BAB X

140 10 0
                                    

***DETAK***

Sama seperti sebelumnya, hari ini pun Haechan menghindari untuk berpapasan dengan Mark. Bahkan, saat pulang sekolah kemarin, Haechan yang menghentikan langkahnya kembali meninggalkan Mark seorang diri di koridor kelas.

Tidak berniat untuk menyapa atau mengobrol sedikit pun hingga membuat Mark benar - benar penasaran bukan main.

Apa Haechan sedang menghindarinya ?

Tidak jauh berbeda dengan Haechan. Laki - laki manis itu juga nampak murung di dalam kelas hingga membuat Seungmin yang berada satu meja menatapnya heran.

Sudah sedari kemarin Haechan seperti mayat hidup (zombie).

"Lo kenapa Chan. Kok murung terus ?" Seungmin memulai pembicaraan dengan Haechan yang sedang melamun

"Gue nggak bisa cerita, Min. Maaf." Balas Haechan dengan pelan

Seungmin terkejut. Begitu pula dengan Renjun dan Jaemin yang sedang berdiri menatap Haechan yang duduk lesu di bangkunya.

"Cerita apa ? Kenapa gak bisa ?" Kini Renjun yang bertanya namun Haechan masih diam tidak menjawab dan membalasnya

"Lo bener ada masalah ya ?" Jaemin bertanya namun tidak juga di balas oleh Haechan

"Kita kan sahabat, Chan. Lo bisa cerita ke kita kita. Anggep aja keluarga sendiri." Seungmin berujar lagi

Ketiganya menatap Haechan dengan iba. Sebenarnya masalah apa yang sedang di hadapi oleh Haechan hingga dua hari ini Haechan terlihat muram.

"Gue mau ke toilet dulu." Sergah Haechan memecah keheningan diantara ke empatnya

***

Haechan menaiki anak tangga satu persatu. Ingin ke toilet hanyalah alasan baginya agar teman - temannya tidak bertanya terlalu jauh tentang apa yang sedang dia pikirkan. Pikiran yang menghantuinya dan membuatnya takut akan kehilangan.

Dia duduk di kursi yang berada di atas rooftop. Menelungkupkan kepalanya dengan isakan yang kian terdengar.

Haechan yakin, tidak bertemu dengan Mark adalah pilihan yang tepat agar dirinya tidak terperosok lagi kepada jatuh cinta yang akan membuat hatinya sakit.

Dulu, di sekolah lamanya, Haechan pernah merasakan jatuh cinta. Dan itu sia - sia karena orang yang Haechan cintai ternyata adalah seorang straight.

Sekarang, Haechan tidak mau jatuh cinta kepada kakak kelasnya---Mark Lee karena itu semua akan sia - sia. Sia - sia karena dirinya toh akan mati.

Dia tidak akan hidup lama karena kanker ini sudah berada di stadium akhir.

Haechan mengusap air matanya yang jatuh ke atas pipi. Benar - benar mengusap kedua pipinya agar tidak ada bekas airmata yang berada disana. Tapi sebuah suara sontak membuat Haechan langsung beralih untuk menengok ke belakang

"Kenapa ?"

Itu adalah Mark. Yang datang ke atas rooftop dan menemukan Haechan yang sedang menangis seorang diri.

Mark menatap ke dalam mata cokelat itu. Menelisik dengan cermat bekas airmata yang hendak disembunyikan oleh Haechan. Namun Mark lebih pintar, dia tahu kalau Haechan habis menangis.

"Kenapa ?" Sekali lagi Mark bertanya pada Haechan

Haechan gelagapan. Namun berusaha untuk tenang menghadapi Mark.

"A - apa maksud Kak Mark ?" Tanya Haechan

Mark masih dalam mode tenang. Masih sabar karena ternyata Haechan juga melupakan kalau dirinya akhir - akhir ini menghindari Mark.

Mark menarik napas, "kenapa Lo ngehindarin gue ?" Tanya Mark memperjelas maksudnya

Namun, sosok Haechan masih saja diam seribu bahasa. Pria itu hanya terduduk menghadap ke arah Mark dengan wajah menunduk---tak berani menatap Mark sedikitpun.

"Gue gak tau ini perasaan gue doang atau gimana. Tapi gue rasa, Lo ngehindari gue." Mark berujar sendiri lagi di keningnya rooftop

Tidak ada suara lain. Yang ada hanya semilir angin yang berhembus menerbangkan rambut mereka berdua dengan pelan.

"Aku gak ngehindari Kak Mark." Jawab Haechan

Namun Mark tidak merasa. Dia menghela napas frustasi sambil menaikkan satu sudut bibirnya.

Rasanya sakit.

Namun, rasa sakit itu tergantikan dengan rasa khawatir saat Mark mendengar lagi isakan kecil dari Haechan.

Entah mendapat dorongan darimana, Mark mencoba melangkah untuk mendekati Haechan. Berdiri di hadapan pria itu yang masih terduduk menghadapnya.

Haechan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Isakannya tidak bertambah besar namun Mark bisa mendengarnya.

"Haechan." Mark pertama kali memanggil nama Haechan

Mark khawatir.

Diangkatnya Haechan agar ikut berdiri bersamanya. Bahunya di dorong oleh Mark agar mendekat. Kedua tangannya melingkar di sekitar bahu Haechan---menenangkan.

"Aku nggak tau apa yang kamu sembunyiin. Tapi aku harap kamu gak menghindar dari aku."

Mark mengeratkan pelukannya kepada Haechan.

Sungguh, Mark akui dia baru mengenal Haechan beberapa bulan kemarin. Namun, Mark tidak ingin berbohong kalau dirinya sudah jatuh cinta pada pria manis itu.

Kata - kata yang keluar dari mulut Mark membuat Haechan tidak bisa untuk tidak menangis. Ucapan Mark benar - benar menusuk relung hatinya yang menyukai Mark.

Haechan menyukai Mark, namun dia takut. Takut dengan segalanya. Dan yang pasti adalah takut dengan kematiannya.

Haechan terisak hingga membuat baju seragam Mark basah karena airmata yang mengalir di mata Haechan. Namun, Mark masih tidak mau untuk melepaskan pelukannya.

"Jangan nangis." Mark berujar pelan

***DETAK***

DETAK update 🌷

DETAK | MARKHYUCK (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang