Awalnya Yeonghu tidak percaya jika pemuda yang entah darimana datangnya dan bagaimana bisa masuk ke dalam kamp penampungan adalah anaknya. Namun, ketika bocah itu menyebutkan nama sang terkasih juga menceritakan hal-hal yang telah mereka lalui, ia langsung percaya begitu saja. Tidak biasanya Yeonghu menaruh kepercayaan pada orang asing begitu cepat.
Kini keduanya tengah berada di tempat yang tak bisa sembarang orang masuk, entah bagaimana cara Yeonghu menyelundupkan anaknya hingga tak ada satu orang pun yang menyadari jika ia tidak sendiri di sana. Sebuah sinyal masuk dari radio yang terletak tak jauh dari jangkauannya. Akhirnya Yeonghu mendapatkannya, ia yakin jika Yongseok adalah pengirimnya.
Kening Sujin berkerut bingung, ia tidak mengerti mengapa ayahnya terlihat panik setelah melihat benda yang tidak ia ketahui namanya. Namun, dari tempatnya duduk ia bisa melihat gerak-gerik ayahnya; mulai dari membentuk garis lurus, kemudian mengetuk jari ke spidol seperti tengah memecahkan kode, membuat lingkaran di atas peta, dan terakhir menulis huruf yang ia yakin adalah kode darurat.
"Kau bilang tadi, ibumu berada di Bamseom?" tanya Yeonghu tanpa membalikkan tubuhnya, netranya masih menatap tempat yang ia beri lingkaran berwarna merah.
"Eo, meski tak mengatakannya tapi aku yakin Ibu pergi ke sana," jawab Sujin yang setelahnya keheningan kembali tercipta.
Yeonghu menghela napas berat, ia berbalik dan sorotnya mengarah pada pemuda yang berdiri tak jauh darinya. "Kau tau tempat apa itu?" tanyanya.
Sujin nampak berpikir, ia mencoba mengingat Bamseom itu tempat seperti apa berdasarkan cerita Hyunsu. Setelah mengingatnya, Sujin pun menjawab pertanyaan ayahnya, ia menjelaskan Bamseom sesuai dengan apa yang pernah ia dengar dari Hyunsu.
"Kau tahu tempat itu berbahaya, lalu mengapa kau membiarkan ibumu pergi?"
"Lalu bagaimana dengan Ayah? Mengapa kau tak pernah menemui kami atau bahkan mencari kami? Padahal kau tahu, dunia luar sangat berbahaya bagi manusia." Yeonghu terdiam, lidahnya mendadak kelu membuatnya tak bisa membalas kalimat Sujin.
Sadar jika lelaki di depannya tidak mengeluarkan sepatah kata, Sujin pun kembali melanjutkan ucapannya. "Lagipula Ibu tidak akan berubah menjadi monster dan tak akan mati karena monster, yang ada monster itu yang akan mati setelah menyakiti ibu meski membutuhkan waktu lumayan lama."
Kening Yeonghu berkerut bingung, ia tidak paham dengan maksud pemuda di hadapannya. Melihat kebingungan sang ayah, Sujin tersenyum miring. "Bahkan kau tidak tahu siapa Ibu sesungguhnya. Menurutmu, tidak mati meski sudah diserang monster oleh monster itu berkah atau kutukan?"
Lelaki berkaos hitam itu tidak menjawab, ia menanti kalimat lain yang mungkin akan menjadi jawaban dari pertanyaan sebelumnya. "Mungkin bagi beberapa manusia menganggap itu adalah sebuah berkah, tapi Ibu justru menganggap itu adalah sebuah kutukan. Saat aku bertanya 'kenapa', Ibu bilang karena kita tidak mengerti siapa jati diri kita sebenarnya. Apakah kita seorang manusia, atau mungkin monster human, atau benar-benar monster. Bahkan sesama monster pun terkadang saling menyerang untuk membuktikan siapa yang paling kuat di antara mereka."
Lagi-lagi Yeonghu terdiam, matanya lurus ke depan, memandang anak laki-lakinya yang jelas-jelas bukan manusia. "Bahkan aku sendiri yang sudah kurang lebih setahun tinggal bersama Ibu tidak tahu siapa Ibu sebenarnya."
∽스위트 호므~
H
aewon diam termangu menatap hamparan langit gelap di atasnya. Setelah berkelahi dengan ibunya lalu lompat ke dalam lautan, ia memilih untuk bermalam di tempat yang menjadi sumber ketenangannya. Namun, sesampainya di sana ia tidak melihat setitik cahaya pun yang biasa menerangi satu-satunya manusia juga laki-laki yang tinggal di sana. Biasanya gelak tawa atau perkelahian kecil dari ibu dan anak itu menjadi sambutan selamat datang untuknya, tetapi entah kemana perginya mereka malam ini.
Saat sedang asyiknya melamun, ia melihat ada seseorang mengintip dari luar. Suara geraman mengalihkan rasa penasaran orang itu membuatnya beranjak ketika gadis yang beberapa jam lalu ia hampiri di stadion. Gadis itu mengangkat tinggi tongkat yang dibawanya, melangkah mendekat ke pusat suara berasal dari lubang besar yang memang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ketika gadis berambut pendek itu hendak memukul sesuatu di dalam lubang tersebut, ia lebih dulu berkata, "Dia tidak akan menyerangmu."
Sementara di posisi sang gadis berambut sedagu, ia menoleh terkejut tatkala rungunya menangkap suara seseorang yang berbicara padanya. Gadis itu yang tak lain adalah Eunyu menurunkan tongkat besi di genggamannya saat gadis misterius yang ia temui sebanyak dua kali atau mungkin lebih keluar dari tempat yang ia intip sebelumnya.
"Aku mencari Yikyung. Kau tahu dia ada dimana, 'kan? Aku harus menemuinya," tanya Eunyu setelah menjelaskan tujuannya berkeliaran malam-malam.
Haewon melangkah semakin dekat, rautnya terpasang datar seakan-akan ia tidak memiliki ekspresi di wajahnya. "Ibu. Para manusia. Mereka semua jahat. Tidak, tetapi ada satu dari ribuan manusia yang baik."
"Kau bilang 'Ibu'?" Bukannya menjawab, Haewon justru melontarkan kalimat lain sebelum mendorong Eunyu ke lubang besar di belakang gadis itu.
Eunyu yang didorong awalnya berteriak kemudian pasrah begitu tubuhnya terus melayang seolah lubang itu tak memiliki dasar. Matanya hampir terpejam jika telinganya tidak mendengar suara kepakan sayap dari atas lubang. Eunyu terus menatap sang pemilik yang sepertinya akan menolongnya keluar dari lubang tak berdasar yang gelap dan mengerikan itu. Tubuhnya didekap dengan satu tangan, dibawa terbang ke atas oleh pemuda yang selama adanya bencana monsterisasi berhasil mencuri perhatiannya.
Pemuda itu adalah Hyunsu, Cha Hyunsu yang sepertinya kembali untuk berbicara dengan Minjee. Namun, bukannya Minjee yang ia temukan melainkan orang lain yang pernah menjadi tetangganya dan menjadi temannya sewaktu ia tinggal di apartemen Green Home.
••
•
Tbc
Kalian lebih suka cerita tentang keluarga atau pertemanan, guys? Yuk komen yuk hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
FantasiHidup di antara dua pilihan memang sangatlah sulit, apalagi jika pilihan yang ada adalah mati sebagai manusia atau hidup sebagai monster. Tentu saja kedua pilihan itu tak pernah terbayang dalam benak manusia-manusia yang hidup di zaman dimana semua...