Bab 16: Mimpi

1.3K 199 63
                                    

Semenjak Zean dan Zau masuk sekolah, Windy memiliki waktu senggang yang cukup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak Zean dan Zau masuk sekolah, Windy memiliki waktu senggang yang cukup. Perempuan itu semakin produktif untuk menulis. Ia tidak lagi harus mencuri-curi waktu atau memaksakan membuka mata di tengah malam.

Terkadang, Windy akan tetap diam di rumah dan membiarkan si kembar diantar oleh sang suami. Jika sudah jam pulang sekolah, Windy akan pergi menjemput. Namun, jika Jibran sudah harus berangkat terlebih dahulu atau ada suatu hal mendesak yang menyebabkan ia tidak bisa mengantar, Windy akan turun tangan mengantarkan Zean dan Zau ke sekolah. Sembari menunggu bel pulang, Windy akan duduk di sudut café. Kencan bersama laptop kesayangannya. Onion Rings dan ice chocolate pun turut tidak pernah absen dari mejanya.

Windy asyik menarikan jari-jarinya di atas keyboard. Tidak lama kemudian, ia menyadari ada seseorang yang mendekat. Perempuan itu mendongak. Netranya yang terlapisi kacamata melihat seorang laki-laki berkaos hitam dan berkemeja yang tak dikancingkan.

"Gue boleh duduk di sini?"

Windy tersenyum. "Sorry, masih banyak, tuh, kursi-kursi yang kosong." Perempuan itu menunjuk bangku-bangku tak berpenghuni di sekitarnya.

Laki-laki itu terkekeh lalu menarik kursi di depan Windy. "Gaya lo."

Windy ikut terkekeh. Ia membiarkan Ajun mendudukkan dirinya di sana.

"Jemput Kila?" tanya Windy.

Ajun mengangguk. "Anaknya lagi manja sama gue. Dari kemarin udah bilang pengin banget dijemput gue."

"Lo enggak kerja?"

"Gampang. Udah ada yang handle resto."

"Oh..." Windy mengangguk-anggukkan kepalanya.

Perempuan itu sudah tahu bahwa kepulangan Ajun adalah untuk membuka restorannya di Jakarta. Di sisi lain, ia juga bekerja sebagai karyawan di perusahaan orang tuanya. Selain itu, ia memang diminta untuk melanjutkan perusahaan ayahnya. Seperti novel-novel yang berkeliaran di dunia bacaan, Ajun harus mencari pasangan terlebih dulu untuk merebutkan warisan tersebut.

"Belum pernah ke resto gue, kan? Cobain, Win."

"Kapan-kapan, deh, gue mampir sama anak-anak dan suami gue."

"Yang pasti-pasti aja, lah. Kapan-kapan tuh kapan? Enggak meyakinkan lo."

"Ya gue nunggu suami gue dulu. Dia sibuknya minta ampun."

"Sibuk-sibuk. Sibuk kerja atau sibuk sama cewek lain, tuh."

"Ngaco banget lo kalau ngomong."

Ajun tertawa. "Kaya enggak tau aja, lo. Dunia kerja lawak banget, Win. Deketan di balik kata rekan kerja padahal selingkuhan."

Windy berdecak. "Suami gue enggak kaya gitu, ya. Belum pernah ketemu, udah judge aja. Kurang ajar emang."

Ajun terkekeh. "Enggak-enggak. Bercanda gue. Tapi, kalau benar kejadian, lo gue ambil ya, Win."

Sembagi Arutala 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang