"Rajin sekali kamu membawa bunga setiap menjenguk Ayah?"Seorang pria paruh baya sedang terbaring dengan infus di tangannya, melirik ke arah vas bunga yang semakin bertambah di ruang rawat inapnya.
Jeno duduk di salah satu sofa depan brankar sang Ayah pun tertawa kecil, ia juga baru menyadari kalau kamar tempat Ayahnya dirawat sebentar lagi berubah menjadi taman bunga karena dirinya. Ya, Jeno memang kerap kali mampir ke Blossom Haven dan memesan bunga-bunga itu dengan alasan untuk 'menjenguk Ayahnya', padahal sebenarnya dia hanya ingin bertemu Haechan.
"Lagi dekat dengan seseorang, ya?" tembak sang Ayah, bikin Jeno terkejut dan bergeleng cepat. Reaksi si putra sulung membuat Ayah tertawa. "Kamu tidak pintar berbohong seperti Ayah, Jeno."
"Bukan begitu, Ayah. Haha."
"Lagipula apa lagi alasannya? Anak penurut sepertimu saja sampai menolak perjodohan dengan cucu pemilik Bank terbesar di Korea yang sudah susah payah Ibumu siapkan."
Rasanya Jeno sudah tertangkap basah, ia pun hanya terkekeh pelan sambil mengusap tengkuknya yang tak gatal. Kemudian Jeno melanjutkan aktivitas mencoret-coret berkas pekerjaan di pangkuannya. Bukan, dia bukan memeriksa hasil revisi anak buahnya itu. Jeno justru sedang menggambar seorang pemuda manis yang memenuhi pikirannya belakangan ini.
Putra sulungnya itu terlalu larut dalam aktivitasnya, hingga tak menyadari kalau Ayah sudah terduduk di atas ranjang dan mengintip apa yang tengah Jeno lakukan.
"Jeno, kamu mulai menggambar lagi?" tanya Ayah, refleks membuat Jeno menutup dokumen tersebut dengan tangannya. "Hey ... santai saja, Nak. Toh kamu bukannya melakukan tindak kriminal."
Jeno tak menjawab Ayahnya, melainkan hanya tampilkan senyuman kecil.
"Lakukan saja hobimu itu, selama tidak mengganggu fokusmu pada pekerjaan. Ingatlah untuk selalu bertindak sesuai dengan derajat keluarga kita."
"Baik, Ayah." Jeno menganggukkan kepalanya meskipun sebenarnya ia merasa tertekan atas tanggung jawab yang begitu besar tersebut.
"Sama seperti pasangan, carilah yang sesuai dengan level keluarga kita. Jangan mempermalukan Ayah dan Ibumu, Jeno."
Jeno meremat kertas-kertas di atas pangkuannya tersebut, berusaha menjaga emosinya di hadapan sang Ayah. Walaupun ia tidak menyukai pola pikir keluarganya yang selalu mengekang dan mengatur kehidupannya, Jeno tahu dirinya tidak mungkin bisa melawan. Keluarganya itu bisa melakukan segalanya demi menyingkirkan apapun yang berpotensi menghalangi kemajuan perusahaan.
"Jeno? Kamu dengar apa kata Ayah?"
Ia mendongakkan kepalanya, paksakan senyumnya lagi. "Iya, Ayah."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABITS | MarkHyuck
Fanfiction10 tahun pacaran dan 5 tahun menikah, hubungan yang Mark dan Haechan kira akan abadi itu ternyata bisa kandas juga. Renjun pun menantang keduanya pisah rumah selama setahun sebelum mereka resmi bercerai, tapi ... sebagai tetangga. Bisakah mereka hid...