Kenapa harus dia? Ya, kenapa? Kan masih banyak manusia-manusia lain yang bisa disuruh? Aku sih senang-senang saja, bahkan aku merasa rasa sakitku seketika hilang begitu saja. Tapi, aku sudah bertobat tolong. Aku tidak mau lagi memikirkannya dan berharap apapun kepadanya. Karena sungguh, berharap pada manusia itu menyakitkan.
"Janganlah engkau khusyu kepada manusia, jika engkau melakukan kebaikan mereka akan mencintaimu; jika engkau melakukan kejahatan, mereka akan membenci mu. Tetapi khusyulah kepada Allah, karena jika engkau melakukan kebaikan atau kejahatan, Allah tetap mencintaimu."
(hadis riwayat Tirmidzi dan Ahmad)Meskipun dia adalah orang yang aku cintai, tapi aku khawatir juga dengan rasa bahagia ini. Takut jika aku mencintainya karena nafsu, bukan karena Allah. Jadi lebih baik aku menghindarimya.
Dia hanya diam diluar dan tidak masuk ke dalam. Orang mana yang tidak mau berduaan di dalam ruangan tertutup dengan yang bukan mahramnya? Aku kembali tersentuh dengan attitudenya.
Aku membuka pintu, terlihat punggungnya membelakangiku. Mendengar suara pintu, dia menoleh ke arah sepatuku, kemudian berlalu pergi tanpa mengucap apapun.
Aku tidak marah, sama sekali tidak. Justru aku sangat bahagia, bunga-bunga seakan bermekaran, burung-burung saling bersahutan di atas awan, cahaya mentari bersinar, menghangatkan jiwa-jiwa yang bersedih.
Keberadaannya bagiku bagaikan bintang. Indah namun tak bisa digapai. Dan aku hanyalah planet kerdil, yang tidak pantas bersanding dengannya.
Seharusnya aku malu. Aku menginginkan pasangan sepertinya, namun apakah aku bisa sepertinya?
Karena, orang baik berjodoh dengan orang baik, begitu pula dengan yang lainnya. Dan, apakah aku sudah menjadi orang yang setara dengan dirinya?
Ah, aku masih bingung dengan konsep jodoh. Apakah itu saling melengkapi atau cerminan diri.
Tapi biarlah itu. Yang pasti, aku percaya bahwa jodoh yang sebenarnya adalah ketika kita sudah mendekatkan diri kepada sang pencipta. Itulah jodoh terbaik yang sudah Allah tetapkan untukmu!
Melihat punggungnya yang semakin menjauh, mataku kembali terasa panas.
"Lili!! Loh, kok nangis lagi?"
Putri berlari menghampiri seraya membawa tasku.
"Masih sakit ya, Li?" aku menggeleng sembari mengambil tasku ditangannya.
"Ini beneran boleh pulang? Yaudah, aku pulang dulu ya, Put, makasih udah bawain tas aku"
***
Li, katanya kamu sakit ya? Kok ngga bilang sih sama aku, kan aku sahabat kamu
Lagipula ngga penting banget sih, Ray, aku sakit atau ngga, dunia masih bisa berjalan dengan semestinya. Urus aja diri kamu sendiri. Kan kamu juga sakit, Ray. Ngga perlu kamu ikut campur soal sakitku.
Li, aku nanti ke rumahmu ya
Ngga usah, Bib. Ngapain? Tugas sekolah numpuk, mending kamu ngerjain tugas di rumah kamu sana. Jangan ada alasan ngga ngerjain tugas.
Aku melempar HP ke atas kasur dan membaringkan diri. Entah kenapa hari ini orang-orang terasa menyebalkan.
"Kak, kata Bunda, kalau sakit beli obat sendiri ya, di apotik depan, uangnya ada di kulkas. Soalnya Bunda lagi di rumah temennya, jauh darisini"
"Kenapa ngga kamu beliin aja? Kamu kan tau aku lagi sakit!"
"Aku ada ekskul, Kak, sekarang mau berangkat, sorry ya"

KAMU SEDANG MEMBACA
FATHUL
EspiritualAku pernah berpikir, apakah aku pantas mendapatkannya? Apakah dia lauhul mahfudz-ku? Pantaskah orang sepertiku bersanding dengannya? Genre: Spiritual, Romance, Chicklit, Young Adult ----------- Note: °Ini karya pertamaku, kritik dan saran dipersi...