Day 18

3 2 0
                                    

Hari Jumat adalah salah satu hari yang disukai oleh pelajar. Pada hari ini, pelajar bisa pulang lebih cepat. Perasaan mereka juga lebih berbunga-bunga pada hari ini karena besok adalah hari libur.

Biasanya, pada hari Jumat diadakan kegiatan keagamaan sebelum pulang. Siswa yang beragama Islam akan melakukan sholat Jumat di mushola sekolah. Sementara siswa dan siswi yang beragama lain berkumpul di ruangan lain, seperti perpustakaan atau laboratorium untuk melakukan kegiatan agama sesuai kepercayaan masing-masing.

Untuk siswi yang beragama Islam, biasanya berdiam diri di kelas. Kemudian guru-guru wanita akan ditugaskan di kelas mereka. Memberikan petuah-petuah sekaligus ceramah sampai siswa selesai melaksanakan sholat Jumat.

Jam baru saja menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas. Jam pelajaran sudah berakhir. Siswa dan siswi diberikan waktu untuk beristirahat sejenak sebelum melakukan kegiatan keagamaan.

Cindy menelungkupkan kepalanya pada meja. Hari ini teman sebangkunya tidak masuk. Dia jadi bosan karena tidak ada teman saat keputrian. Padahal biasanya Cindy dan teman sebangkunya itu akan menghabiskan waktu untuk mengobrol sembari berbisik. Mengingat apa yang guru sampaikan selalu saja tentang hal yang sama setiap minggunya.

"Cindy, kamu kenapa murung gitu?" tanya Nanda.

Cindy menegakkan tubuhnya, sembari cemberut gadis itu menjawab, "hari ini Neila nggak masuk, aku jadi nggak ada temen pas keputrian."

Nanda menatap Candra. Mereka seakan berkomunikasi dengan telepati. Kemudian keduanya serentak menoleh ke arah Cindy.

"Kamu mau ikut kita aja? Kita mau bolos," ajak Nanda.

"Lah kalian nggak sholat Jumat?" Cindy bertanya.

"Sholat, tapi di luar. Di masjid deket stasiun aja. Kalau di sekolah lama, nggak dapet nasi juga." Nanda mencengir, memperlihatkan gigi kelincinya.

Cindy berpikir sejenak. "Emangnya boleh aku ikut?"

Candra paham jika pertanyaan itu ditujukan padanya. "Boleh aja, kenapa enggak? Kan kamu temen kita juga."

Cindy tersenyum lebar. Dengan segera gadis itu mengemasi barang-barangnya yang masih ada di meja. Kemudian mengendap-endap bersama keempat temannya.

🏵️🏵️🏵️

Cindy tertawa bersama yang lain kala berhasil kabur dari sekolah. Dia tidak pernah bolos, jadi tidak pernah merasakan kesenangannya. Ternyata begini toh rasanya.

Cindy senang melakukan sesuatu yang berharga dan dapat dikenang.

"Cindy, kita mau sholat dulu ya. Kamu nunggu aja di depan sana. Banyak jajanan kok." Candra menunjuk kawasan di dekat sebuah Sekolah Menengah Pertama.

"Lah, itu sekolahnya adekku. Kalau dia tahu gimana?"

"Yaelah, Cin. Anak SMP mah jam segini belum pulang. Mereka juga pasti pada di kelas. Sedangkan jarak kelas sama gerbang yang ini jauh, berkelok-kelok lagi jalannya. Udah tenang aja!" kata Hanif.

Cindy menurut. Ketika para lelaki memasuki masjid, dia pergi menghampiri salah satu pedagang pentol. Memesan sesuatu untuk menemaninya menunggu.

"Pak, pentolnya tiga ribu yang kecil semua ya! Sama sinomnya dua ribu."

"Wokee!"

Cindy melirik ke sekitar. Tidak ada yang bisa dijadikan tempat singgah selain warkop yang beratapkan terpal. Hanya saja dia tidak bisa berteduh di sana kalau tidak membeli sesuatu.

30 Days With Cindy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang