"Keluar lagi?" Senyum di bibir Eunyu memudar, ia melirik Chanyeong yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. "Kau penguntit?" tanyanya.
"Kau pasti menikmatinya," tebak Chanyeong membuat Eunyu menoleh ke arahnya.
"Lihatlah dirimu. Mau mengacau di mana kali ini? Penampilanmu saja memalukan seperti itu. Urus saja urusanmu sendiri," celetuk Eunyu memandang penampilan Chanyeong yang bisa dibilang cukup berantakan.
"Berhentilah bertingkah. Bukan hanya dirimu, tapi seluruh penampungan jadi bahaya," ujar lelaki berbaju hitam itu.
"Apa kau tahu? Para kucing ini mempertaruhkan nyawa demi makanan. Bahkan kucing saja tahu kau harus mempertaruhkan nyawamu, untuk mendapatkan apa yang kau mau," kata Eunyu, tangannya sibuk membelai kepala anak kucing berwarna hitam yang menghampirinya tadi.
Chanyeong mendekat lalu berjongkok di sebelah Eunyu. "Pita merah itu, aku pernah lihat," ujarnya ketika menyadari ada pita yang mengikat di tangan gadis di depannya.
Eunyu menoleh, menatap lelaki yang selalu mengikutinya tak suka. "Berhenti bertanya, dan berhenti mengikuti aku. Atau kau akan mati," tuturnya tajam mencoba memperingati lelaki yang menurutnya menyebalkan.
"Do Sangjin dan An Donggi, kau bunuh karena itu?" tanya Chanyeong penasaran.
"Mau tahu alasannya?" tanya Eunyu balik.
"Alasannya karena orang itu lagi, 'kan? Yang kau cari. Atau, dia monster." Eunyu terdiam, ia tampak tak bisa menjawab kalimat Chanyeong. Melihat gadis di depannya bungkam, Chanyeong kembali melanjutkan dugaannya. "Di malam insiden itu, suami Ketua Ji mati, tapi kau hidup. Ada monster yang hanya menyerang satu orang saja? Itu sangat tidak mungkin. Dan juga, pita merah yang selalu kau bawa itu."
"Apa yang sedang kau bicarakan?" Eunyu bangkit dari posisi duduknya, sorotnya lurus menatap Chanyeong. Jika dilihat dari tanggapan Eunyu, ada dua kemungkinan yang terjadi; Eunyu berpura-pura tidak mengerti; atau Eunyu memang tidak mengerti maksud dari ucapan Chanyeong.
"Monster itu melindungimu, 'kan? Dan kau mencarinya. Benar, 'kan?" tebak Chanyeong yang tepat sasaran.
Suara anak kucing menghentikan pertengkaran mereka. Terlihat seorang gadis berambut sedikit ikal menatap tajam ke arah mereka. Gadis itu maju beberapa langkah dan Eunyu baru mengingat sesuatu. "Kau anak yang waktu itu."
"Kau bertemu pria itu?"
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa mengenal diriku?" Bukannya menjawab, Eunyu justru melempar pertanyaan lain kemudian keluar melalui sela-sela besi yang menjadi pembatas mereka.
"Apa kau diberi tahu oleh 'pria' itu? Dimana dia sekarang?" tanya Eunyu lagi.
"Kau mau tahu?" Hening. Baik Eunyu atau Chanyeong dan gadis itu tak bersuara selama beberapa detik. "Apa kau mau ikut aku?" lanjut sang gadis misterius di mata Eunyu sambil mengulurkan tangannya kaku, mengajak Eunyu untuk pergi bersamanya.
Eunyu hendak membalas uluran tangan itu, tetapi Chanyeong tiba-tiba maju sembari mendorong tubuhnya ke belakang lelaki itu. "Mundurlah! Dia tidak sendirian!" Chanyeong menodongkan senapan di tangannya, ia melihat ada seseorang yang muncul dari balik pohon.
"Aku tidak akan menembak. Aku hanya perlu membawa anak itu." Eunyu terkejut. Tentunya ia mengenali wanita yang melangkah mendekat dengan pistol di tangannya.
"Dia masih hidup," gumam Eunyu didengar oleh Chanyeong di depannya.
"Kak Yikyung, ini aku, Lee Eunyu." Eunyu keluar membuatnya tak sadar jika ia berdiri di sebelah gadis berambut sedikit ikal.
"Menyingkir darinya!" seru Yikyung. "Ke sini. Sekarang!" lanjutnya yang tentu saja bukan ditujukan pada Eunyu.
Eunyu menoleh, tatapannya bertemu dengan tatapan gadis di sebelahnya. "Sampai jumpa." Gadis itu pun pergi setelah memakai sarung tangan berwarna merah muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
FantasyHidup di antara dua pilihan memang sangatlah sulit, apalagi jika pilihan yang ada adalah mati sebagai manusia atau hidup sebagai monster. Tentu saja kedua pilihan itu tak pernah terbayang dalam benak manusia-manusia yang hidup di zaman dimana semua...