Ketika kaki ini harus melangkah pergi, apakah hati ini juga harus ikut pergi?
___________
"belajar yang bener, biar bisa pinter kaya Abang kamu"
Safani hanya diam tidak peduli apa yang Bimo katakan. Safani hanya ingin cepat-cepat sampai ke sekolah. Ia sudah tidak betah berduaan dengan Bimo di sini. Karna Bimo selalu saja membandingkannya dengan anak tirinya itu.
Apakah Bimo tidak berpikir Safani akan sakit hati oleh ucapannya?.
"Dengar ga barusan Papah bilang apa?"
"Hem"
Safani hanya berdehem singkat, malas menanggapi omongan Bimo. Yang membuat telinganya panas.
"Kamu itu seharusnya bisa lebih aktif dari pada Abang kamu itu"Bimo terus saja berbicara tanpa melihat raut wajah Safani yang mulai berbeda.
"Seharusnya bisa leb__"
"Kita beda jurusan pah!"Safani menyela dengan sedikit berteriak.
"Jadi stop, banding-bandingin Fani sama dia, karna anak tiri Papah itu bukan kakak aku!"
Bimo menghentikan mobilnya secara mendadak saat mendengar bentakan Safani. Dengan raut wajahnya yang mulai memerah menandakan Bimo yang sedang marah, melirik Safani dengan tajam.
"Seharusnya kamu ga ngomong kaya gitu Fani, dia itu kakak kamu!"Bimo menarik nafasnya dalam, mencoba membuat dirinya tenang dan tidak terbawa emosi.
"Papah sadar ga sih, kalo yang ngebuat aku benci sama dia tuh karna diri Papah sendiri"Safani membalikkan badannya kearah Bimo yang menatapnya dalam. Entah hanya perasannya saja atau Bimo memang menatapnya dengan raut kesedihan yang sangat jelas.
"Karena diri Papah yang selalu ngebandingin aku sama dia, aku ngga suka, aku benci!"Sekali lagi Safani berteriak di depan Bimo, sedangkan Bimo hanya memejamkan matanya saat Safani berteriak tepat di depan wajahnya.
"Karena kedatangan dia ke rumah kita juga, bikin Mama sekarang berubah, dia lebih sayang anak kandungnya itu dibandingin aku....dan sekarang Papah malah ikut-ikutan ngebanding-bandingin aku sama anak tiri papah itu!"
Setelah mengatakan itu Safani keluar dari dalam mobil Bimo dengan membanting pintu mobil dengan keras. Safani terus berjalan mencari objek tanpa mendengarkan Bimo yang memanggil-manggil namanya menyuruhnya untuk kembali kedalam mobil.
"Safani Papah bilang masuk!"
Akhirnya Bimo keluar dari dalam mobilnya, dan mengejar Safani yang sudah menaiki salah satu motor tukang ojek di sana.
Terlambat. Safani sudah lebih dulu menaiki motor itu dan pergi dari sana. Safani muak sekali melihat wajah Bimo yang terus membanggakan anak tirinya itu.
Bimo menumpukan tangannya diatas lutut saat tidak berhasil mengejar Safani. Bimo mengatur nafasnya yang memburu cepat.
"Fani kamu bener-bener keterlaluan, Papah kecewa"Setelah melihat Safani yang sudah benar-benar tidak ada akhirnya Bimo kembali masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya dengan pelan.
Sementara Safani terus melamun diatas motor meskipun tukang ojek itu sudah bertanya beberapa kali kepadanya. Akhirnya si tukang ojek itu pun menghentikan motornya di pinggir jalan.
"Aduh neng ko saya tanya-tanya diem aja sih"
"Eh kenapa berhenti pak?"Safani mulai tersadar dari keterdiama nya, dan mulai melirik kanan kiri yang cukup ramai oleh pengendara motor maupun mobil.
"Ini si eneng teh mau ke sekolah mana sebenernya, soalnya saya baru disini jadi ga terlalu hapal daerah sini"
Safani tidak menghiraukan ucapan tukang ojek itu, matanya hanya menatap lurus motor yang sedang melaju dengan pelan.
Entah kenapa tiba-tiba saja jantung nya berdetak sangat kencang. Safani hanya mematung saat melihat sosok yang sangat ia kenali sedang membonceng cewek yang entah siapa.
Dadanya terasa sesak, Safani bisa melihat bagaimana cewek itu memeluk pinggang Aby begitu erat dan nyaman. Dan bahkan Aby juga begitu menikmatinya, seakan tidak merasa risih.
"Lah si eneng malah diem lagi, ini kita seb__"
"P_pak tolong ikutin motor itu ya bentar, saya janji tar saya tambahin ongkosnya"Safani meremas rok sekolahnya tanpa sadar, ia takut jika itu benar-benar Aby.
"Yaudah deh kalo gitu neng, saya ma siap aja"
Safani tertawa hambar, jadi ini alasannya Aby membatalkan janjinya untuk menjemputnya lagi?.
Atau apakah memang karna ini Aby selalu membatalkan janji-janjinya?.
Lagi-lagi Safani tertawa dalam hatinya, kenapa ia sangat bodoh menunggu seseorang yang sama sekali tidak mengharapkannya.
Padahal semalam Aby mengatakan akan menjemputnya sekaligus memberikannya sesuatu, entah apa itu. Tapi sekarang ia malah membonceng cewek lain. Lucu sekali bukan?.
Bahkan pagi tadi saat di telpon Aby membatalkan janjinya karna ada urusan mendadak?. Lagi-lagi kenapa harus alasan itu yang sering sekali Aby gunakan. Itu sebabnya tadi Bimo yang harus mengatakannya ke sekolah. Ternyata urusan mendadak itu ini, cewek yang sedang Aby antarkan ke sekolah yang berbeda dengan mereka, bahkan sekolah ini terbilang cukup jauh dengan sekolah mereka, tapi Aby dengan suka rela mengantarnya begitu saja.
Safani benar-benar merasa cewek paling bodoh di dunia ini, ia merasa sangat di bohongi. Lalu untuk apa Aby menyuruhnya untuk menunggu, sialan.
Safani memalingkan wajahnya saat cewek itu mengelus rambut Aby, dan Aby hanya diam saja. Ya sudah Safani simpulkan bahwa mereka memang mempunyai hubungan di belakangnya.
Apakah boleh jika Safani berfikir Aby itu selingkuh?
"Pak puter balik, kita ke sekolah saya lagi"
"Loh terus ini sekolah siapa Kalo bukan eneng?"
Safani mulai pusing mendengarkan tukang ojek yang terlalu banyak bicara. Moodnya sedang kacau.
"Bapak gak liat seragam sekolah saya beda?"katanya dengan sedikit ketus.
"Lah si eneng terus ngapain kita kesini?"
Rasanya Safani ingin tambah menangis, kenapa hari ini ia begitu sial. Kalo saja ia sedang di rumah mungkin ia sudah menutup wajahnya dengan bantal dan selimut.
"Pak bisa jalan aja gak sih?....saya cape pak, saya pusing"
Tukang ojek itu menggaruk tengkuknya bingung"yaudah deh, mangkanya eneng nya diem aja biar ga capek, ga usah mikir juga biar ga pusing ya"
Bolehkah Safani memukul kepala tukang ojek ini dengan batu besar, tidak taukah dia jika Safani sedang patah hati.
Sekali lagi sebelum Safani benar-benar pergi dari sini, Safani melirik kembali dua orang yang masih di sana, dengan Aby yang duduk di atas motornya dan cewek itu yang selalu mengelus kepala atau pipi Aby. Entah mereka sedang membicarakan apa Safani sudah sangat kecewa dengan Aby.
Bolehkah Safani menarik ucapannya yang akan terus menunggu Aby? menunggu sampai Aby bisa membuka hatinya sepenuhnya hanya untuk Safani.
12_01_24.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYANDRA'AS (END)
Novela Juvenil"Gue cuman minta lo buat ga pergi, apa gitu aja sulit buat lo turutin!" "Harus sampe kapan aku terus yang harus nunggu? Aku cape Aby cape!" "Tinggal diem lo bilang cape?" "Aby tolong jangan mempersulit keadaan" "Lo yang mempersulit keadaan, gue cuma...