Part 4 - When You See Again

21.8K 596 8
                                    

Happy reading!

--

Nadia

Aku berjalan menelurusi lorong rumah sakit dengan pikiran yang kacau balau ini. tanpa sengaja, saat di ujung lorong aku menabrak seseorang dan membuat barang-barang yang ia bawa berhamburan. Astaga kesalahan koyol apa lagi yang aku lakukan hari ini?

"Maaf... maaf saya nggak sengaja," ujarku sembari membantu orang itu membereskan barang-barangnya

"Nadia?"

Aku mendongak. Astaga siapa yang aku lihat sekarang? "Tante Nina?" tanyaku heran.

Ibu Dikta –Tante Nina– bangkit sembari menarik tangan kananku. Ia menyuruhku duduk di kursi ruang tunggu. Aku benar-benar merasa hari ini benar-benar sial untukku. Tadi pagi Elena datang ke rumah dan memberi sebuah pernyataan yang mencengakan bahwa dia itu adiknya Revan, lalu kecelakaan kecil dengan Revan. Sekarang? Aku harus bertemu dengan ibu Dikta ini benar-benar.

"Apa kabar?" tanya Tante Nina.

"Ba... ba... baik, Tan," jawabku gelagapan, "Tante sendirian?"

"Baik juga. Nggak kok Tante ditemenin lah sama Dikta." Ia melemparkan senyuman bah malaikat seperti biasa, "Kamu kerja disini, Nad?"

"Lebih tepatnya masih diperbantukan, Tan." ralatku, "Karena kemungkina sebentar lagi aku akan mengambil sekola spesialis."

"Oh iya, cepet juga ya kamu udah lulus terus sekarang kamu udah jadi dokter. Memang waktu itu selalu berjalan lebih cepat." Tante Nina memandangiku dengan wajah yang berbinar.

"Ya begitulah, Tan," kataku acuh

Saat aku asik berbincang dengan Tante Nina, seseorang mengacaukan pembicaraan kami. "Ibu ayo-."

Aku membeku. Di depanku sekarang sosok Dikta berdiri sembari memandangiku. Seketika dadaku merasa sesak. Kenapa aku harus bertemu dengannya juga hari ini? Aku benar-benar tak sanggup harus kembali menatap kedua mata cokelatnya itu.

"Nanti dulu ya Dik, ibu mau ngobrol sama Nadia," sahut Tante Nina, "Udah lama habisnya nggak pernah ketemu lagi sama Nadia setelah kamu lulus SMA ibu nggak pernah ngobrol lagi sama Nadia."

Dikta nampak salah tingkah. Ia mengacak-ngacak rambut cokelat muda nan ikalnya yang mulai panjang itu. benar-benar stuasi yang tidak menyenangkan saat ini. Papa, andai papa disini aku ingin berlindung di balikmu.

"Apa kabar, Dik?" sapaku cangung.

"Baik, Nad," sahut Dikta acuh. "Kamu sendiri?"

"Baik kok."

Dikta duduk di sampingku. Aku benar-benar merasa cangung setelah kejadian tempo hari itu. Dikta berubah sangat dingin denganku apalagi aku sudah mengatakan dengannya bahwa aku sekarang sudah menikah. Dan yang parahnya lagi karena sikap Revan yang tiba-tiba memberi bogem metah untuk Dikta aku semacam kehilangan muka di hadapanya.

"Lagi nggak ada kerjaaan, Nad?" tanya Dikta membuarkan lamunanku.

"O... o... oh iya Dik, aku kerja dulu ya." Dan aku langsung beranjak dari kursi yang aku duduki. Aku terus berjalan tanpa menoleh kearah belakang sama sekali. Perasaanku benar-benar masih kacau sejak setahun yang lalu aku bertemu denganya aku di hantui rasa bersalah denganya.

Proposal Making A Baby [EDISI REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang