Candra, Cindy, serta teman-teman mereka pulang pukul sembilan malam. Masing-masing pria mengantar seorang gadis untuk pulang. Awalnya, para gadis menolak. Mereka tidak sedekat itu untuk pulang bersama. Namun, para pria bersikukuh mengantar. Katanya, tidak baik seorang perempuan pulang malam sendirian.
Hanif memilih mengantarkan
Selama perjalanan pulang, Cindy tak bisa melunturkan senyumnya. Gadis itu memeluk Candra dengan erat. Candra membalasnya dengan menggenggam serta mengelus tangan Cindy yang berada di perutnya."Candra, makasih ya buat malam ini. Aku seneng banget! Penampilan kamu juga keren. Aku makin yakin kamu bakal sukses kalau mau jadi anak band lagi," ucap Cindy sesaat setelah turun dari motor Candra.
Candra hanya membalas pujian Cindy dengan senyuman dan tepukan di kepala. Kemudian lelaki itu pamit pulang. Melakukan motornya pergi dari rumah Cindy.
Candra sampai di rumah pukul sepuluh kurang lima belas. Dia memarkirkan motornya di garasi. Kemudian mengunci setiap pintu rumahnya. Tak lupa mematikan beberapa lampu yang tidak dipakai. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang Candra lakukan saat dia pulang malam. Dalam keluarga Candra, orang yang terakhir pulang wajib mengunci semua pintu dan mematikan lampu.
Candra membasuh beberapa bagian tubuhnya. Mencuci wajahnya dengan sabun muka. Kemudian mengelap wajahnya dengan handuk.
Candra membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia berusaha tidur dengan memejamkan matanya. Besok adalah hari sekolah, dan dia tidak ingin mengambil risiko untuk kesiangan dengan tidur terlambat. Hanya saja, pikirannya begitu berisik sampai-sampai Candra tak bisa tidur dengan tenang.
"Yang aku lakuin tadi itu bener nggak sih?" tanya Candra pada dirinya sendiri.
Candra mulai meragukan keputusannya sendiri. Dia merasa kalau belakangan ini dia menjadi sangat labil. Tidak bisa berpegang teguh pada pendiriannya.
Candra terus menolak pernyataan cinta dari Cindy. Di sisi lain, dia terus memberikan harapan pada gadis itu. Contohnya semua kejadian pada hari ini.
Lagu yang Candra nyanyikan untuk Cindy bukan pernyataan hatinya, melainkan hanya bujuk rayu agar suasana hati Cindy membaik. Candra merasa jahat untuk itu. Rasanya seperti menjanjikan seorang anak kecil permen, kemudian mengingkarinya begitu saja.
Candra membalikkan posisi tubuhnya menjadi miring ke kanan. Hati nuraninya benar-benar tidak bisa menerima. Harga diri Candra seakan tercoreng.
Sedari kecil, Candra diajarkan untuk jujur dalam keadaan apa pun. Bagi keluarganya, tidak ada yang namanya berbohong untuk kebaikan. Lebih baik jujur tapi menyakiti daripada berbohong.
Karena itu Candra tak pernah berpura-pura di hadapan para gadis. Candra akan menolak mereka dengan lugas tanpa kasihan. Baginya itu lebih baik daripada harus memberi harapan palsu.
Namun, apa yang Candra lakukan saat ini? Dia mengkhianati prinsipnya sendiri. Candra mengingkari peraturan yang dia ciptakan sendiri.
"Aku juga nggak pengen nyakitin Cindy, tapi dia sendiri yang bandel. Aku udah nolak dia, tapi dia terus ngejar. Cindy nggak kayak cewek-cewek lain yang ditolak langsung kapok. Dia itu keras kepala. Aku sampai pusing sendiri harus kayak gimana nanggapin dia." Candra bergumam sekali lagi.
"Yaudah lah, jalanin aja. Nanti dipikirin lagi. Bingung juga harus gimana buat ngadepin cewek keras kepala. Mungkin nanti bisa sekalian tanya ke Nanda aja, dia lebih berpengalaman."
Lantas Candra terus memejamkan matanya. Berusaha mengosongkan pikiran. Hingga tanpa sadar, lelaki itu pun terlelap.
🏵️🏵️🏵️
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With Cindy
Teen Fiction"Gini, aku suka sama kamu, jadi bisa nggak bales perasaanku?" Cindy secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. "Nggak," jawab laki-laki itu tegas. "Kalau gitu aku minta 30 hari dari kamu. Siap-siap aja karena dalam jangka waktu tersebut aku b...