33° Menyerah

2 1 0
                                    


Maaf Komandan saya memutuskan untuk menyerah

☘☘☘

Willona yang tengah memetik snar bass-nya dengan asal tersentak kaget saat pintu kamar dibuka dengan kasar.

Matanya memandang dengan malas saat melihat kedatangan mamanya yang sepertinya baru pulang dari syuting filmnya.

"Kenapa?" tanyanya dengan tenang setelah menyimpan bass diatas ranjangnya.

Melihat raut muka mamanya yang terlihat gelap, ia tentu dapat menebak alasannya. Namun ia tak peduli. Mamanya yang baru pulang dari Bali setelah syuting selama hampir satu minggu itu sepertinya telah menahan diri dari kemarahannya selama ini.

"Kamu kalah di kontes kecil yang diadakan di paris?" Nadine mengeraskan rahangnya. "Kamu kalah padahal hanya di kontes kecil seperti itu?"

Willona mendengus pelan. "Iya lalu kenapa?"

"Memalukan!!" desis Nadine dengan nada geram.

"Willona!!" Nadine menatap mata anaknya itu dengan tajam. "Dulu kamu begitu hebat. Tapi lihatlah sekarang, kenapa kamu malah diam ditempat dan tak berubah sedikitpun?"

"Lihat rival-rivalmu! Kamu tak malu pada mereka? Saat mereka  berubah menjadi lebih baik tapi kamu malah diam terus ditempat dan tak membuat kemajuan!!!"

Willona mengepalkan tangannya. "Karna itu lah aku merasa kesal dan frustasi!!!" sentaknya.

"Maka dari itu berusahalah mati-matian!!" Nadine membalasnya dengan nada tak kalah tinggi.

"Lihatlah dirimu! Setelah kegagalan, kamu malah berdiam diri didalam kamar dan bermain gitar bodoh itu!"

"Kamu pikir itu bisa membuatmu maju?" sentak Nadine sembari mengambil bass milik Willona dan membantingkannya pada beberapa benda keras hingga hancur lalu melemparkannya tepat dibawah kaki anak nya.

Brak

Pupil mata Willona bergetar. Tangannya mengepal dengan erat hingga kuku-kuku jarinya melukai telapak tangannya.

"Kenapa mama merusak hadiah dari papa?" tanya Willona dengan nada suara yang terdengar parau.

Nadine memalingkan wajahnya. Hatinya sebenarnya sakit melihat raut wajah anaknya yang terlihat putus asa untuk kedua kalinya.

"Apa mama pikir mama lebih baik dari bass yang papa hadiahkan buat aku?" Mata Willona berkaca-kaca. Hatinya sakit melihat hadiah yang papanya berikam sebelum kepergiannya itu.

"Mama tak pernah melihat ajang kontes yang aku ikuti kan? Mama juga tak pernah sama sekali menghiburku saat aku gagal kan?"

"Saat aku kalah dan pulang sendirian dalam keadaan sedih, satu-satunya hal yang menghiburku bukan mama tapi hadiah dari papa itu." Willona menjeda ucapannya. Memejamkan mata dengan erat sesaat untuk menekankan perasaan sesak dihatinya. "Lalu, apa yang membuat mama memiliki hak untuk menghancurkannya?"

"Apa mama tau? Betapa sulitnya aku saat harus merelakan impianku demi mama? Saat aku harus berpose didepan kamera dan berlenggak-lenggok didepan semua orang dengan perasaan sesak karna semuanya sama sekali tak sesuai dengan apa yang ada dalam impianku. Saat aku harus merasa sedih saat kalah karna itu akan mengecewakan dan membuat mama sedih. Apa mama tau?"

Whatever You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang