Bab 1: Siswa Baru

295 19 0
                                    

"BoBoiBoy, bangun! Ini sudah subuh!" kata Ochobot sambil meraba-raba lengan BoBoiBoy. "Ah? Benarkah?" lirih BoBoiBoy berusaha membuka matanya sekuat tenaga. Benar saja, terdengar suara azan Subuh.

"Kau mendengarnya, bukan? Segeralah ambil wudu, salat, lalu bersiap-siap pergi ke sekolah." perintah Ochobot. BoBoiBoy pun mengambil handuk, lalu pergi ke kamar mandi. Ia mandi secepat mungkin, lalu melaksanakan salat Subuh.

Karena selesai mandi salat Subuh berjamaah di masjid sudah dimulai, maka BoBoiBoy memilih untuk salat di rumah saja. Sedangkan Tok Aba memang sudah mandi sejak sebelum azan Subuh, jadi Tok Aba pergi salat Subuh berjamaah di masjid.

***

"Tok Aba, Oboi pamit pergi ke sekolah." ujar BoBoiBoy pada Tok Aba, lalu menyalami tangan Tok Aba. "Ya, berhati-hatilah. Atok dan Ochobot juga mau membuka kedai." pesan Tok Aba.

BoBoiBoy pun melangkah pergi dari halaman rumah Tok Aba, ia menempuh jalan terdekat menuju Akademi Pulau Rintis.

"Hai, BoBoiBoy." sapa Yaya. "Oh, hai juga, Yaya. Kamu bawa apa tuh?" tanya BoBoiBoy melirik sebuah keranjang yang dibawa oleh Yaya. "Seperti biasa, aku bawa biskuit aku. Tapi, aku sudah mengubah resepnya. Terima kasih, BoBoiBoy, khususnya Taufan, sudah mengajari aku cara membuat biskuit yang lezat." ujar Yaya berseri-seri.

"Hahaha, aku tak sepandai itu kok. Hanya saja, Taufan memang sering membantu Tok Aba di kedai, jadi ia sudah terbiasa dalam hal memasak." kekeh BoBoiBoy. "Taufan memang pandai memasak. Rencananya biskuit ini akan aku jual di kantin, semoga saja laku dan aku bisa konsisten." kata Yaya.

"Aamiin. Ngomong-ngomong, boleh aku cicipi satu? Nanti aku bayar." pinta BoBoiBoy. "Ah, tak perlu bayar, BoBoiBoy. Aku sudah buatkan beberapa bungkus plastik di dalam tas, khusus untuk kita berlima. Ambillah." ujar Yaya. BoBoiBoy pun membuka tas ransel Yaya, lalu mengeluarkan sebungkus plastik berisi biskuit berwarna cokelat.

BoBoiBoy pun menutup kembali tas ransel Yaya, dan memakan beberapa biskuit yang ada di dalam bungkus plastik itu. "Hmmm~ Terbaik! Ini sangat lezat, Yaya! Aku bangga padamu!" puji BoBoiBoy sambil mengacungkan jari jempolnya seperti biasa.

Yaya pun tersenyum senang karena biskuitnya diakui enak oleh BoBoiBoy. "Terima kasih, BoBoiBoy. Lain kali, aku akan belajar lebih dalam lagi tentang memasak, supaya bisa lebih sering berbagi makanan dengan kalian semua." kata Yaya. "Sama-sama, Yaya. Semangatlah, aku yakin kamu pasti bisa memasak dengan baik!" balas BoBoiBoy.

Tak terasa sepanjang jalan mereka mengobrol, tiba-tiba sudah sampai di depan gerbang Akademi Pulau Rintis. "Wah, sudah sampai! Masuklah ke kelas lebih dulu, BoBoiBoy, aku mau pergi ke kantin sebentar. Sampai jumpa!" ujar Yaya melangkah ke kantin sambil melambaikan tangan ke arah BoBoiBoy. "Sampai jumpa, Yaya!" balas BoBoiBoy sambil melangkah menuju kelas.

***

"BoBoiBoy." lirih Gopal. Gopal melirik bungkus plastik biskuit yang dipegang BoBoiBoy dengan ekspresi memelas.

"Ya, Gopal?" tanya BoBoiBoy. Gopal pun hanya bisa menghela nafas panjang, dan BoBoiBoy langsung mengangguk paham.

"Nilai kau tak sesuai harapan Appa mu?" tanya BoBoiBoy. "Ya. Tentu kau tahu sendiri, Appa aku selalu terobsesi memiliki seorang putra yang pintar. Malah aku sampai dikursuskan ini itu. Ternyata nilaiku anjlok, bagaimana Appa tidak marah. Aku disuruh berdiri semalaman di luar, dan aku belum makan sama sekali sejak semalam." keluh Gopal.

"Kali ini, belajarlah lebih serius, Gopal. Batasi interaksimu dengan Tomo, bisa saja dia menggodamu untuk berpacaran dan tak fokus pada pendidikan." pesan BoBoiBoy. Sejujurnya, BoBoiBoy tak tega melihat kondisi Gopal setiap harinya, yang selalu saja dikekang ini itu oleh Pakcik Kumar. Pakcik Kumar selalu menuntut Gopal untuk menjadi anak yang pintar. Hingga terkadang Pakcik Kumar membuat Gopal merasa sakit karena hukumannya.

Tapi, di sisi lain, BoBoiBoy juga iri pada Gopal, karena setidaknya masih dipedulikan. Sedangkan dirinya? Jarang sekali dijenguk oleh ayahnya. Padahal dia ingin sekali mendapat perhatian sekecil apapun dari ayah dan ibunya, namun sayang ayahnya jarang mengabarinya karena misi, sedangkan ibunya memang sudah tiada karena menderita kanker otak, sejak BoBoiBoy berusia 11 tahun.

"Gopal, setidaknya, kau sudah belajar dari ayah dan ibumu sendiri, ya. Berpacaran, hingga kebablasan memiliki seorang putra sebelum menikah. Dan pada akhirnya, ibumu kabur entah kemana setelah melahirkanmu, bersama pacarnya yang baru." lirih BoBoiBoy. "Aku tahu itu, BoBoiBoy. Aku takkan berkencan dengan wanita manapun. Jika memang aku mencintainya, aku akan menikahi dan menjaganya, bukan merusaknya." balas Gopal sambil memakan biskuit.

***

"Baiklah, anak-anak muridku. Hari ini, kita akan menyambut murid baru. Silakan perkenalkan dirimu." ujar Papa Zola sambil melirik ke arah seorang siswa yang berdiri di sampingnya.

"Hai, saya Reverse. Panggil saja, Rev. Saya murid pindahan dari Kota Hilir. Salam kenal." ucapnya dengan nada datar dan ekspresi dingin. "Baiklah Rev, silakan duduk di samping Fang, anak berambut ungu itu." perintah Papa Zola.

Rev pun mengangguk, lalu duduk di bangku samping Fang. Fang hanya tersenyum sekilas kepada Rev, sedangkan Rev tidak membalas senyumannya sama sekali dan langsung duduk.

'Akhirnya, aku bertemu denganmu, BoBoiBoy. Aku takkan membiarkanmu hidup tenang. Mari kita buktikan, siapa yang lebih layak menjadi anak seorang pahlawan seperti Amato.' batin Rev, sambil melirik sinis pada BoBoiBoy.

Bersambung.....

.
.
.
.
.

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote untuk memberi dukungan pada saya, terima kasih. Jika ada kritik dan saran, silakan ketik di kolom komentar.

Darkness Crystal: BBB Fanfic [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang