Bab 17 - Tentang Jaket

12 2 0
                                    

Aku mengerjap dan seketika menyadari ada sesuatu dibelakangku. Sesuatu yang hangat. Saat kuraba ternyata sebuah jaket. Batinku sempat bertanya siapa pemilik jaket ini sebelum dering ponselku berbunyi.

"Iya, Halo?.. Aku di luar... Iya aku pulang sekarang... Oke, Waalaikumsalam"

Aku mendengus sedikit sebal, tapi ini sudah malam, sih, tidak baik seorang wanita sepertiku diluar rumah saat malam, apalagi sendirian. Dan...

Aku tidak bisa pulang sebelum mengembalikan jaket ini. Jadi lebih baik aku mencari satpam untuk menanyakan apakah ada seseorang yang datang didekatku.

"Wah, saya ngga tau neng. Coba cek cctv"

"Beneran boleh, Pak?" Mataku berbinar, Pak satpam mengangguk. Akhirnya kami pun pergi ke ruang cctv. Hampir setengah jam menunggu, ternyata hasilnya zonk, alias cctv nya mati. Ah, waktuku terbuang percuma.

Aku mengucapkan terima kasih dan berlalu pergi. Di perjalanan kulafalkan beberapa doa-doa yang kuhafal juga zikir karena khawatir jika ada yang berbuat macam-macam padaku. Tapi alhamdulillah akhirnya sampai dengan selamat.

Sampai di depan pintu jantungku berdetak lebih cepat, takut jika Bunda marah.

"Bismillah..." Ucapku sambil memutar gagang pintu.

"Assalamualaikum"

"WAALAIKUMSALAM. EHH KEMANA AJA NIH ANAK GADIS? LO ASIK KAK. ASIK SENDIRI"

Amel berlari sambil berkacak pinggang, matanya melebar, kemudian menutup mulut yang terbuka saat menyadari penampilan baruku.

"Waalaikumsalam... Kok baru pulang? Habis dari mana aja?"

Bunda yang baru saja meletakkan pisau di atas meja dengan raut wajah ketus juga memberikan reaksi yang sama dengan Amel. Waduh, apa tidak berlebihan, Bun? Mel?

"Lah? Ini anak siapa ya?" Bunda pura-pura berpikir serius, Amel menimpali.

"Iya deh, maaf ya, Kak. Kakak sepertinya salah rumah"

Aku tersenyum tipis, entah kenapa rasanya jadi sulit berekspresi. Padahal jelas suasana ini tidak ada sedih sedihnya. Justru menyenangkan.

"Aduh bisa aja deh, by the way makasih udah sisain pizza nya ya, adekku yang paling bawel!" Ucapku setelah menyalami Bunda, berusaha memasang wajah se ceria mungkin. Kemudian duduk dan langsung mengambil potongan pizza di atas meja. Saat akan membuka mulut, Amel yang terkikik membuatku menyadari sesuatu.

"Ah, aku bawa ke kamar boleh kan, Bun? Mau makan di kamar"

"Boleh, ambil aja semuanya"

"Wah, serius? Ini masih banyak loh, Bun. Masih 1 box"

"Kan sesuai yang aku omongin di telepon, kalau aku rakus, Bunda beliin Kakak 1 box" Katanya sambil memutar bola mata, aku terkekeh.

"Lain kali, rakus lagi aja kalau makan!" Ujarku sambil membawa pizza ke kamar.

***

"Ini jaket punya siapa, sih?"

Entah sudah berapa kali kuperhatikan jaket ini sampai meraba-raba teksturnya yang lembut dan tebal seperti pakaian musim salju. Warnanya biru tua polos, tanpa ada corak atau gambar apapun. Sederhana namun nyaman. Eh...

Bisa-bisanya aku berani menculik jaket yang pemiliknya tidak terlihat hilalnya, seperti jodoh ini. Kira-kira pemiliknya stres tidak ya jaketnya hilang? Ah, emang dia ikhlas jaketnya aku ambil? Semoga orang tersebut cepat ketemu.

FATHULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang