutama lo. Gue udah bilang kalo gue itu anti dikejar. Jadi harusnya lo mikir sebelum ngelakuin sesuatu! Mana bawa-bawa bunga. Gak sekalian lo bawain bunga bank buat gue?"

Siswi bernama Kareen itu menunduk malu. Ia tau tentang itu, tapi tentu saja hal itu sama sekali tak bisa membuatnya memadamkan semangat untuk terus mengejar Kaivan. Ia hanya yakin bahwa suatu saat Kaivan akan luluh padanya.

"Cabut sana! Ganggu makan aja."

"Kalo lo suka gue, cukup just a friend aja! Gak ada pacar-pacaran! Gue cuma milik diri gue sendiri, gak suka dimilikin siapapun! Ngerti lo?"

Aksa hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Yahh Kaivan memang seperti itu. Ia baik dan ramah ke semua orang. Tapi ia akan berubah menjadi sinis pada orang yang terang-terangan mengejarnya untuk dijadikan pacar.

"Udah, kamu pergi gih!" Aksa merogoh uang disaku seragamnya. "Ini cepe buat biaya bunganya. Trus nanti bunganya terserah mau kamu apain."

Kaivan terbahak. Anj*ng juga ni anak!

Kebalikan dari Kaivan, Aksa adalah orang yang cuek tapi lemah lembut terutama pada perempuan. Kepada semua perempuan Aksa selalu menggunakan aku-kamu. Tapi jangan salah, gitu-gitu Aksa tuh ngomongnya ceplas ceplos. Kadang orangnya sendiri gak sadar kalau apa yang dia ucapin bisa bikin orang baper or sakit hati.

☘☘☘

Malam ini seperti biasa Kaivan makan malam bersama Henric sang papa. Iya sesibuk-sibuknya Henric, ia akan meluangkan waktunya agar selalu bisa sarapan dan makan malam bersama anak semata wayangnya itu.

"Gimana sekolah kamu?"

"Apasih Pa tanya-tanya sekolah Kai." sergah Kaivan.

Henric mendelik sinis. "Kamu ini, kemaren-kemaren selalu ngeluh kenapa papaku berbeda? ehh sekarang papa malah diginiin?" Sembari mengusap dadanya, Henric mengabarkan diri sendiri. "Gak papa! Sabar! Anak lo memang agak-agak."

"Lebay banget si Papa!" ledek Kaivan sembari menuangkan air minum kedalam gelasnya.

"Ohh iya Pa, dua bulan lagi Kai ada ujian kenaikan kelas donggg. Kai izin buat dapet nilai nol yahh?"

"Astagfirullah! Anak siapa sih ini?"

Kaivan cengengesan ditempatnya. "Seumur-umur Kai kan belom pernah dapet nol Pa. Jadi pengen ngalamin, siapa tau nanti setelah itu Papa marahin Kai kayak orang tua-orang tua pada umumnya."

"Iya silahkan! Kalo kamu gak mau naik kelas gak papa kok. Papa mah gak urusan yahhh!! Sowryyy ente siapa?"

Kaivan sontak mencebik kesal. "Kok gitu!!!"

"Yaa emangnya kamu mau pisah kelas sama Hema dan Aksa? Meskipun temen kamu itu yang satu otaknya agak-agak dan yang satu mageran tingkat dewa, tapi otak mereka encer lohh jadi gak mungkin tinggal kelas."

"Ohh iya juga ya. Kalo Kai gak naik kelas nanti pisah sama mereka. Ohh nooo nanti Kai dianggap anak introvert lagihh karna sendirian."

"Serah lu lahhh Kai serahh!" pasrah Henric pada akhirnya.

"Yaudahh Pa, aku izin main sama Aksa dulu ya!!"

"Aksa aja? Enggak sama Hema?"

Sembari memasukan buah anggur kedalam mulutnya Kaivan menggeleng. "Hemwa laghi di Bali."

Henric mengernyit. "Ngapain? Pindah lagi?" tanyanya.

"Enggak, dia mau jemput adik kiciknya katanya."

"Lohhh bukannya kedua adiknya ada di Jakarta?"

Kaivan hanya mengangkat kedua bahunya pertanda bahwa ia sama sekali tak tau. "Yaudah Kai berangkat dulu!" salimnya.

"Jangan pulang terlalu larut Kai, bahaya!"

"Siap komandan!!"

☘☘☘

TBC...

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang