Bab 1: Ngalor Ngulon

4.2K 367 74
                                    

Primbon secara umum adalah gambaran mengenai baik dan buruknya sesuatu hal berdasarkan perhitungan Jawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Primbon secara umum adalah gambaran mengenai baik dan buruknya sesuatu hal berdasarkan perhitungan Jawa. Apa saja dapat diperhitungkan terlebih dahulu untuk mengetahui hari baik yang bisa didapatkan, salah satunya adalah pernikahan.

Masyarakat Jawa sering mengatakan, "Durung disebut wong Jowo nik rung lewati itungan dino, anak kepiro, itungan weton, ngalor-ngulon, lan sak kabeh-kabehe sik ning kitab primbon."

Sebagai 'mas-mas Jawa', Jibran pun harus melewati pantangan-pantangan kejawen yang dipercayai Eyang Kakung. Begitu pula dengan Windy Waranggani yang telah terjerat panah asmara laki-laki programmer tersebut.

Ada beberapa pantangan yang dilewati pasangan muda itu. Mulai dari perhitungan weton, mencocokkan hari lahir, kedudukan anak keberapa, melihat arah rumah keduanya, dan masih banyak lainnya. Dari semuanya, ada satu yang mereka langgar.

"Arah rumah kalian ngalor-ngulon," ucap Eyang Kakung kala itu.

Ngalor-ngulon adalah garis arah kedua mempelai ke barat laut. Arah tersebut dipercayai tidak bagus untuk kehidupan pasangan.

Kendati demikian, Jibran dan Windy tetap diberikan restu untuk menikah dan menjalin rumah tangga. Meskipun banyak orang membicarakan yang tidak-tidak terhadap mereka.

"Nekat ngalor-ngulon, yo tanggung sendiri kalau rumah tangganya enggak harmonis. Ati-ati wae nik misal pasangannya ada yang enggak kuat. Iso-iso bapak, ibu, atau sanak keluarga lainnya yang meninggal." Budhe Yanti dengan segala kenyinyirannya mengudara bagai burung merpati hitam di pesta pernikahan Windy dan Jibran.

"Ngeri banget, Jeng," sahut Bu Darsih si bestie Budhe Yanti.

"Ya, kalau enggak, minimal biasanya cerai."

Windy dan Jibran hanya mampu mengucap istighfar dalam hati dan berdoa hal itu tidak terjadi. Mereka tidak terlalu memedulikan makna Primbon Jawa yang ada. Mereka mengikuti langkah-langkah sekadar untuk menuruti permintaan Eyang serta menghargai tradisi yang ada. Percaya tidak percaya, itu hanya mitos. Ada yang memang terjadi dan ada yang tidak. Itu tergantung persepektif dan pola pikir yang mempengaruhi psikologis untuk masa depan kelak.

Windy pun masih ingat nasehat yang diberikan Jibran.

"Percaya enggak percaya memang bisa aja terjadi. Tapi, kalau keyakinan kita terhadap diri sendiri dan Allah, pasti ramalan itu akan kalah."

Bahkan usapan lembut yang diberikan di pucuk kepalanya masih terasa.

"Adek jangan sampai tersugesti sama pikiran-pikiran negatif itu. Kalau Adek mikirin hal-hal yang buruk terus, alam bawah sadar Adek pasti bakal bikin pikiran itu jadi nyata. Jadi, semuanya hapus dari pikiran Adek."

Berhasil. Windy dan Jibran tidak lagi terpuruk pada keadaan yang mengurung mereka pada pikiran-pikiran negatifnya. Windy dan Jibran selalu berdoa dan berikhtiar guna kebaikan rumah tangga mereka. Terbukti, selama hampir lima tahun pernikahan, tidak ada hal buruk yang menerjang mereka.

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang