PART 27

238 12 0
                                    

Tidak selalu sebuah kenyataan itu menyakitkan, akan ada rasa manis bahkan pahit!

_________________





Bahkan Aby yang tidak tau apapun sampai terseret ikut terkena imbasnya. Sekarang mereka berempat sedang ada di ruang BK, mendengarkan ocehan buk Sarmie yang tidak kunjung selesai. Bahkan Jay sampai beberapa kali mengusap telinganya karna merasa panas. Sungguh Jay menyesal telah memulai perkelahian dengan Fathan jika ujungnya akan seperti ini.

Sedangkan Aby sendiri yang baru saja akan memasuki kelasnya setelah pertemuannya dengan Safani harus mengurungkan niatnya, saat anak-anak kelasnya membicarakan tentang pertengkaran kedua temannya. Mau tidak mau Aby pun berinisiatif untuk menemui mereka di ruangan, atau tempatnya murid nakal keluar masuk di sini.

Tapi setelah dipikir-pikir Aby menyesal sekarang, lihat Aby yang tidak tau apapun malah terkena omelan buk Sarmie juga.

"Apa ga bisa kalo sehari aja kalian ga nyari masalah?"

Buk Sarmie memijit pelipisnya yang terasa sakit, memikirkan kelakuan anak muridnya.

"Setiap hari kerjaan kalian cuman nyari masalah, kalo ga bolos ya ribut!"Buk Sarmie menatap satu persatu anak muridnya dengan tajam, bahkan Miko sudah pasrah di tempatnya.

Buk Sarmie mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya. Meletakkan amplop coklat itu di atas mejanya. Ada empat surat disana, dan mereka bahkan sudah tau sebelum membaca isinya.

"Surat pemanggilan orang tua kalian, ibu harap orang tua kalian bisa datang!"

Diam-diam Aby mengepalkan kedua tangannya di bawah meja, matanya menatap surat itu dalam. Fathan yang tau situasi ini sangat buruk untuk Aby segera mengatakan sanggahan setelah sejak tadi tidak bersuara.

"Ini ga adil buat Afzar, dia ga tau apapun"

Sementara Aby mengangkat kepalanya yang tanpa sadar tertunduk saat mendengar kata-kata Fathan.

"Iya Afzar kayanya ga perlu dapet surat juga deh buk, dia kan ga ada di sana saat kejadian"Bela Jay yang merasa tidak enak, ia merasa ini semua memang salahnya. Tidak seharusnya ia malah mencari masalah dengan Fathan.

Buk Sarmie terdiam terlihat menimang-nimang keputusannya. Setelah beberapa saat terdiam buk Sarmie menyodorkan surat itu satu persatu kepada empat muridnya.

"Sama saja, salah tidak salah Afzar tetap terlibat bukan? saya dengan dari beberapa murid di kelas tadi, kamu terlihat kesal dan mencoba menghubungi Afzar tapi karna kesal dan tidak dapat di hubungi, akhirnya kamu melampiaskan pada Fathan. Itu benar bukan?"

Skak mat!

Entahlah murid mana yang sok tau dan mencoba memberikan kejelasan pada buk Sarmie yang jelas Jay akan mencari orang itu sampai dapat.

Decitan surat kursi terdengar saat Aby bangkit dari kursinya, dan langsung mengambil amplop coklat itu tanpa mengatakan apapun lagi.

Jay dan Miko saling pandang dan mereka juga langsung mengambil amplop itu berlari mengikuti Aby tanpa sepatah katapun. Fathan sendiri masih bergeming disana enggan mengambil amplop itu.

"Kenapa masih disini? masih ada yang mau kamu jelaskan?"Terdengar dari suaranya sepertinya buk Sarmie sudah sangat jengkel.

"Afzar ga salah, dan surat itu ga akan saya ambil. Anggap saja itu surat milik Afzar, dan yang Afzar bawa punya saya"

Setelah mengatakan itu Fathan pergi tanpa membawa satu amplop yang masih tergeletak di atas meja itu.

Mungkin jika bukan dengan hati Aby bisa mengatasinya dengan pikiran, tapi nyatanya jika keduanya bertolak belakang apa yang harus Aby lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin jika bukan dengan hati Aby bisa mengatasinya dengan pikiran, tapi nyatanya jika keduanya bertolak belakang apa yang harus Aby lakukan.

Jujur bukan tentang surat pemanggilan orang tua yang mengganggu hati dan pikirannya. Tapi tentang tanggung jawab dan janji yang pernah tanpa sadar Aby ucapkan.

Andai dulu ia tidak pernah melakukan hal ceroboh, andai dulu ia pernah berpikir sebelum berucap. Andai dan andai, terkadang sesuatu yang telah terjadi hanya bisa kita jadikan penyesalan tanpa pengulangan. Tapi bukannya adanya sebuah penyesalan itu untuk memperbaiki diri sendiri? agar kita tidak mengulangi kesalahaan itu untuk kedua kalinya bukan?

Keputusan seperti apa yang harus Aby ambil?

Suara notifikasi terdengar dari handphonenya, dengan malas Aby langsung melihatnya. Terlihat nama Janeeta yang mengatakan ingin bertemu dengannya saat ini juga. Tanpa membalasnya Aby langsung mematikan handphonenya begitu saja.

Aby menundukkan kepalanya lalu menutupnya dengan kedua tangannya. Prustasi, Aby sungguh ingin mengamuk saat ini juga.

Setelah pertemuannya dengan Safani di rooftop tadi, tidak ada yang berubah sampai satu pesan dari Janeeta membuatnya hilang akal, Aby emosi begitu saja. Bahkan tanpa sadar malah melampiaskannya pada Safani, sungguh Aby tidak bermaksud untuk membentak Safani.

Namun lagi-lagi sepertinya ini hari sial untuk Aby, ia malah mendengar temannya yang bertengkar sampai memasuki ruang BK. Dengan inisiatif ia malah menyusul teman-temannya, siapa tau ia bisa membantu meluruskan masalahnya, tapi siapa sangka ia yang malah terseret masalah itu sendiri.

Tepukan di pundaknya membuat Aby mengalihkan atensinya pada Fathan yang baru saja duduk di depannya.

Saat ini mereka memang sedang nongkrong di tempat biasa mereka bertemu, sebuah cafe yang pernah Fathan beli hanya untuk sekedar nongkrong?

Niatnya Aby ingin menenangkan diri disini, tapi siapa sangka Fathan malah ada disini. Dan Aby bersyukur tidak ada Jay ataupun Miko disini, jika ada ketenangan yang Aby cari disini hilang seketika.

"Kenapa lo?"

Aby menggeleng, lalu merebahkan tubuhnya di sofa berukuran panjang, lalu menutup sebagian wajahnya dengan lengannya.

"Cerita aja. Atau mungkin ini tentang surat itu?"

Tanpa memperlihatkan wajahnya Aby menggeleng pelan. Sementara Fathan hanya menghembuskan nafasnya malas, apalagi jika sudah melihat Aby dalam mode pasrah.

"Mangkanya cepet-cepet cari cewek sana, biar ada buat tempat cerita. Asal lo tau, cerita sama pacar atau temen sendiri itu rasanya beda, mangkanya lo cepetan cari cewek sana, biar kalo mau curhat nyambung"

Aby langsung melirik kearah Fathan yang entah kenapa malah mengingat kannya pada Safani. Sejauh ini Aby memang belum sempat atau mungkin tidak berani mengenalkan Safani pada teman-temannya. Alasannya? entahlah Aby sendiri tidak terlalu mengerti tentang dirinya.

Mungkin dulu Aby akan memberikan alasan pada hatinya jika Aby belum sepenuhnya jatuh cinta pada Safani. Tapi jika sekarang apa masih pantas dikatakan seperti itu? jelas Aby sudah bahkan sangat mencintai Safani, meskipun belum berani untuk mengatakannya langsung.

"Ngapain lo malah natap gue kaya gitu? omongan gue ada yang salah?"

Aby menggeleng, lalu ia bangkit untuk mencari posisi yang nyaman. Sepertinya menceritakan tentang Safani pada Fathan tidak buruk juga. Tapi bagaimana respon teman-temannya jika tahu Aby sudah memiliki pacar, apakah akan marah karena Aby tidak mengatakannya sejak dulu, mungkin saja begitu kan?

Aby berdehem mencoba membasahi tenggorokannya yang terasa kering"Sebenernya ada sesuatu yang belum sempet gue kasih tau sama kalian"

Fathan mengangkat sebelah alisnya"Sama kalian? maksudnya gue sama yang lain?"

Aby mengangguk, tapi setelah itu tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulutnya. Fathan masih menunggunya dengan sabar, sampai-sampai Fathan berdecak kesal karna Aby tidak kunjung bicara.

"Sesuatu apa yang lo sembunyiin sebenernya?"

Aby melirik Fathan sekilas, lalu mengalihkan kembali pandangannya tidak berani menatap wajah Fathan"Gue punya pacar"









12_04_24.

ABYANDRA'AS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang