Part 14 - Permainan Gila

14.6K 479 10
                                    

Revan

Kupacuh mobil BMW Z4-ku membelah jalan protokol kota jakarta. Pikiranku benar-benar carut marut saat ini. Pikiranku melayang akan kejadian beberapa hari yang lalu. Raina benar-benar pantas di juluki wanita sinting saat ini. Dia benar-benar hebat menjebakku bersamanya dalam dosa tak terampuni.

Entah setan apa yang merasuki saat itu, kenapa aku bodoh sekali mau bertemu denganya untuk makan malam bersama? Kenapa... kenapa aku bodoh sekali mau tidur bersamanya? Dimana akal sehatmu Revan? Apa seorang Nadia belum cukup untukmu? Gila kamu Revan! Tega sekali kamu mengkhianati istrimu yang begitu baik itu.. bersama saudaranya sendiri. Dimana hati nuranimu Revan?

Handphoneku berdering dengan kecang. Kurogoh kantung celana jeansku terlihat jelas nama Raina memanggilku. Astaga maunya dia apa si? Kapan dia berhenti menghubungiku?

"Halo?" sahutku

"Kamu dimana si, Sayang?" tanya Raina dengan nada manja.

"Bawel banget si," dumalku, "Ini lagi otw!"

"Cepetan dong, aku kangen sama kamu."

"Iya iya!" kataku dingin

"Jangan lama-lama ya, Sayang." goda Raina, "Aku kangen banget sama kamu. aku kepengen peluk kamu, sayang."

"Bawel banget si!" Kuputuskan pembicaraanku dengan Raina.

Aku mendesah frustasi. Ini gila, kenapa semua menjadi serumit ini si? Bagimana kalau Nadia tahu? Bagimana kalau Dio tahu? Ya tuhan kenapa aku... aku harus berhubungan dengan wanita sinting macam Raina? Kenapa.... kenapa aku sangat bodoh mau terperangkap di jebakan yang Raina buat?

######

Dikta

Aku terus berlari sembari menahan tangisanku. Ini lebih menyakitkan daripada di saat aku harus kehilangan ibuku untuk selama-lamanya karena si monster ganas itu. apa yang ayah katakan barusan? Apa? Ya tuhan cobaan apa lagi yang datang di hidupku? Belum cukupkah aku harus kehilangan ibuku? Dan sekarang... kenyataan pahit menghampiriku. Aku dan Nadia selama ini adalah sepupu? Benarkah? Kami berdua bersaudara? Jadi selama ini aku mencintai saudaraku sendiri?

"PRADIKTA, STOP!" teriak Nadia dengan nafas tersengal-sengal.

Aku mengabaikannya, aku terus berlari menjauh darinya. Kalau perlu aku ingin lari keujung dunia untuk menjauh dari semua kenyataan yang ada. Kenapa... kenapa semuanya benar-benar membuatku ingin mati saja saat ini? Ibu, bolehkah aku ikut denganmu di surga sana?

"Pradikta stop please Dik, aku nggak kuat lagi ngejar kamu. Dikta stop Dik stop!" suara Nadia terdengar sangat memelas. Aku menghentikan langkahku. Aku menoleh kebelakang, terlihat Nadia berjalan dengan lemas menuju arahku.

"Dikta...." panggil Nadia dengan suara lemah.

Aku langsung menghampiri Nadia yang mulai terkulai lemah. Dengan siap kedua tanganku menahan tubuh mungil Nadia yang nyaris ambruk ke tanah itu.

"Nadia!"

Dan ia langsung ambruk di pelukanku. ia bukan pingsan tetapi hanya wajahnya terlihat sangat pucat, lemah dan kelelahan. Ya Tuhan, aku benar-benar tidak tega melihatnya. Maafkan aku Nadia maaf aku selalu membuatmu seperti ini.

"Dikta," panggil Nadia lagi.

"Bodoh!" makiku, "Kenapa kamu nekat mengejarku?! Ha? Dimana si logika kamu Nad! Kalo kamu nggak kuat nggak usah sok kuat deh! Dari SMA, kamu itu kan nggak boleh cape-cape, Nad!"

Proposal Making A Baby [EDISI REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang