Kesiangan adalah salah satu hal yang paling menyebalkan, terutama bagi pekerja dan pelajar. Padatnya jalanan yang sudah biasa dihadapi pun menjadi sangat menyebalkan. Setiap kejadian yang menghambat akan disuguhi puluhan makian yang keluar dari mulut.
Hari ini, Cindy bangun lebih siang dari biasanya. Bukan karena dia kelelahan sepulang camping kemarin. Namun, salah satu peristiwa di camping itu membuatnya tidak bisa tidur.
Pelukan dari Candra.
Wajah Cindy memerah kala mengingat lagi apa yang Candra berikan padanya kemarin. Bukan sekadar pelukan, melainkan juga kecupan-kecupan kecil di leher dan juga pipinya. Astaga, Cindy sampai tidak bisa berbuat apa-apa karena pikirannya selalu terdistraksi oleh kejadian itu.
Selain tidak bisa tidur, Cindy juga terdistraksi dalam melakukan beberapa kegiatan. Contohnya tadi Cindy hampir salah memakai seragam, juga kaos kakinya yang terbalik. Saat berangkat sekolah pun, dia beberapa kali menabrak orang lain.
Karena distraksi yang terus menerus itu, Cindy yang sudah kesiangan pun semakin terlambat. Dia bahkan tidak sempat untuk makan. Padahal hari ini akan ada upacara bendera.
"Buset, Cin. Pucet banget. Belum sarapan ya?" kata Loudy.
Cindy tidak menanggapi. Kepalanya cukup pusing, membuatnya tidak bisa berpikir. Yang saat ini bisa dia pikirkan hanyalah kejadian kemarin dan hal ini tentu saja sangat mengganggu.
"Ke UKS aja, nggak usah upacara. Nanti malah pingsan." Kali ini, Marsya yang berbicara.
Cindy tetap keras kepala. Gadis itu tak mendengarkan ucapan ketiga temannya. Gadis itu malah berjalan menjauhi mereka. Berjalan menuju barisan kelasnya.
Melihat ada Candra di barisan belakang, Cindy memilih untuk menerobos ke bagian depan. Dia masih belum sanggup untuk kembali menatap wajah lelaki itu.
Belum sempat Cindy menerobos, seseorang menahan tangannya. "Mau ke mana?"
Dari suaranya, Cindy jelas tahu itu siapa. Gadis itu memilih untuk tidak menoleh. Walaupun begitu, degup jantungnya benar-benar luar biasa.
"Ke depan," jawabnya singkat.
"Tumben di depan? Bukannya kamu bilang lebih suka di belakang?" Walaupun Cindy tidak melihat wajah Candra, dia yakin saat ini lelaki itu sedang mengernyit. Wajah khasnya saat bingung.
Gara-gara kamu.
Ingin sekali Cindy menjawab seperti itu. Namun, itu sama saja seperti bunuh diri. Nantinya itu pasti menjadi bahan ledekan.
Jangankan Nanda yang kini tengah menguping pembicaraan mereka. Candra pun nyatanya sangat usil. Cindy tidak mau diejek karena perkataan impulsifnya.
Cindy memilih tidak menjawab. Melepaskan cengkraman Candra dan langsung pergi ke barisan depan. Hal itu tentunya membuat Candra merasa bersalah. Dia merasa jika perlakuannya kemarin sudah melewati batas. Dia mencium seorang lawan jenis tanpa persetujuan.
"Nanti aku harus minta maaf," gumamnya.
Upacara berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pengibaran bendera dilakukan dengan sangat lancar. Hanya saja, udara kian memanas. Matahari semakin bersemangat menyinari bumi.
Cindy merasakan kakinya bergetar. Pandangannya pun mulai tidak fokus. Dia tahu kalau sebentar lagi dia mungkin akan pingsan. Namun, tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakkan. Bahkan hanya untuk pergi ke barisan belakang dan meminta pertolongan pada petugas PMR pun tak sanggup.
Pada akhirnya, Cindy tak lagi mendengar ocehan kepala sekolah yang tengah memberikan amanat. Gadis itu tumbang, untungnya ke belakang sehingga teman sekelasnya bisa menahan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With Cindy
Teen Fiction"Gini, aku suka sama kamu, jadi bisa nggak bales perasaanku?" Cindy secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. "Nggak," jawab laki-laki itu tegas. "Kalau gitu aku minta 30 hari dari kamu. Siap-siap aja karena dalam jangka waktu tersebut aku b...