Sayup-sayup terdengar suara keributan dari luar rumahnya. Minjee mengerjapkan matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Selain suara keributan, terdengar juga suara Sujin yang memekik, berseru memanggil nama Hyunsu.
Sambil menahan rasa sakit di tangannya, Minjee mencoba untuk bangun, menghampiri tempat yang menjadi pusat keributan entah apa yang diributkan. Langkahnya sangat lambat, namun terlihat pasti ia tak juga berhenti ketika mendengar suara seseorang yang memohon.
Tubuhnya terpaku tepat di ambang pintu, ia melihat Sujin yang berubah menjadi seorang pemuda yang sekiranya berusia delapan belas tahun tengah berlutut sambil menggenggam tangan kiri Hyunsu. Sementara Hyunsu, sebagian tubuhnya telah berubah menjadi wujud monsternya dan di depan mereka ada tiga orang lelaki berseragam tentara dimana satu di antaranya Minjee sangat mengenalinya.
"Hyung, berhentilah, kumohon," pinta Sujin tetapi tak diindahkan oleh Hyunsu.
"Tidak, aku tidak akan melakukannya. Mereka… akan membawamu untuk dijadikan subjek penelitian selanjutnya, Sujin. Bukan hanya kau, tetapi ibumu juga." Kalimat yang dilontarkan Hyunsu mengejutkan Sujin serta Minjee. Keduanya tidak mengerti mengapa nama mereka disebut.
Minjee kembali melangkah, ia menahan tangan kanan Hyunsu yang telah berubah menjadi sayap mengerikan. Tangan kirinya kembali berdarah bahkan darah yang keluar kini lebih banyak dibanding sebelumnya.
"Jangan, jangan lakukan itu, Cha Hyunsu."
Seojin menurunkan senapannya begitu mendengar suara seseorang yang dikenalnya. Bahunya melemas ketika seorang perempuan muncul di balik monster human yang pernah menjadi subjek penelitian profesor gila yang kini tinggal di stadion bersama mereka.
"Sujin, bawa Kak Hyunsu ke dalam," pinta Minjee langsung dituruti oleh anak semata wayangnya.
"Bukankah dia…"
"Pergilah," usir Minjee memotong ucapan salah satu tentara yang berdiri di belakang Seojin.
"Kenapa? Kenapa kau masih hidup?" Pertanyaan itu tentu saja mengejutkan Jinho yang berdiri di sebelah Seojin dan juga Dongjun. "Harusnya kau mati saja, hitung-hitung untuk membayar dosa-dosamu," lanjut Seojin yang kali ini mengejutkan wanita di depannya.
"Hei, Lee Minjee. Berhentilah seolah-olah kau itu orang baik. Bahkan aku sendiri yakin kalau suamimu tidak mengetahui kalau kau adalah seorang pembunuh."
"Siapa yang melakukan ini semua?" tanya Seojin bingung. Ia baru saja pulang dari kerja paruh waktunya, namun ia dikejutkan dengan kondisi rumah yang berantakan dan tubuh ibunya bersimbah darah.
"Seojin." Seorang gadis keluar dari arah dapur, sorot mata Seojin tertuju pada pisau dapur di genggaman gadis itu.
"Kau…" Seojin menatap tak percaya gadis di depannya. Ia memandang pisau penuh darah dan tubuh ibunya bergantian. Ia baru menyadari jika ada luka tusukan di dada dan perut sang ibu.
![](https://img.wattpad.com/cover/358277532-288-k81267.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
FantasyHidup di antara dua pilihan memang sangatlah sulit, apalagi jika pilihan yang ada adalah mati sebagai manusia atau hidup sebagai monster. Tentu saja kedua pilihan itu tak pernah terbayang dalam benak manusia-manusia yang hidup di zaman dimana semua...