2° Ingatan Menyakitkan

42 2 0
                                    


Kebahagiaan tanpa rasa pedih itu kurang memuaskan

☘☘☘

"Jadi kamu memutuskan untuk kembali?" tanya seorang pria pada seorang gadis yang tengah memegang gelas berisi wine disampingnya.

Gadis itu berdehem sembari menyesap wine-nya hingga tandas. "Kamu tau Xav? Aku ini terlalu baik hati. Jadi saat mendengar kabar kalau Weldon saat ini tengah dalam masa kejayaannya, aku ingin memberi mereka hadiah."

Xavier terkekeh mendengarnya. Ia kemudian mematikan puntung rokok yang sedari tadi dihisapnya.

"Yemma ku memang sangat baik!" sindir nya.

Yemma tertawa pelan mendengar sindiran pria yang berbeda 8 tahun dengannya itu.

"Kapan kamu akan kembali?"

"Mungkin Lusa. Kamu ikut?"

Xavier mengangguk. "Aku akan ikut denganmu selama sebulan."

"Tapi sebelum itu, kita ke tempat papa Dami dulu. Ada sesuatu yang harus aku urus."

"Ada yang bisa ku bantu?"

Yemma menyalakan pematik api untuk rokok yang akan dihisapnya. "Tak usah, bukan masalah besar."

"Aku hanya akan memberi kejutan kecil pada seorang gadis sombong yang tengah menjelma jadi malaikat."

"Ahh apakah yang kamu maksud adalah gadis pembully itu?"

Yemma mengangguk. "Memberi kepedihan pada seseorang yang tengah berbahagia itu tindakan yang sangat terpuji kan??"

"Tentu saja!"

Lalu keduanya terdiam sejenak dalam keheningan malam yang terasa begitu tenang.

"Xav?"

Xavier menoleh kemudian tersenyum tipis saat melihat sorot mata tanpa emosi yang Yemma tunjukkan.

"Kamu ingat penyebab kematian papa Dami?"

"Aku berjanji akan melakukan hal yang sama pada orang yang melakukannya."

"Mungkin akan melebihi dari apa yang mereka lakukan."

"Meskipun itu mereka?" tanya Xavier sembari tersenyum miring.

Yemma meremat rokok ditangannya tanpa peduli dengan rasa panas yang dirasakannya. "Ya, meskipun itu keluarga ku sendiri."

"Weldon sialan!" umpatnya dalam hati.

Flashback on

2018

"Kamu tunggu disini sama bocah itu yah!"

"Papa mau kemana?" tanya Yemma yang waktu itu telah berusia 12 tahun.

"Ada yang harus papa urus. Papa janji akan kembali!" ujar Damarista dengan yakin meskipun dalam hatinya ia merasakan perasaan ragu.

Yemma memegang erat tangan Damarista. Ia merasakan sesak sekaligus perasaan tak nyaman lainnya. "Papa jangan pergi!"

Damarista berlutut dan menyamakan tingginya dengan gadis kecil yang sudah ia anggap anaknya sendiri itu. "Kamu tau kan papa sayang kamu?"

"Papa akan melakukan apa aja untuk memastikan kamu tetap hidup!"

"Meskipun nyawa menjadi taruhannya!" batinnya.

"Papa janji akan kembali?"

Damarista mengangguk. "Papa janji!"

Yemma kemudian memeluk erat Damarista dengan air mata yang tiba-tiba jatuh dari pelupuk matanya. "Papa harus kembali! Kimmy sayang papa! Kimmy cuma punya papa!"

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang