15 tahun lalu ...
Di bawah langit berwarna jingga suatu musim panas, di tengah lapangan bola yang luas nan sepi, kedua pemuda berseragam SMA jalan berdampingan sambil bercengkrama dalam perjalanan pulang mereka ke rumah masing-masing.
Mark usia tujuh belas tahun tengah menyesap sebuah es krim rasa semangkanya dengan nikmat, sementara Haechan hanya melangkah di sisinya sambil sesekali melirik diam-diam ke arah teman sebayanya itu. Mereka berdua baru saja menyelesaikan serangkaian kegiatan piket sepulang sekolah, jadi memang sudah menjadi sebuah rutinitas keduanya untuk pulang terlambat bersama setiap hari Kamis.
"Hey, aku masih terkejut. Bekal Tonkatsu-mu tadi siang itu setara dengan yang pernah aku makan di restoran. Padahal kamu tidak terlihat seperti orang yang pandai memasak sama sekali," ujar Mark mengusap dagunya dengan dahi mengernyit sambil menelisik Haechan dari ujung kepala sampai kaki. Wajah konyol pemuda itu buat Haechan terpekik lalu memukul lengannya bercanda, Mark otomatis ikut tertawa bersamanya.
Pada saat itu pula, Mark tanpa sengaja mendapati tali sepatu Haechan di bawah sana terurai tak terikat. "Haechan, tunggu sebentar."
Ia pun mengapit stik es krimnya di mulutnya agar kedua tangannya bebas, baru lah dia berjongkok di hadapan Haechan untuk bantu temannya itu mengikat tali sepatu. Haechan jelas terkejut atas pergerakan tiba-tiba Mark, sehingga ia hanya berdiri mematung di sana sambil melihat apa yang sedang Mark lakukan. Kedua tangan Haechan saat ini memang sedang memegang tas bekal dan gulungan kertas karton bekas tugas kesenian mereka hari ini, mungkin karena itu Mark berinisiatif membantunya.
Haechan remaja sebenarnya menyimpan rasa pada teman sebangkunya itu, jadi menerima perhatian kecil seperti ini selalu berhasil membuat hatinya berdebar.
"Besok aku akan membuatkanmu bekal lagi," celetuk Haechan, tersenyum malu melihat pucuk kepala Mark dari posisinya.
"Oh? Tidak, tidak perlu. Aku tadi memujimu karena memang rasanya enak kok, bukannya minta dibuatkan lagi." Terdengar sebuah kekehan kecil dari lelaki yang tangannya sibuk menyimpul tali sepatunya.
"Tapi aku ingin membuatkannya untukmu, boleh?"
"Untukku doang? Bagaimana dengan Renjun? Tadi kan dia juga bilang masakanmu enak."
Haechan menggelengkan kepalanya dan tentu saja Mark tidak bisa melihatnya karena fokusnya masih tertuju pada tali sepatu Haechan yang sudah terikat rapi.
"Untuk Mark saja," ujar Haechan, kali ini buat lelaki di bawah sana mendongakkan kepala ke arahnya.
Sebuah senyum jenaka itu terpatri pada paras rupawannya, maka wajah Haechan semakin merona saja dibikinnya.
"Lucunya. Kamu suka sama aku, ya?" tanya Mark iseng, masih bertahan pada posisi bersimpuh satu lututnya.
Belum menyadari jika pertanyaan asalnya barusan nyatanya membuat Haechan membelalakkan sepasang manik sayunya itu karena merasa terciduk. Semburat merah muda itu semakin timbul kentara pada kedua pipi gembilnya, Mark sampai tertawa melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABITS | MarkHyuck
Fiksi Penggemar10 tahun pacaran dan 5 tahun menikah, hubungan yang Mark dan Haechan kira akan abadi itu ternyata bisa kandas juga. Renjun pun menantang keduanya pisah rumah selama setahun sebelum mereka resmi bercerai, tapi ... sebagai tetangga. Bisakah mereka hid...