enam belas

540 79 5
                                    

"Jadi, gimana rasanya ditinggalin sama temen lo sendiri?" Tanya Davin tanpa menoleh ke arah Wain yang masih dia seret dibelakangnya.

"LEPASIN GUA, JANCOK!" Wain terus memberontak, dia tidak berniat menjawab pertanyaan Davin atau apapun yang berhubungan dengan si pembunuh sialan itu, Wain sudah muak.

Perih, kedua siku dan telapak tangan Wain lecet akibat bergesekan dengan tanah yang terkadang dihiasi beberapa batu dan kerikil, juga ranting kayu yang berjatuhan. Lehernya terasa pegal karena terus mendongak menahan kepalanya agar wajahnya tidak bersentuhan langsung dengan tanah.

Davin mendengus kesal karena pertanyaannya tidak dijawab, pria itu semakin mengeratkan cengkramannya di pergelangan kaki Wain.

"Akh!" Wain meringis pelan, tenaga Davin tidak main-main. Davin memang kuat, dia selalu paling kuat diantara mereka bersembilan. Tapi Wain tidak tau kalau Davin sekuat ini, pergelangan kakinya terasa remuk.

Davin menggeram rendah. "Jawab!" Tegasnya.

Wain meringis, dia menghela nafas pasrah. "Mereka ga ninggalin gua! G-gua yakin... Mereka bakal balik lagi buat nolongin gua."

"HAHAHA!" Davin tertawa terbahak-bahak.

"Lawak! Lo sendiri ga yakin sama apa yang lo omongin, kan?" Lanjutnya, kemudian menoleh ke arah Wain untuk sekedar melayangkan tatapan remeh. Hanya beberapa detik saja, lalu dia kembali menatap lurus kedepan.

"Mau mereka kabur juga gua ga keberatan, asal mereka selamat. Toh gua juga ninggalin Beomsoo." Ucap Wain tanpa keraguan.

Davin terkekeh pelan mendengar ucapan Wain. "Munafik."

"Gua ga suka orang munafik." Lanjutnya pelan.

Davin kemudian melempar tubuh Wain ke arah Beomsoo yang sudah tidak bernyawa. Wain mendarat tepat diatas tubuh kurus Beomsoo yang terduduk kaku, dia meringis pelan saat kepala belakangnya tak sengaja bertabrakan dengan kening Beomsoo.

Davin berjongkok tepat didepan Wain, tangannya terulur untuk meraih rambut Wain yang berantakan, mencengkram rambut bagian belakang Wain dengan erat agar dia mendongak ke arahnya.

Wain lagi-lagi meringis. "Lo kenapa sih? Apa salah kita? Kenapa lo lakuin ini?" Tanyanya bertubi-tubi.

Davin memutar bola matanya malas. "Pertanyaannya ini ini mulu."

Tangan Davin bergerak mengarahkan kepala Wain agar menoleh ke arah Beomsoo. "Buat ini." Davin tergelak melihat ekspresi takut bercampur terkejut yang Wain tampilkan.

"Orang gila!" Wain memekik tertahan, perutnya terasa mual melihat pemandangan didepannya. Ini terlalu dekat, Sungguh. Hidungnya sampai bersentuhan dengan hidung dingin milik Beomsoo, Wain bahkan bisa mencium aroma bau karat yang menguar dari tubuh kaku Beomsoo.

"Gua tau." Davin kemudian mengarahkan kepala Wain agar kembali menatap ke arahnya.

"Sebentar lagi lo bakal kaya gitu, yey!" Pekik Davin kegirangan.

Wain menggeleng ribut. "Davin yang gua kenal ga kaya gini..." Lirihnya.

"HAHAHAHAHA!" Davin tertawa geli, menatap Wain dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Lo ngomong gitu seakan-akan lo udah kenal gua aja."

PING! | XodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang