15

322 53 3
                                    

Air menetes berasal dari pakaian yang tengah dijemur. Terlihat sepanci makanan seperti bubur sedang diaduk oleh seseorang sementara di depannya terdapat beberapa temannya yang tengah mengantre sambil memegang sebuah mangkuk untuk wadah.

"Yang begini memang bisa dimakan, ya?" tanya Dongjin melihat bubur di mangkuknya seperti makanan yang dikeluarkan kembali dari dalam perut seseorang.

"Buang kalau tidak suka. Kami hanya bisa mendapatkan itu," sahut rekannya yang mendengar gerutuannya.

"Yang benar saja. Aku jadi tentara karena katanya dapat makanan rutin. Ini mengecewakan," gerutunya sambil menggantung pakaian basah miliknya secara asal-asalan.

Yeonghu yang mendengarnya hanya diam saja, sementara Seojin menghela napasnya kasar lalu menengok ke arah Jinho yang sedang membuka laptop di depannya.

"Hei, Jinho, sudah ada sinyal?" tanya Seojin tanpa tahu jika ada seorang wanita menguping pembicaraan mereka dari luar ruang baseball yang kini berubah menjadi markas para tentara.

"Masih belum ada. Mungkin karena kita di bawah tanah. Apa aku perlu ke atas sebentar? Aku sudah pasang alat peluas, seharusnya sinyal bisa masuk." Seojin lagi-lagi menghela napas begitu mendengar penjelasan dari Jinho. Perhatiannya kini tertuju pada Dongjin yang terlihat lahap dengan makanannya.

"Enak, ya? Kau bisa makan di saat seperti ini?" tanyanya lebih mirip seperti teguran pada lelaki di depannya.

"Aih. Kalau menurutku, Yongseok itu desersi." Semua tentara yang mendengar ucapan Dongjin terdiam, ada beberapa menoleh bingung ke arahnya.

"Jaga perkataanmu itu. Marinir punya harga diri," ujar Seokjin yang tak terima dengan kalimat Dongjin.

"Ayolah, kau tahu bukan seperti itu maksudku. Kau sibuk mengerjai orang, jadi mungkin tidak sadar. Apa kau melihat Yongseok belakangan ini? Dia selalu berjalan dengan ekspresi sedih di wajahnya. Sudah seperti seorang desertir saja," ucap Dongjin menjelaskan kondisi Yongseok sebelum menghilang.

"Walaupun begitu Yongseok tidak akan melakukan ini. Dia tahu betapa bahayanya di luar sana," bela Seokchan, sorotnya lurus ke arah Dongjin yang tengah menggaruk telinganya sambil memalingkan wajah ke arah lain.

"Oh, atau mungkin Yongseok sudah berubah jadi monster! Mungkin, dia tidak mau lagi melihat…" Kalimat tersebut tak diselesaikan oleh Dongjin sebab Seojin lebih dulu menendang dadanya karena kesal mendengar ocehannya.

"Hah. Dasar sialan. Sudah kubilang jaga mulutmu, 'kan?" kata Seojin

"Kau berani memukulku?" tanya Dongjin menatap tajam Seojin yang berdiri di hadapannya.

"Mau berkelahi? Hah?" tantang Seojin yang sepertinya sudah muak.

"Boleh, ayo satu lawan satu." Dongjin menerima tantangan Seojin dengan percaya diri.

Melihat rekannya bertengkar, Seokchan beranjak memisahkan keduanya. Ia merentangkan tangan kirinya di depan Seojin namun Dongjin justru menyingkirkan tangannya kasar lalu berkata, "Jangan ikut campur, sialan."

Yeonghu yang sedari tadi diam menyimak keributan ketiganya memukul boks di depannya menimbulkan bunyi yang cukup keras dan berhasil menghentikan perdebatan mereka. Ia sadar jika banyak pasang mata mengarah kepadanya namun ia tak peduli dengan tatapan mereka.

"Sudah cukup. Jangan diperpanjang." Dua kalimat sederhana itu berhasil menciptakan keheningan yang membuat mereka merenung.

Yeonghu mengambil mangkuk miliknya, menyendok makanan yang ada di dalamnya kemudian memakannya. Bukan hanya Seojin, Dongjin, dan Seokchan yang terdiam, ia pun sama seperti mereka, merenung memikirkan kemungkinan terburuk yang terjadi di masa depan.

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang