Setelah malam yang cukup panjang dan melelahkan bagi ketujuh saudara itu, kini mereka tengah berada di meja makan untuk sarapan bersama walaupun suasana diantara Kelvin dan Justin masih canggung.
"Katanya hujan itu rahmat, kok gua tanya ke Rahmat katanya bukan dia," celetuk Hanan agar mengurangi rasa canggung di meja makan.
"Bukan Rahmat yang itu kali, Rahmat yang satunya lagi," sahut Rendy.
"Kalo bukan yang satunya pasti yang satunya lagi," timpal Tian.
"Gimana kalo weekend ini kita pergi liburan? Udah lama juga kan kita nggak pergi liburan," usul Melvin.
"Boleh tuh," ucap Rendy menyetujui usulan Melvin.
"Kalo menurut kalian berdua gimana?" Melvin bertanya kepada Justin dan Kelvin yang sendari tadi hanya diam.
"Gua ngikut aja," jawab Kelvin.
"Gua juga ngikut aja," ucap Justin.
"Ada usul mau pergi ke mana?"
"Ke puncak aja gimana?" usul Zidan.
Mereka menganggukkan kepalanya menyetujui usulan dari Zidan, "okee, weekend kita ke puncak. Nanti biar gua yang urus villa nya di sana buat kita liburan," ujar Melvin.
Setelah selesai sarapan, mereka semua pun langsung bergegas pergi ke sekolah dan ke kantor seperti biasanya.
Sesampainya di sekolah, Kelvin tidak langsung menuju ke kelasnya namun ia pergi ke taman yang berada di belakang sekolah. Ia tak tahu jika sendari tadi Justin mengikutinya dari belakang.
Dia duduk di sebuah bangku yang berada tepat di bawah sebuah pohon yang cukup besar, ia mengambil ponselnya dan memakai handset untuk mendengarkan musik. Kelvin memejamkan matanya menikmati suasana tenang yang tercipta, saat merasakan ada seseorang yang duduk di sebelahnya dengan perlahan ia membuka matanya.
Melepas handset yang terpasang di telinganya, lantas Kelvin menoleh kearah orang yang duduk di sebelahnya. "Ada apa?" tanya nya.
Justin, ia menghela nafasnya sebentar sebelum memulai pembicaraan. "Sorry. Gua mau minta maaf ke lu, nggak seharusnya gua ngomong kaya gitu ke lu."
"Lu lagi gak pura-pura kan?" tanya Kelvin skeptis, pasalnya ia mengingat ucapan Justin kemarin tentang Justin yang pura-pura menyayanginya.
"Enggak, gua bener-bener minta maaf. Nggak seharusnya gua naruh rasa iri ke lu yang bahkan lu nggak tau apa-apa waktu itu."
"Bukan salah lu, wajar kalo lu ngerasa iri karena lu juga pingin di perhatiin, kan?"
"Iya."
"Gua maafin."
Justin yang tadinya menunduk pun langsung mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Kelvin yang menatapnya dengan sorot mata yang hangat. Justin pun menatap balik ke arah Kelvin dengan senyum kecil yang terpatri di bibirnya.
"Makasih, makasih udah mau maafin gua."
"Iya, gua harap lu nggak cuma pura-pura doang."
"Enggak, gua bener-bener tulus buat minta maaf sama lu. Maafin gua yang udah ngomong kaya gitu ke lu, gua terlalu emosi sampe-sampe nggak bisa mikir jernih dan langsung ngomong kaya gitu tanpa pikir panjang. Nyatanya ayah, bunda sama yang lainnya masih tetep ngasih gua perhatian tapi gua nya aja yang masih ngerasa kurang dan nggak bersyukur, malahan gua berpikir buat ngejauh dari mereka karena gua ngerasa mereka cuma sayang sama lu."
"Iya."
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi, mereka berdua pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Casa || 7 Dream [END]
FanfictionJangan lupa tambahkan ke perpustakaan!! Jangan lupa follow sebelum membaca!! La Casa dalam bahasa Italia berarti rumah. Menurut kalian definisi dari rumah itu seperti apa? Tempat kita pulang ketika merasa lelah akan semuanya atau tempat dimana orang...