Bab 8 - Menikah

27 3 0
                                    

Aku tidaklah lahir dari keluarga yang religius.
Aku tidaklah lahir dari keluarga yang cemara.
Aku tidaklah diperlakukan seperti seorang ratu oleh Ayahnya.

Ayahku mantan pemabuk, mantan pemain wanita.
Bundaku mantan narapidana, ya, aku serius.
Dan adikku, sering bermasalah dengan pacarnya yang sering memanfaatkan hartanya.
Dan aku...

Akulah anak pertama di keluarga kecil ini
Akulah yang harus merubah segalanya
Akulah yang harus menjadi penggerak
Akulah yang pertama

Jika dulu aku mengatakan bahwa aku tidak ingin menikah dengan alasan trauma, itu benar, tapi alasannya tidak hanya itu.
1. Aku tipikal orang yang susah menurut sebelum tau alasannya harus ini harus itu. Sementara kebanyakan laki-laki menginginkan istri yang langsung menurut.
2. Tidak punya kuasa. Aku takut jika nanti saat si laki-laki (suamiku) menjadi kepala rumah tangga, ia merasa seolah-olah semua kuasa ada ditangannya, dan ia bisa bersikap seenaknya kepada istrinya. Dan istrinya tidak bisa berbuat apa-apa karena dikecam si suami.
3. Istri harus patuh terhadap apapun permintaan suami. Aku terkadang membenci fakta ini, tapi inilah adanya. Karena, ada sebagian suami yang malah menyuruh istrinya ke arah yang tidak benar. Dengan mengingatkan dosa-dosa yang akhirnya si istri tidak bisa berbuat apa-apa.

"Apabila seorang wanita melaksanakan lima waktu shalat, berpuasa selama sebulan dalam Ramadhan, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya, 'Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu yang mana saja yang engkau sukai.'" (Hadis riwayat Ahmad)


Semakin aku mempelajari Fiqih Pernikahan, semakin aku menyadari bahwa pernikahan adalah sehidup semati. Pernikahan adalah surga atau neraka. Pernikahan adalah bahagia atau menderita.

Pernikahan bukanlah hal yang bisa dipermainkan. Tapi pernikahan adalah hal yang patut kita pelajari secara serius.

Banyak pernikahan yang berujung perceraian, sehingga melahirkan anak-anak broken home yang menderita. Banyak pernikahan yang dipertahankan, padahal dari luarnya saja sudah hancur berkeping-keping.

Entah berapa banyak mental yang harus dipupuk secara matang untuk mempersiapkan diri ke jenjang pernikahan?

Jangan lelah untuk memperbaiki diri. Jangan lelah untuk berproses.

Segala ketakutanku terhadap pernikahan tidak akan terjadi jika aku pintar dalam memilih calon. Bagaimana caranya pintar? Teruslah belajar. Lihatlah dari pengalaman orang lain, dan jadikanlah itu sebagai pelajaran. Juga, didiklah diri sendiri untuk terus improve.

Janganlah terburu-buru dalam menikah, karena itu bukan lomba! Ingat. Lebih baik menikah telat daripada salah memilih calon.

Habiskan masa lajangmu dengan baik, sembuhkan inner child, cari pengalaman baru, belajarlah terutama fiqih pernikahan dan parenting.

Pernikahan dan kematian adalah hal yang serupa, serupanya yaitu tidak ada yang tahu. Apakah kita akan menikah atau meninggal? Ya. Apakah jodoh kita adalah orang yang selama ini kita kagumi atau malah kematian?

Apakah kamu ikhlas jika kematianlah yang akan berjodoh denganmu?

"Dan mungkin kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan mungkin (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."
Al-Baqarah (2:216)

"Hei"

Seseorang berjongkok disamping Fath sambil tersenyum. Fath menggeser badannya tanpa melirik ke samping kanannya. Wajahnya datar, lirikan matanya hanya tertuju pada kucing saja.

Aku cemburu. Tapi aku senang karena dia menghindar.

"Kenapa kamu ngehindar gitu? Aku ngga akan gigit kok" katanya sambil mengedipkan mata.

Fath berdiri sambil membawa kucingnya menggunakan satu tangan kemudian pergi seperti yang dia lakukan kepadaku, tanpa sepatah kata apapun, cewek sialan itu mengejarnya, sambil memegang tangannya!!!

"Astagfirullah" pekiknya seraya mengusap-usap tangannya. Kucingnya refleks terjatuh, Fath segera mengambilnya kemudian berlari.

Cewek sialan itu lagi-lagi mengejarnya. "Ihhh kenapa kamu kayak gitu?!? Aku ngga se menjijikkan itu kan?? Huaaa"

Aku mengambil botol dari tempat sampah. Melemparnya dengan keras tepat ke arah kepalanya.

Plakk!!

"Woiii siapa itu???"

Aku bersembunyi dibalik pohon. Saat dia mulai mengejarnya lagi, aku melemparkannya lagi, dengan lebih keras, dengan penuh emosi.

"WOIIII SIAPA LO!?"

Lo tahu? Lo itu menjijikkan!

***

Omong-omong, kok aku sering melihatnya di sekitaran sini? Apa jangan-jangan rumahnya dekat dengan rumahku?

Baguslah kalau begitu, aku jadi sering melihatnya!

"Ciee udah mulai senyum-senyum sendiri nih, kenalin dong kan aku penasaran" ledek adikku sembari membawa piring.

Aku mengambil nasi dengan dua potong ayam goreng paha, Bunda menggeleng sambil mengambil ayam paha dari piringku.

"Jangan rakus" adikku hanya tertawa, aku memanyunkan bibir.

"Nanti kalau kamu nikah, pesan dari Bunda, kamu harus berbakti dan taat ke suami ya, itu yang paling utama"

Aku menelan ludah.

Tapi Bunda memang benar.

"Jika aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada manusia, niscaya aku akan memerintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya." (Hadis riwayat Ahmad)

Surga istri terletak pada bagaimana ia taat kepada suaminya. Dan istri yang taat kepada suaminya memiliki derajat yang tinggi dalam islam.

"Bunda tenang aja, aku udah banyak belajar tentang itu semua"

Aku serius. Semua itu aku pelajari saat aku menginjak kelas 6 SD. Saat itu aku ikut Bunda ke pengajian di masjid, dan tak sengaja aku mendengar celotehan anak kuliahan disebelahkku yang membahas pernikahan.

Terlalu dini sih. Tapi aku tahu diri, aku tidak mempelajari hal-hal yang berbau dewasa seperti berhubungan intim. Tidak sama sekali. Aku tahu mana yang baik mana yang buruk!

Aku hanya mempelajari bagaimana menjadi istri yang berbakti, bagaimana suami mencari nafkah, juga bagaimana cara mendidik anak agar menjadi sholeh dan sholehah.

Semua itu aku lakukan secara sembunyi karena malu juga jika ketahuan, apalagi aku masih terlalu kecil.

Namun aku bangga karena sudah mempelajarinya sedari dini, meskipun mungkin orang-orang akan menertawakan atau menghakimiku.

"Bagus dong kalau begitu, Bunda percaya kamu bakal jadi istri yang sholehah yang taat pada suami"

"Ihh apaan nih bahas suami istri? Ajak aku dong"

"Kamu masih kecil" kata Bunda, aku tertawa.

"Kalau kamu udah punya calonnya kenalin aja ke Bunda, walaupun kamu masih kelas 10"

"Aku udah punya kok calonnya" kataku sambil tersenyum lebar.

FATHULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang