Menyerah bukanlah pilihan bagi Cindy. Waktunya hanya sedikit, hanya tiga puluh hari. Dia bahkan sudah menghabiskan lebih dari setengahnya. Cindy sudah melangkah terlalu jauh untuk menyerah.
"Kalau pada akhirnya tetep gagal, yang penting aku nggak menyesal karena udah berjuang semampuku," kata Cindy.
Saat ini Cindy sedang bersiap-siap di depan cermin. Hari ini hari Minggu, artinya sekolah sedang libur. Jadi Cindy memutuskan untuk berkunjung ke rumah Candra.
Langkah alternatif yang Cindy pikirkan saat ini adalah ... jika dia tidak bisa mendekati Candra secara langsung, akan lebih baik mendekati keluarganya. Biasanya sih dekati kakak atau adiknya dulu. Akan tetapi, karena Candra anak tunggal, Cindy akan mendekati bundanya.
Cindy sengaja tidak memberitahu Candra bahwa dia akan datang. Dia ingin memberi lelaki itu kejutan. Lagipula, tujuan utamanya untuk datang 'kan bukan untuk menemui Candra.
Cindy meminta bapaknya untuk mengantar. Bapak tentu saja tidak keberatan. Dengan senang hati, bapak mengantar Cindy dengan motor kopling kesayangannya.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Bapak sesampainya di rumah Candra.
"Belum tau, Pak. Nanti Cindy kabarin lewat telepon aja ya?"
Bapak setuju. Kemudian beliau menjalankan motornya untuk kembali ke rumah. Sedangkan Cindy melangkah memasuki pekarangan rumah Candra yang tidak dipagar. Kemudian mengetuk pintu rumahnya sembari sedikit berteriak mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalam!" Jawaban itu tidak berasal dari dalam, melainkan dari luar. Bunda dari Candra tampak membawa belanjaan di kedua tangannya.
"Tante, belanjaannya banyak banget. Sini biar aku bantuin." Pernyataan itu bukanlah tawaran. Cindy langsung mengambil belanjaan pada tangan kiri bunda yang membawa lebih banyak.
Bunda mempersilakan Cindy masuk hingga ke dapur untuk membawakan belanjaannya. Kemudian meminta Cindy duduk di ruang tamu. Rencananya bunda hendak membuatkan Cindy minum, tak lupa memanggil Candra yang kini berada di kamar.
"Ah, nggak usah, Tante. Aku ke sini mau ketemu tante kok, bukan mau ketemu Candra." Cindy tersenyum tulus. Tangan kirinya menyelipkan rambut ke belakang telinga.
"Loh, mau ketemu tante? Kamu ada perlu apa memangnya?" tanya bunda.
Cindy bingung harus menjawab apa. Dia gengsi kalau harus menjawab jujur. Namun, dia tidak ingin berbohong kepada calon mertuanya.
"Em, begini, Tan. Aku 'kan lagi proses pendekatan sama Candra. Jadi aku juga pengen deket sama keluarganya gitu. Biar kalau emang jadi, nggak susah buat akrab. Kata orang-orang juga kalau mau ambil hati anaknya, ambil dulu hati orang tuanya." Akhirnya Cindy berkata jujur.
Bunda hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Cindy. Tidak habis pikir kenapa gadis itu begitu jujur. Padahal demi menjaga image, gadis itu bisa menjawab kalau dia merindukan bunda dari Candra itu.
"Jadi kamu mau ngabisin waktu sama tante hari ini?" tanya bunda memastikan.
Cindy mengangguk. "Iya, aku mau belajar juga jadi istri yang baik."
Bunda tersenyum melihat cengiran Cindy. Kemudian beliau mengajak Cindy untuk ikut ke dapur.
"Hari ini tante ada pesanan kue kering. Kamu bantu tante buat bikin sama packing, ya? Kamu bisa 'kan?"
"Bisa kok tante. Biasanya menjelang hari raya, ibu juga bikin kue kering. Tapi aku cuma bantu nyetak sama ngemas aja," kata Cindy.
"Iya, gapapa. Nanti adonannya biar tante yang buat, tante juga yang manggang. Kamu lakuin sebisamu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With Cindy
Teen Fiction"Gini, aku suka sama kamu, jadi bisa nggak bales perasaanku?" Cindy secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya. "Nggak," jawab laki-laki itu tegas. "Kalau gitu aku minta 30 hari dari kamu. Siap-siap aja karena dalam jangka waktu tersebut aku b...