Part 11 - Dia Milikku

17K 531 4
                                    

PIE READING!

--

Nadia

Bulan Agustus kembali menghampiriku, well sebulan lagi aku ulang tahun bukan? Memangnya masih penting aku berulang tahun ya? Ya ampun, aku bertambah tua lagi ya? Seperti biasa pagi menyapaku, seperti biasa aku terbangun lalu mual hebat di setiap pagi.

Menyebalkan. Kenapa harus mengalami mual-mual seperti ini si? Sungguh ini menyiksaku. Tapi, aku bersyukur Revan benar-benar terus memperhatikanku. Membelikan aku vitaman dan susu untuk ibu hamil. Well, ini pengalaman pertamaku minum susu ibu hamil dan rasanya... aneh -_- ugh. Semenjak aku hamil, Revan semakin sabar denganku ia sabar menghadapiku saat mulai meminta sesuatu yang aneh-aneh atau orang bisa bilang ngidam disaat yang tak tepat.

Tak terasa waktu berjalan lumanyan cepat, si makhluk kecil di dalam rahimku makin berkembang pesat. Saat aku memeriksakan kehamilanku kemarin mulai terbentu beberapa bagian walau masih sangat kecil. Aku tak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Apa aku mimpi? Apa mimpi ini mimpi buruk? Atau mimpi indah entah lah.

Saat aku memberi tahu Mama, Delima dan Nenek tentang kehamilanku ini mereka semua sangat senang. Bahkan, Mama tak percaya awalnya aku hamil -_- memangnya aku anak SD yang berumur enam tahun apa? menyebalkan kenapa mama selalu saja menanggapku anak kecil si? Umurku sudah nyaris dua puluh tujuh tahun plis.

Semenjak kehamilanku, rencana pindah rumah dari rumah orang tua Revan pun gagal total -_- Mami melarang kami pindah ke apartermen milik Revan dengan alasan aku ini butuh perhatian banyak orang. menangnya aku anak kecil apa? aku bisa kok hidup mandiri. Memang salah ya hidup berdua saja dengan Revan di apartermen?

Aku terduduk di kantin rumah sakit sembari menatap makan siangku saat ini. Hanya semangkuk sup ayam dan nasi. Hanya ini yang tidak membuatku mual saat aku memakanya. Sejak mengetahui rahasia hidupku dan Revan yang kami tutupi dengan rapi selama empat tahun, dokter Satya mulai menjauh dariku. Disatu sisi mungkin aku bersyukur karena dia mulai memperlakukanku normal seperti para rekan dokter yang lainnya tapi di satu sisi aku merindukan semua perhatiaan yang ia berikan kepadaku dulu.

"Nggak dimakan makanannya, Nad?" tanya seseorang membuyarkan lamunanku.

Aku mendongak. Sosok Vania berdiri di hadapanku. Well, sejak Revan memberi pengumuman gila di rumah sakit tentang hubunganku dan dia. Seisi rumah sakit cukup terkejut banyak perawat dan dokter-dokter wanita muda dan single mencibirku, mencibir aku menikah dengan Revan karena Revan itu putra dari Profesor Irasdiar yang terkenal seantero negeri ini hanya demi harta dan tahtah. Menyebalkan!

Direktur rumah sakit –Om Bram, Papa dari dokter Satya dan Vania– sudah tahu sejak aku ko-as di sini bahwa aku ini istri dari Revan. Vania adalah orang yang paling kecewa dengan pengumuman gila yang Revan berikan tentang kehamilanku, siapa istrinya, dan juga hubunganku denganya selama ini. Aku tahu Vania menaru hati dengan Revan, sikapnya yang genit dan perhatiannya itu tak dapat membohongiku. Memang tak mudah bersandiwara seolah-olah kami hanya kakak-adik sepupu, apalagi aku terkadang cemburu melihat Revan bersama Vania.

"Vania?"

"Boleh gue duduk disini?" tanya Vania.

"Duduklah," sahutku.

Vania menarik kursi yang kosong di hadapanku dan langsung mendudukinya, rambut honey blonde-nya berganti warna menjadi brunette. Dan... dia terlihat semakin cantik dengan penampilannya saat ini. Astaga, mungkin dia bukan manusia dia nampak seperti Barbie hidup saat ini.

Proposal Making A Baby [EDISI REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang