14

309 48 6
                                    

Pintu diketuk, muncullah Yeonghu begitu benda berupa papan panjang dibuka dari luar. Yeonghu memberi hormat pada Serma Tak meski pandangan lelaki itu tak tertuju padanya.

"Setelah matahari terbit, saya akan mencari Sersan Choi," ujarnya tanpa basa-basi mengatakan tujuannya menemui lelaki yang kini menjadi atasannya.

"Apa Yongseok menginginkan itu?" tanya Serma Tak tanpa melepaskan sorotnya dari layar monitor di depannya.

Yeonghu tak menjawab, ia hanya melirik menantikan kalimat lain yang akan diucapkan oleh Serma Tak. "Katakan, apa kau suka kehidupan prajurit di sini?"

"Maksud Bapak, Yongseok memang sengaja mau meninggalkan kita?" Pertanyaan lain terlontar tak menjawab pertanyaan sebelumnya. Serma Tak yang diberi pertanyaan akhirnya memberikan sebuah jawaban berupa, "Itu memang belum bisa dipastikan."

"Itu tetap tidak berpengaruh, Pak. Saya tetap akan mencari Yongseok." Namun, keinginan Yeonghu tidak diizinkan oleh Serma Tak. "Aku tidak bisa membahayakan anggota lain hanya untuk Yongseok," ucap lelaki yang tengah duduk di kursi sambil mengawasi sekitar dengan rekaman kamera pengawas yang terpasang.

"Bapak rela bersusah payah demi seseorang yang bergejala. Tapi menelantarkan anak buah Bapak dengan begitu cepat," kata Yeonghu.

"Tidak. Aku sedang melindungi anak buahku."

"Saya sudah tidak percaya itu, Pak."

Setelahnya keduanya terdiam, banyak hal yang berkecamuk di dalam pikiran mereka. Baik Yeonghu ataupun Serma Tak sepertinya memiliki keinginan yang berbeda.

"Apa arti Peleton Gagak bagi Bapak?" Pertanyaan itu tentunya ditujukan untuk Serma Tak. Jelas sekali jika Yeonghu terlihat lelah dengan sikap Serma Tak yang menurutnya sangat egois.

"Mereka mempertaruhkan nyawanya dengan berada di luar sana."

"Kehormatan dan harga diri Peleton Gagak? Apa gunanya jika harus terkubur di dalam tanah?" tanya Yeonghu lagi setelah mendapat jawaban dari lelaki di hadapannya.

"Itu sebabnya tidak kuizinkan. Kau yakin mau mencari Yongseok? Apa semuanya setuju?" Yeonghu hanya diam begitu Serma Tak melempar pertanyaan kepadanya.

"Aku tanya, apakah seluruh peleton setuju? Berapa anak buahmu yang gugur karena kau gegabah? Sersan Kim. Aku mau kau berbeda dariku." Lelaki berpangkat sersan itu terdiam sejenak, sorotnya tak lepas dari lelaki yang berdiri di depannya.

"Ternyata Bapak sudah menjadi seorang pengecut. Aku akan pergi menemuinya sebelum mencari Yongseok. Seperti yang kau katakan, istriku mungkin bisa membantu." Yeonghu berbalik, meninggalkan Serma Tak yang melihatnya pergi sambil menghela napas berat.

∽스위트 호므~

Suara batuk berkali-kali membuat Sujin menatap ibunya khawatir. Wanita itu tengah berbaring dengan kain tebal yang menutupi seluruh tubuhnya hingga sedagu. Sujin ingin sekali pergi mencari pertolongan, tetapi ia juga takut. Ketakutan itulah yang membuatnya bingung.

"Sujin, aku tidak apa-apa." Sujin tahu ibunya berbohong wanita itu hanya tidak ingin membuatnya cemas.

Hujan telah reda beberapa menit yang lalu, meninggalkan genangan air di permukaan yang tak rata. Pemuda delapan belas tahun itu diam melamun tanpa menyadari jika napas ibunya terdengar putus-putus.

Sujin menoleh ketika merasa sesuatu yang dingin menggenggam tangannya. Ia melihat jelas raut kesakitan meski kedua mata itu terpejam. "Ibu…" panggilnya lirih.

"Boleh Ibu meminta tolong?" Anak itu diam menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan oleh sang ibu. "Tolong carikan sesuatu yang bisa menghangatkan tubuhku."

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang