Part 30

841 93 13
                                    

Orang itu yang melihat tatapan penuh kebencian dari Hanan, mendesis tak suka. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Hanan, sesampainya di depan Hanan ia mengapit dagu Hanan agar menatap kearahnya.

"Gua nggak suka ditatap kaya gitu apalagi sama kakak kesayangan gua," ujar orang itu.

Hanan memalingkan wajahnya, enggan untuk menatap wajah orang yang telah berkhianat. Orang itu yang melihat Hanan memalingkan wajahnya pun tersulut emosi.

"Gua juga nggak suka liat wajah manusia kaya lu, munafik," ucap Hanan.

"Harusnya lu nggak perlu dateng kesini cuma buat selamatin anak pungut kaya dia, harusnya lu biarin aja dia biar kita bisa hidup bahagia berenam."

"Lebih baik gua mati daripada harus hidup satu rumah sama manusia menjijikan kaya lu."

Orang itu yang mendengar ucapan Hanan pun tambah tersulut emosi, lalu ia memerintahkan kepada para bawahannya untuk melanjutkan siksaannya.

"Ini akibatnya kalo lu main-main sama gua." Orang itu kembali berjalan menuju tempatnya semula, ia kembali melihat kedua saudaranya itu yang disiksa oleh para bawahannya.

Zidan yang terus dipukuli pun hanya bisa pasrah, ia ingin melawan namun tenaganya sudah terkuras habis. Sedangkan Hanan yang melihat Zidan terdiam pasrah menatapnya dengan mata berkaca-kaca, ia merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan adiknya dari tempat ini.

"Maaf, maafin gua."

Zidan yang mendengar gumaman Hanan pun tersenyum tipis sebagai balasan.

Hanan benar-benar marah saat dirinya tidak berdaya untuk menolong sang adik, dia juga marah kepada salah satu adiknya itu yang dengan tega menjebak Zidan.

"Setelah gua berhasil keluar dari sini, gua pastiin kalo kebusukan lu bakal terbongkar, anjing!"

Orang itu memiringkan kepalanya dengan raut wajah yang lucu, "emang iya? tapi kayaknya lu nggak bakal bisa keluar dari sini. Kalo pun bisa keluar, itu pun cuma nama doang."

"Daripada bosen liat kalian cuma di siksa doang, gimana kalo kita main tebak-tebakan yang kalah tubuhnya disayat?" ujar orang itu sambil tersenyum lebar.

"Lu manusia gila!"

Orang itu menghiraukan umpatan Hanan, "Pertanyaan pertama. Alat, alat kontruksi apa yang nggak pinter?"

Hanan diam memikirkan jawaban yang tepat agar siksaan yang diterima dirinya dan Zidan sedikit berkurang.

"Oke, waktu lu habis. Jawabannya adalah bego, siksa mereka." Orang itu kembali menyuruh bawahannya untuk melanjutkan siksaannya kepada Hanan dan Zidan.

"Lu bener-bener sialan Tian! lu bukan adek gua lagi, adek gua cuma Kelvin sama Zidan."

Orang itu yang ternyata adalah Tian langsung memasang wajah sedih setelah mendengar ucapan Hanan, selang beberapa detik raut wajah Tian langsung datar dan kemudian dia tertawa terbahak-bahak.

"Haha emang gua peduli? Tadinya gua mau bebasin lu tapi kayaknya nggak jadi deh, lebih baik lu temenin Zidan aja ke neraka. Gua suka liat muka kalian berdua pasrah gitu, apalagi wajah lu yang biasanya sok itu."

"Kalo seandainya gua pergi ke neraka, gua juga bakal seret lu buat kesana bareng sama gua."

Zidan hanya diam mendengarkan perdebatan kedua kakaknya, karena tubuhnya sudah benar-benar lemas tak bertenaga. Jangankan untuk membuka suara, membuka matanya saja ia membutuhkan tenaga ekstra.

Dengan sekuat tenaga Zidan mengeluarkan suaranya, "to-tolong bebasin bang Hanan, biar gua aja yang disini," ucap Zidan.

"Bebasin dia?" tanya Tian sambil menunjuk kearah Hanan, "mimpi! gua nggak akan bebasin kalian sampe gua puas atau bahkan sampe kalian mati."

Tian berjalan menghampiri Zidan, ia mengambil pisau yang disodorkan oleh bawahannya. "Gua gambarin ya? Gambar gua bagus loh." Tanpa mendengar jawaban Zidan, Tian pun mulai menggores tubuh Zidan menggunakan pisau tadi.

"Not bad buat gambar gua." Tian melihat gambar nya yang ada di tubuh Zidan. "Tapi kalo gambarnya di tubuh lu jadinya jelek, gua nggak suka." Tian meludah tetap di muka Zidan lalu ia melenggang pergi, duduk di kursi yang berada tidak jauh dari sana.

Kini tubuh Zidan menjadi berlumpur darah serta lebam-lebam yang menghiasi wajahnya. Tak berbeda jauh dari kondisi Zidan, kondisi Hanan pun sama mengenaskan nya.

"Setelah ini, gua pastiin hidup lu nggak akan bahagia."

Tian memasang wajah jengah saat mendengar ucapan Hanan, "ya ya ya, terserah lu mau ngoceh apa, gua nggak peduli."

"Gua pergi dulu, pasti orang-orang di rumah khawatir."

Setelah mengucapkan itu, Tian berjalan keluar dari bangunan itu bersama dengan sang paman dan sang bibi.

Disisi lain, Melvin, Rendy, Justin dan Kelvin tengah merasa khawatir karena ketiga anggota keluarga mereka belum juga terlihat.

Saat ini, mereka tengah duduk di sofa ruang keluarga sambil menunggu kedatangan ketiga saudaranya yang lain. Saat mendengar suara langkah kaki seseorang, mereka bertiga pun langsung menoleh.

"Dari mana aja?" tanya Melvin.

"Habis main sama temen," jawab Tian sambil tersenyum tipis.

"Bukannya lu nggak punya temen lagi ya setelah kejadian di kantin terakhir kalinya?" tanya Justin.

"Sekarang udah punya kok."

"Lu tau nggak dimana Hanan sama Zidan?" tanya Rendy.

Tian tersenyum menyeringai didalam hati, tentu saja ia tau dimana keberadaan kedua saudaranya yang lain karena dia lah yang menculik mereka. Namun lain dengan mulutnya yang berkata sebaliknya, "nggak tau, emang mereka belum pulang?"

"Belum."

"Mungkin mereka lagi main sama temen-temennya."

"Gua udah hubungin temen-temen Zidan dan mereka bilang Zidan nggak sama mereka, gua juga udah hubungin temen-temen satu geng nya Hanan tapi mereka juga bilang Hanan udah lama nggak kumpul sama mereka," ujar Kelvin.

"Oh, gitu."

Sejujurnya Kelvin sedikit curiga dengan tingkah laku Tian yang menurutnya agak berbeda namun ia menepis jauh pemikiran itu karena mungkin itu hanya perasannya saja.

"Ini darah?" tanya Melvin.

Tubuh Tian menenggang saat mendapat pertanyaan dari Melvin, setelahnya ia kembali rileks seperti tidak terjadi apa-apa, namun hal itu tidak luput dari pengelihatan Kelvin.

"Oh ini, ini bukan darah tapi saos. Tadi pas makan bakso hak sengaja kena baju."

"Oh, yaudah lu bersih-bersih terus istirahat sana."

Tian menganggukkan kepalanya, lalu ia berjalan menuju ke kamarnya.

"Kenapa Hanan sama Zidan bisa hilang di waktu bersamaan gini?" tanya Kelvin.

"Apa mungkin mereka berdua di culik?"

"Kayaknya enggak deh, mungkin aja mereka berdua lagi main bareng. Nanti juga mereka pulang," ucap Rendy.

"Mungkin aja."

Sendari tadi perasaannya benar-benar gelisah memikirkan keberadaan Hanan dan Zidan. Semoga mereka berdua baik-baik saja, atau kah ia perlu melacak keberadaan mereka berdua? Sepertinya ia harus melakukannya namun secara diam-diam karena feeling-nya mengatakan bahwa ada seseorang diantara mereka yang harus di waspadai.

"Kalo gitu mending kita istirahat dulu, mungkin nanti malem mereka berdua udah pulang," ujar Melvin.

Mereka semua menganggukkan kepala, lalu mereka pergi menuju ke kamar masing-masing.

__________________________

Jangan lupa vote & komen
Sorry kalo banyak yang typo

Next?

La Casa || 7 Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang