06

140 68 125
                                    

Diperjalanan pulang Lala melihat sosok anak kecil di halte ia seperti tak asing dengan perawakan anak itu dengan penasaran Lala menemui anak itu dan alangkah terkejutnya dia setelah tau siapa anak itu.

------------

------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lama Lala memperhatikan anak kecil itu sampai akhirnya saat anak itu menegakkan kepalanya Lala kaget.

"YA ALLAH NENG HERA," teriak Lala sambil berlari menuju halte.

"Mbak Lala"

Lala langsung memeluk Hera erat, bisa Lala rasakan tubuh kecil ini dingin sekali, anak mantan majikannya ini kedingina.

Ya Allah, Hera kenapa disini kenapa nggak pulang mbak Lala nyariin dari tadi loh."

Hera menatap pengasuhnya itu, "Hera takut pulang mbak."

Ucapan Hera terdengar lirih sekali seakan ia benar benar takut untuk pulang dan bertemu dengan ayahnya, "Ayo pulang yuk, mbak Lala anter."

Hera hanya mengangguk saja lalu mereka berjalan bersama ditengah langit kota yang mendung, Lala melihat Hera sedikit terisak kecil jujur saja Lala kasian pada anak ini ia terlalu muda untuk merasakan ini semua.

"Nah udah sampai, ayo masuk."

Saat baru membuka pintu mereka disambut oleh ucapan Nindi dan juga tatapan datar Hamka.

"Hera kamu kemana si ha, cepet sini kita kekamar."

Nindi menarik tangan Hera dari Lala, lalu membawanya kekamar selama perjalanan Hera hanya diam saja begitu juga dengan Nindi.

Hamka menatap Mbak Lala dengan tanda tanya, "Saya melihat Neng Hera di halte sendirian pak," jelas Lala yang paham akan tatapan Hamka.

Hamka hanya mengangguk saja lalu pergi menyusul istrinya, Lala pun pergi dari rumah itu dengan berat hati Lala tidak tega meninggalkan Hera sendirian tapi mau bagaimana lagi dia sudah tidak bekerja disini lagi dia sudah dipecat tadi oleh majikannya itu, dengan langka berat Lala pergi dari rumah itu.

Sedangkan dikamar Hera Nindi menidurkan Hera, Hamka masuk kekamar itu dan berdehem Nindi melihat Hamka lalu mulai menemuinya dia akan coba membujuk suaminya itu.

Nindi turun dari ranjang itu dengan perlahan takut akan membangunkan anaknya, ia berjalan keluar kamar menutup pintu kamar dengan pelan.

Setelah menutup pintu kamar Nindi menatap suaminya sebentar lalu mengambil tangan suaminya itu untuk ia genggam.

"Mas, biarin Hera disini ya kasian dia mas."

Hamka memalingkan wajahnya, "Tapi dia udah bikin asma Nala kambuh Nin," jawab Hamka dengan tangan terkepal.

Nindi mengelus kepalan tangan itu, "Hera nggak salah mas, Nala memang bisa kambuh kapan aja." Hera coba memberi pengertian pada suaminya itu.

"Terus aja belain anak kamu itu."

"Mas apa apaan sih."

"Dia juga anak kamu mas, anak kita." Nindi menatap suaminya dengan kesal.

Hamka hanya menatap tanpa minat pada Nindi lalu pergi meninggalkan rumah itu, Nindi menghela nafas lelah ia lelah dengan semuanya ia ingin kembali seperti dulu saja saat ia belum mempunyai anak dimana masalah tidak datang bertubi tubi.

Sedangkan didalam kamar Hera, anak itu tidak benar benar tidur saat mamahnya pergi ia langsung berjalan menuju pintu, Hera mendengar semua ucapan kedua orang tuanya itu.

"Jadi maksudnya aku mau dibuang?" Ucap lirih Hera, air matanya tak bisa ia bendung lagi.

Bagaimana mungkin ayahnya ingin membuang dia, apa salah Hera dia tidak melakukan apapun pada adiknya itu.

Hera menangis dalam diam didalam kamar bernuansa biru itu, entah kenapa muncul perasaan marah pada dirinya marah kepada Ayahnya, marah kepada Mamahnya, dan marah kepada Adik adiknya.

Jika saja diantara Nala atau Fian ada yang mengucapkan yang sebenarnya terjadi ia tidak akan dimarahi ayahnya dan ayahnya tidak akan berencana membuangnya.

"Dari pada aku dibuang mending aku pergi sendiri aja dari sini," gumam Hera sambil berjalan menuju lemari.

Sampai didepan lemari Hera mengambil kursi lalu menaikinya guna mengambil tas yang sedikit lebih besar diatas lemarinya.

Setelah mendapatkan tas itu Hera mulai menata baju yang akan dia bawa, setelah semuanya siap Hera menatap dompet yang diberikan oleh ayahnya Hera membuka dompet itu ia melihat ada beberapa lembar uang seratus ribuan dan lima puluh ribuan dengan yakin Hera mengambil uang itu dan memasukkannya kedalam tas setelah semuanya beres ia bergegas menuju jendela.

"Tinggi banget."

Ia menatap ngeri pada jendela kamarnya, oke. Sepertinya kabur lewat jendela hal yang buruk jadi Hera buru buru melangkah menuju pintu kamarnya.

Dibukanya pelan pintu itu dan dapat ia lihat keadaan rumah itu kosong Hera sempat dengar suara mobil pergi tadi saat setelah ayah dan mamahnya berdebat didepan kamarnya mungkin itu ayahnya yang pergi dan mamahnya kemungkinan besar berada dikamarnya Hera meyakinkan dirinya sendiri guna melanjutkan langkah kakinya itu.

Follow akun WP aku ini dan instagram aku, nanti aku follback

Ig : its.blue_cat
07-01-24

blue_cat07-01-24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


 In Omnia Paratus (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang