Disebuah pemakaman terdapat gadis duduk di kursi roda menatap gundukan tanah didepannya, langit menurunkan tetes demi tetes air seolah paham perasaan gadis itu saat ini
"Pulang yuk, takut ujiannya makin lebat," ucap laki laki tua disamping gadis itu.
"Kenapa tante ninggalin aku, Oma kenapa tante nggak ngajak aku Oma!"
Oma Dita langsung memalingkan wajahnya tak mau menatap wajah menyedihkan dari cucunya itu.
Hera, gadis itu tidak menangis sejak sampai tak ada air mata yang keluar tapi pertahanan itu tak bertahan lama akhirnya Hera tersungkur diatas makan Nada.
"Tante, kenapa pergi tan, nanti siapa yang jailin aku lagi."
Oma Dita tak sanggup melihat cucunya menangis seperti itu hatinya sakit sekali ditambah ia harus kehilangan anaknya, Nada anaknya yang nakal itu pergi selamanya sebelum dia memeluknya.
Opa Adit merengkuh badan kecil milik Hera, "Hera nggak boleh gini, kalo Tante Nada tau Hera kaya gini pasti Tante Nada marah sama kamu sayang," ujar Opa Adit mencoba membujuk Hera.
"Ayo kita pulang!"
Oma Dita berjalan terlebih dahulu setelah mengatakan itu, disusul dengan Opa Adit yang mendorong Hera di kursi rodanya.
Tepat 2 hari yang lalu saat tragedi jatuhnya pesawat yang ditumpangi oleh Nada dan Hera, tepat saat itulah Nada menghembuskan nafas terakhirnya sementara Hera mengalami luka yang lumayan serius yang menyebabkan koma selama 2 hari.
Saat terbangun Hera langsung mencari keberadaan Nada, namun yang diperlihatkan oleh Opa Adit adalah gundukan tanah dengan nisan di atasnya yang bertuliskan nama dari Nada.
Setelah pulang dari pemakaman Hera langsung pergi ke kamar, mengurung dirinya didalam sana tak mengijinkan siapapun masuk.
Sementara diruang keluarga Oma Dita menangis tersedu sedu dipelukan suaminya.
"Nada pergi mas, Hera sakit, Nada pergi, Hera sakit," racah Oma Dita sebelum akhirnya tertidur.
Opa Adit sama terlukanya tapi jika dia menunjukkan kesedihannya lalu siapa yang akan menenangkan istri dan cucunya itu.
Sementara itu di suatu rumah terdapat ibu rumah tangga yang sedang minum teh bersama dengan suaminya.
"Nada kecelakaan."
"APA!" Teriak ibu rumah tangga itu yang tak lain ialah Nindi.
"Nada kecelakaan pesawat pas mau pulang kesini," jelas suaminya itu ia adalah Hamka.
"Ayo kita kesana mas, kenapa mamah sama papah nggak bilang sama aku," ucap Nindi yang mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Dia kecelakaan sama Hera." Potong Hamka yang membuat niat Nindi untuk pergi bersiap terhenti, ia mendudukkan kembali dirinya.
"Maksud kamu gimana mas?"
"Ternyata selama ini Hera sama Nada di Korea, itu sebabnya waktu kita kerumah orang tua kamu dia nggak ada disana karna dia tinggal sama Nada," ujar Hamka menjelaskan.
"Anak itu!"
"Dia emang pembawa sial, ayo mas kita kerumah orang tua aku," ucap Nindi lalu pergi untuk bersiap tidak lupa dia akan membawa anak anaknya itu.
"Halo sayang, nanti jangan ganggu aku dulu ya aku mau ngurusin keluarga aku dulu," ucap Hamka pada seseorang di teleponnya.
Setelah mendapat jawaban dari lawan bicaranya Hamka ikut pergi menyusul istrinya.
Masih ingat di part awal kalah Hamka ini pernah ketahuan selingkuh dan ya itu masih terjadi sampai sekarang bahkan Nindi sendiri pun tau kalau Hamka selingkuh tapi ia hanya acuh tak acuh memang keluarga yang aneh kan.
"Kita mau kemana mah," tanya Nala anak terakhir dari Nindi dan Hamka.
"Mah, Pah, kita mau kemana?" Ucap Nala lagi karena tak mendapatkan jawaban, namun baik Nindi atau Hamka sama sama bungkam.
"Lo bisa diem nggak si!" Tekan Fian pada adiknya itu saat melihat Nala akan kembali berucap.
"Tapi kak-"
"Lo itu berisik bisa diem nggk!"
Follow akun wp aku, follback? DM aja ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Omnia Paratus (On Going)
Short StoryAnak yang haus perhatian orang tuanya sejak kelahiran adiknya itu tumbuh menjadi anak yang tak peduli sekitar, ditambah masalah yang selalu datang setiap ia mulai merasakan bahagia. Mampukah anak itu bertahan, atau malah menyerah?